Jumat, 28 Desember 2012

Masih Ada Korban Tsunami Aceh Belum Dapat Rumah

Kamis, 27 Desember 2012, 02:41 WIB
 
Masih Ada Korban Tsunami Aceh Belum Dapat Rumah
Tsunami Aceh
REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Puluhan kepala keluarga (KK) korban bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004, dilaporkan belum mendapat rumah bantuan.

Walhasil mereka masih menempati barak pengungsian. "Sudah sewindu bencana gempa dan tsunami berlalu, namun sangat disayangkan masih ada korban yang menempati barak pengungsi di Bakoi dan Ulee Lheu termasuk di kabupaten Aceh Barat," kata Aktivis LSM Aceh, TAF Haikal di Banda Aceh, Rabu (26/12).

Mantan Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh itu mengatakan sejumlah korban tsunami yang belum memperoleh rumah bantuan berasal dari beberapa gampong (desa) pesisir di Kota Banda Aceh.

"Kalau ada yang mengatakan semua korban tsunami delapan tahun lalu sudah mendapat rumah, itu tidak benar. Sebagian hingga ini masih menempati barak pengungsi dan menumpang di rumah sanak famili. Saya bisa buktikan," kata TAF Haikal.

Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) itu juga mengharapkan pemerintah segera merealisasi keinginan para korban tsunami, yang berharap mendapat tempat tinggal layak seperti yang lainnya.

"Persoalan ini tidak dapat dibiarkan berlarut, mereka butuh perhatian. Tentu Pemerintah juga harus selektif. Apabila perlu usut penerima bantuan yang tidak berhak," tegasnya.

Gubernur Aceh, Zaini Abdullah seusai peringatan sewindu bencana tsunami di pelabuhan Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar berjanji dalam waktu dekat melakukan penelitian, terkait adanya korban peristiwa 26 Desember 2004 yang belum mendapat rumah.

"Kita akan teliti itu, tentu persoalan ini harus diselesaikan," kata Zaini Abdullah.
Redaktur: Karta Raharja Ucu
Sumber: Antara
 
 
 http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/12/12/27/mfnhmb-masih-ada-korban-tsunami-aceh-belum-dapat-rumah

Rabu, 26 Desember 2012

26 Desember Diusulkan Jadi Hari Libur Nasional

Salman Mardira - Okezone
Rabu, 26 Desember 2012 16:24 wib
Doa dan zikir bersama 8 tahun tsunami di Malahayati (Foto: Salman M/Okezone)
Doa dan zikir bersama 8 tahun tsunami di Malahayati (Foto: Salman M/Okezone)
BANDA ACEH - Pemerintah diminta menjadikan 26 Desember sebagai hari libur nasional untuk mengenang musibah gempa dan tsunami yang menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang sudah menetapkan 26 Desember sebagai Hari Bencana Nasional dan mengeluarkan imbauan agar warga mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang. Namun, tidak banyak warga yang melakukannya. Di Aceh saja masih banyak warga tidak mengibarkan bendera setengah tiang.

"Pemerintah perlu menjadikan 26 Desember sebagai hari libur nasional," kata Sekjen Forum Jurnalis Aceh Peduli Bencana (FJAPB), Fakhrurradzie Gade, di Banda Aceh, Rabu (26/12/2012).

Menurutnya, 26 Desember bisa dijadikan Hari Pengurangan Risiko Bencana Nasional untuk mengenang para korban, sekaligus menguatkan komitmen atau melakukan evaluasi terkait bencana.

Tsunami Aceh, lanjut dia, telah memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat Indonesia, bahkan dunia, tentang pentingnya mitigasi bencana. Karena adanya tsunami, kampanye-kampanye mitigasi bencana mulai gencar disuarakan.

“Kita perlu mengenang peristiwa ini. Untuk Itu harus dilembangakan, artinya difokuskan. Pemerintah harus leading dalam pengurangan risiko bencana," sebutnya.

Usulan untuk menjadikan tanggal 26 Desember sebagai hari libur nasional juga diungkapkan Wakil Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal. “Ke depan kita harapkan hari peringatan tsunami tidak hanya libur daerah tapi juga nasional,” kata Illiza kepada wartawan, usai menghadiri refleksi tsunami di Museum Tsunami, Banda Aceh.

Masyarakat, sambung Illiza, bisa mengisi tanggal 26 tersebut dengan berdoa bersama atau meningkatkan komitmen tentang penanggulangan bencana.

Sebelumnya, Aceh sudah menjadikan tanggal 26 Desember sebagai hari libur daerah melalui instruksi Gubernur Aceh saat dijabat Irwandi Yusuf. Irwandi merupakan korban yang berhasil menyelamatkan diri dengan memanjat penjara Keudah di Banda Aceh, saat ombak menerjang bangunan itu.

Namun, mulai tahun ini, libur daerah itu tak berlaku lagi. Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) masuk di peringatan delapan tahun gempa dan tsunami.
(ton)


 http://news.okezone.com/read/2012/12/26/340/737319/26-desember-diusulkan-jadi-hari-libur-nasional

Delapan Tahun Tsunami Aceh Diisi Berbagai Acara


TEMPO.CO, Banda Aceh - Pemerintah Provinsi Aceh dan sejumlah elemen masyarakat mengagendakan sejumlah acara untuk memperingati delapan tahun bencana tsunami, Rabu, 26 Desember 2012.

Acara peringatan yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Aceh dipusatkan di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Aceh Besar, sekitar 32 kilometer dari Banda Aceh.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, Adami Umar, mengatakan acara diisi dengan doa bersama dan perenungan. Dalam acara tersebut Pemerintah Provinsi Aceh juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada negara sahabat yang telah membantu rekontruksi Aceh.

Menurut Adami Umar, selain dihadiri oleh masyarakat sekitar juga perwakilan negara sahabat. “Peringatan sebagai refleksi pembelajaran hidup di masa yang akan datang dengan bercermin pada masa lalu,” katanya, Jumat, 21 Desember 2012.

Acara peringtatan juga dilakukan komunitas Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Mereka mendirikan Posko Bantuan Komunikasi Darurat yang dipusatkan di lapangan upacara Gampong Lambhung, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, Senin, 24 Desember 2012.

Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal, mengatakan posko dikendalikan relawan RAPI. “Hal ini sangat membantu menyebarluaskan informasi dan arahan kepada masyarakat bila terjadi bencana untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dan tidak terjadi kepanikan,” ujarnya.

Relawan RAPI juga akan mengunjungi dan membersihkan kuburan massal korban tsunami di Siron, Aceh Besar.

Beberapa desa yang pernah hancur akibat tsunami juga mempunyai agenda masing-masing. Desa Cot Langkuweuh, Kecamatan Meuraxa, mengisi peringatan tsunami dengan mengadakan pameran foto yang berkisah tentang tsunami. Kegiatan dimulai Sabtu besok, 22 Desember 2012.

“Selain pameran, kegiatan juga diisi dengan pelatihan fotografi untuk anak-anak dan sejumlah lomba lainnya,” ucap tokoh pemuda setempat, Rahmad Djailani.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, di Museum Tsunami beberapa elemen masyarakat sipil juga menggelar pameran foto tentang tsunami. Sedangkan masjid-masjid di daerah yang dilanda tsunami juga akan menggelar doa bersama usai salat peringatan, Rabu, 26 Desember 2012.

Delapan tahun lalu, 26 Desember 2004, tsunami melanda Aceh sehingga menyebabkan sekitar 200.000 orang meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.
ADI WARSIDI


http://www.tempo.co/read/news/2012/12/21/058449635/Delapan-Tahun-Tsunami-Aceh-Diisi-Berbagai-Acara

RAPI dirikan 60 posko di daerah rawan bencana

Maimun Saleh - Koran Sindo
Senin,  24 Desember 2012  −  20:46 WIB
Ilustrasi (Ist)
Ilustrasi (Ist)
Sindonews.com - Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kota Banda Aceh luncurkan posko bantuan komunikasi darurat. Posko tersebut dibangun di 60 titik yang tersebar di kawasan rawan bencana.

"Terutama di kawasan pesisir dan pusat keramaian yang tersebar dalam wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar," kata Ketua RAPI Kota Banda Aceh TAF Haikal, di Kota Banda Aceh, Senin (23/12/2012).

Menurut Haikal posko berfungsi untuk membantu menyebarluaskan informasi pada masyarakat saat terjadi bencana. Selain itu mengarahkan warga ke titik aman saat proses evakuasi jika bencana terjadi.

Haikal memastikan relawan RAPI akan berada di posko-posko yang ditempatkan di jalur evakuasi. Jalur evakuasi tersebut diantaranya, kawasan padat penduduk, pusat keramaian, persimpangan padat, masjid, meunasah, kantor camat, dan kantor lurah.

"Selain untuk menghindari jatuh korban jiwa, agar tidak terjadi kepanikan di masyarakat bila terjadi bencana," ucapnya.

Peluncuran posko dilakukan di Lambung, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Peluncuran posko diiringi simulasi penyampaian arahan informasi oleh komando pengendali (Kodal) Kota Banda Aceh.

Selain peluncuran posko, RAPI Aceh juga menggelar doa bersama dikuburan massal Siron, Aceh Besar rangkaian kegiatan itu dalam rangka memperingati delapan tahun bencana gempa dan tsunami Aceh.
(maf)

 http://daerah.sindonews.com/read/2012/12/24/24/700481/rapi-dirikan-60-posko-di-daerah-rawan-bencana

Ratusan Relawan Apel di Meuraxa

Minggu, 23 Desember 2012 13:17 WIB
 
Wali Kota Luncurkan Sistem Komunikasi Darurat

BANDA ACEH - Ratusan relawan kemanusiaan yang tergabung dalam berbagai organisasi, Senin besok melakukan apel siaga di Lapangan Lambung, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Kegiatan yang dimotori RAPI Kota Banda Aceh dan Aceh Besar tersebut juga dirangkai dengan peluncuran sistem komunikasi darurat (siaga bencana) oleh Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin.

Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal (JZ01BTH) menginformasikan, apel siaga relawan beserta serangkaian kegiatan pendukung lainnya yang berlangsung Senin (24/12) merupakan bagian dari acara peringatan 8 tahun bencana gempa dan tsunami Aceh.

Haikal didampingi Ketua RAPI Aceh Besar, H Afifuddin menyebutkan, kegiatan di Lapangan Lambung dimulai apel siaga relawan pada pukul 08.30 WIB dengan inspektur upacara Wali Kota Mawardy Nurdin. Ada sekitar 700 relawan dari berbagai organisasi kemanusiaan yang berafilisasi kebencanaan yang ikut apel.

Masih di Lapangan Lambung, setelah apel siaga dan peluncuran sistem komunikasi darurat dilanjutkan dengan pengukuhan unit-unit kegiatan di bawah organisasi RAPI Kota Banda Aceh, seperti Tim Satgaskom, Tim Teknik, Tim RAPINews, dan Tim RAPI Rider. Juga dilakukan simulasi komunikasi darurat selama beberapa menit melibatkan Wali Kota Banda Aceh dalam kapasitasnya selaku komando pengendali (kodal) ketika terjadi bencana.

Khusus menyangkut sistem komunikasi darurat, menurut TAF Haikal ada 60 titik di Kota Banda Aceh yang disiapkan sebagai pos komunikasi (terutama di rumah relawan RAPI) yang memungkinkan masyarakat bisa mendapatkan atau memantau lalu lintas komunikasi ketika panik bencana.

Bagian Humas RAPI Kota Banda Aceh dalam rilisnya menambahkan, seusai rangkaian kegiatan di Lapangan Lambung, seluruh relawan bersama Muspida Kota Banda Aceh dan pejabat dinas/instansi serta  undangan lintas organisasi/lembaga melakukan konvoi kendaraan ke kuburan massal korban tsunami di Siron, Ingin Jaya untuk ziarah, doa bersama, dan tausiah oleh Dr Syamsul Rijal MAg (Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry) yang juga anggota RAPI (JZ01BSR). “Kegiatan di kuburan massal ditutup dengan makan kenduri bersama,” kata Humas RAPI Banda Aceh, Erwinsyah (JZ01BEM).(mir)
Editor : bakri
 
 
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1588538331593738532#editor/target=post;postID=4924196854055311736

Rabu, 19 Desember 2012

80 Kasus Korupsi Menggantung

Senin, 10 Desember 2012 09:50 WIB
101212_8.jpg


 BANDA ACEH - Diskusi publik dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi, 9 Desember 2012 di Banda Aceh memunculkan  data yang bertolak belakang dengan semangat antikorupsi itu sendiri. Pasalnya, di Aceh saja, menurut data yang dikumpulkan LSM antikorupsi, ada 80 kasus korupsi yang prosesnya menggantung.

Masyarakat Transparan Aceh (MaTA) bersama Transperancy Internasional Indonesia Banda Aceh memperingati Hari Antikorupsi dengan menggelar diskusi mengangkat berbagai kasus dugaan korupsi yang terjadi di Aceh. Diskusi berlangsung di Restoran Geumuloh, Banda Aceh.

Koordinator Bidang Advokasi Korupsi MaTA, Baihaqi didampingi Koordinator Bidang Peneliti, Arman Fauzi dan Alfian mengungkapkan, kasus korupsi di Aceh mereka kumpulkan dari berita korupsi yang dilansir berbagai media serta yang ditangani BPK, BPKP, jaksa, dan polisi. “Ternyata sampai akhir 2012 masih ada 80 kasus dugan korupsi yang belum tuntas diselesaikan,” ungkap Baihaqi.

MaTA mencontohkan kasus Rp 220 miliar di Aceh Utara. Kasus pembobolan deposito dan kasus korupsinya telah diselesaikan oleh pengadilan di Jakarta dan Banda Aceh. Tapi, menurut Baihaqi, masih ada sisa dana sebesar Rp 80 miliar--dari Rp 178 miliar yang disita polisi di Jakarta--belum dikembalikan ke Kasda Aceh Utara.

Contoh lainnya, kasus mark up/penggelembungan harga pengadaan MRI RSUZA Banda Aceh yang merugikan keuangan daerah sekitar Rp 8,2 miliar, korupsi beasiswa mahasiswa Unsyiah Rp 2,5 miliar, pengadaan alat kesehatan Lhokseumawe Rp 3,5 miliar, hibah rehab rekon Simeulue Rp 3,1 miliar, dan pembangunan pendopo bupati serta wakil bupati Aceh Jaya Rp 4 miliar.

“Kasus-kasus yang kami beberkan itu merupakan kasus korupsi yang mencuat dari hasil audit BPK, BPKP, polisi, dan kejaksaan yang diberitakan berbagai media di Aceh. Total kasusnya mencapai 80 kasus, sedangkan nilai kerugiannya sekitar Rp 275,4 miliar,” ujar Baihaqi.

MaTA juga melihat, dari 80 kasus korupsi yang mereka kumpulkan, kerugian paling banyak terjadi di lembaga eksekutif mencapai Rp 259,5 miliar, disusul universitas Rp 5 miliar, serta Komisi dan BUMD Rp 3,5 miliar.

Dilihat dari aktor pelakunya, lanjut MaTA, yang paling banyak juga dari eksekutif. Yang telah ditetapkan tersangka oleh penyidik mencapai 89 orang dari 80 kasus korupsi yang sedang berjalan, mulai dari penyidikan sampai pada proses penyidangan dan banding.

Berikutnya, aktor pelaku dari kalangan swasta sebanyak 49 orang, Komisi/Badan Daerah 7 orang, legislatif 5 orang, BUMD 4 orang, universitas 3 orang, polisi 1 orang, BUMN 1 orang, Komisi dan Badan Pusat 3 orang.  

Dari sisi wilayah, menurut MaTA, untuk sementara Aceh Utara menduduki peringkat teratas sebanyak 11 kasus disusul Kota Lhokseumawe 8 kasus, dan Aceh Barat 8 kasus. Sedangkan di tingkat provinsi tercatat 7 kasus.

Dari modus operandinya, menurut MaTA, kasus penggelapan dana masih peringkat tertinggi dengan nilai kerugian Rp 233,2 miliar, disusul  mark up/penggelembungan harga Rp 22,5 miliar, dan penyalahgunaan anggaran Rp 5,3 miliar.

“Kasus dugaan korupsi dilihat dari institusi, yang paling banyak dilakukan eksekutif, swasta, dan legislatif,” kata Hendra Budian, seorang peserta diskusi. “Ini terjadi karena ketiga pihak ini melakukan perselingkuhan, antara lain dalam penyusunan APBA maupun APBK,” tandas Hendra.(her)

Isu Dana Aspirasi tak Pernah Mati

SETIAP kali bicara korupsi, termasuk saat memperingati Hari Antikorupsi seperti pada 9 Desember kemarin, isu tentang dana aspirasi dewan tetap saja mencuat menjadi bagian pembicaraan. Itu pula yang mengemuka ketika berlangsung diskusi yang mengangkat berbagai kasus dugaan korupsi di Aceh, di Restoran Geumuloh, Banda Aceh, Minggu (9/12).

Salah seorang peserta diskusi dari kalangan akademisi, yaitu Dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah, Ali Amin secara khusus mengangkat masalah dana aspirasi dewan tersebut di forum. Menurut Ali Amin, dana aspirasi dewan perlu diawasi secara ekstraketat oleh Inspektorat, BPK, dan KPK.

Ali Amin merincikan, jika setiap anggota DPRA dialokasikan dana aspirasi dalam bentuk program sebesar Rp 5 miliar maka jika dikalikan dengan 69 anggota DPRA, total dana mencapai Rp 345 miliar. “Angka itu setengah APBK Kota Langsa atau Kota Sabang,” ujar Ali Amin.

Pengalokasian dan penggunaan dana aspirasi, kata Ali Amin patut dicurigai kemana saja jatuhnya. Ini menjadi tugas pengawas internal pemerintah, Inspektorat dan BKPK serta pengawasan eksternal yakni BPK dan KPK. “Apakah benar dana itu untuk kemakmuran rakyat?,” kata Ali menyiratkan kegalauan.

‘Kekhawatiran’ tentang pengalokasian dan penggunaan dana aspirasi dewan tersebut juga disuarakan oleh sejumlah peserta lainnya seperti Dosen Fakultas Hukum Unsyiah, H Mawardi Ismail dan aktivis LSM, TAF Haikal.

Beberapa kalangan menilai, kasus korupsi masih menjadi isu elit dan baru dilakukan pengusutan setelah mendapat desakan dari berbagai kalangan, termasuk pressure media.

“Seharusnya, tanpa ada desakan, pihak penyidik yakni polisi, jaksa, dan pengadilan memprosesnya dengan cepat, seperti KPK dalam menangani kasus korupsi. Paling lama tiga bulan, kasusnya langsung ke pengadilan tindak pidana korupsi dan sebulan disidang langsung divonis,” begitu tanggapan Koordinator MaTA, Alfian.(her)

Jaksa Tangani 48 Kasus Korupsi

BANDA ACEH - Jajajaran Kejaksaan di Aceh selama kurun waktu 11 bulan terakhir sudah menangani 48 kasus korupsi di daerah ini. Dari jumlah itu, sebanyak 16 kasus sedang dalam proses penuntutan di pengadilan.

“Kami tidak pernah berhenti memerangi tindak pidana korupsi di Aceh. Kita akan terus bekerja memberantas korupsi,” kata Kajati Aceh, TM Syahrizal SH dalam amanatnya saat memimpin apel peringatan Hari Antikorupsi Se-dunia di halaman Kantor Kejati Aceh, Minggu (9/12).

Ucapara peringatan Hari Antikorupsi di Kejati Aceh dihadiri ratusan jaksa dan pegawai kejaksaan dari Kejati, Kejari Banda Aceh, dan Kejari Jantho (Aceh Besar).

Menurut Kajati, untuk mencegah dan memberantas korupsi perlu dukungan semua pihak. Tanpa dukungan semua elemen masyarakat, seperti ulama, LSM, mahasiswa, pemuda, dan politisi, tak mungkin akan berhasil secara maksimal.

“Kalau hanya aparat penegak hukum seperti kejaksaan, kepolisian, dan KPK yang bekerja menangani kasus korupsi, jelas tidak akan mampu kita turunkan angka tindak pidana korupsi,” katanya.

Kajati Aceh mengatakan, korupsi terjadi lantaran sudah mengalami krisis moral. “Bayangkan saja orang tidak malu lagi membeli sesuatu dari uang hasil korupsi. Bahkan ketika ada tersangka kasus korupsi ditangkap aparat penegak hukum ramai-ramai orang mengantarnya, ini juga sebuah hal yang aneh,” katanya.

Padahal, lanjut Kajati Aceh, masyarakat harusnya memberi sanksi sosial pada orang yang terlibat korupsi. “Sanksi sosial dari masyarakat ini sangat efektif untuk membuat orang malu dan jera, sehingga kalau ada orang yang ingin melakukan korupsi akan berpikir ulang tujuh kali, sebab takut akan dikucilkan masyarakat,” ujar Kajati yang putra Samalanga ini.

Tindak pidana korupsi di Aceh, menurut Kajati, dinilai masih tinggi. Bahkan jajaran kejaksaan dalam 11 bulan terakhir (Januari-November 2012) sudah menangani 48 kasus. Dari jumlah itu, 14 kasus dalam proses penyelidikan, 18 sudah memasuki tahap penyidikan, dan 16 kasus dalam proses penuntutan di pengadilan.

“Dalam waktu dekat ini ada beberapa kasus korupsi baru yang akan muncul dan saat ini sedang dilakukan operasi intelijen. Anda tunggu saja akan ada perkembangan baru dalam waktu dekat,” ujar Kajati TM Syahrizal kepada wartawan usai upacara peringatan Hari Antikorupsi.(sup)


http://aceh.tribunnews.com/2012/12/10/80-kasus-korupsi-menggantung

GAM-AS Tuntut Pemekaran

Jumat, 30 November 2012 10:17 WIB
TAPAKTUAN - Massa yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Masyarakat Aceh Selatan (GAM AS), Kamis (29/11), menggelar unjuk rasa di gedung DPRK setempat. Mereka mendesak pemerintah pusat agar mengesahkan provinsi baru, yakni Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) pada tahun 2013.

Aksi itu berlangsung sekira pukul 10.00, berakhir pukul 11.30 WIB. Sebelum beranjak ke Gedung DPRK Aceh Selatan, massa berkumpul di halaman Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) atau kantor bupati lama.

Saat melangkah, mereka mengusung sejumlah spanduk. Di antaranya bertuliskan, “Masyarakat Aceh Selatan Menolak Qanun Wali Nanggroe”, “Qanun Bendera dan Lambang Aceh Hanya untuk Kepentingan Kelompok Tertentu”, dan “Segera Wujudkan Provinsi ABAS Demi NKRI”. Spanduk lainnya berisi kritik terhadap Pemerintah Aceh.

Teuku Sukandi, koordinator aksi, dalam orasinya berseru, “Lebih baik berpisah daripada dijajah!” Lewat pernyataan itu ia ajak semua elemen di Aceh Selatan untuk bahu membahu bersama tokoh masyarakat di pantai barat-selatan Aceh memperjuangkan pemekaran Provinsi ABAS, sebagaimana yang sedang diperjuangkan oleh kabupaten lain di wilayah barat selatan Aceh.

Sukandi menyampaikan tiga hal yang menjadi tuntutan mereka yang berunjuk rasa kemarin. Pertama, menolak Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang berbau separatis, karena rakyat Aceh Selatan khawatir suasana yang sudah tenteram ini akan bergejolak dan timbul konflik politik dan konflik lainnya.

Kedua, meminta pemerintah pusat segera mengesahkan Provinsi ABAS pada tahun 2013. “Ketiga, kami seprinsip menolak Qanun Wali Nanggroe, karena keberadaan lembaga ini hanya akan memboroskan keuangan daerah saja. Terlebih lagi Qanun WN itu dirumuskan atas kehendak suatu golongan saja, bukan kehendak masyarakat Aceh keseluruhannya,” ujar Sukandi.

Teuku Sukandi yang juga mantan anggota DPRK Aceh Selatan ini juga mengatakan, legislatif dan eksekutif Aceh benar benar berpihak kepada rakyat tentunya mereka tidak memprioritaskan qanun qanun yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi mayoritas masyarakat Aceh. Sebab, masih ada janji di masa kampanye yang lebih prioritas untuk diselesaikan ketimbang qanun qanun tersebut.

Dulu, kata Sukandi, pasangan Dokter Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf saat kampanye di sejumlah daerah di Aceh berjanji akan memberi 1 juta rupiah kepada keluarga miskin per bulan. Tapi kenapa janji tersebut sampai saat ini tidak direalisasikan? Kenapa justru qanun yang mementingkan pribadi dan golongan yang lebih diutamakan? “Apakah itu namanya pemerintah yang prokepentingan rakyat? Berangkat dari pemikiran rasional inilah kita ingin memisahkan diri dari Provinsi Aceh. Kita akan hijrah dari Serambi Makkah ke Serambi Madinah. Oleh karenanya, mari bersama sama kita satukan tekad dan semangat untuk mewujudkan cita cita tersebut,” seru Teuku Sukandi bersemangat.

Orator lainnya, Bestari Raden alias Tgk Rimung Lam Kaluet menambahkan, “Sudah berapa banyak tokoh intelektual yang lahir di wilayah pantai barat selatan Aceh, baik yang di luar negeri maupun yang di dalam negeri. Tapi sampai saat ini wilayah kita masih terlihat dikerdilkan dan dimarginalkan oleh Pemerintah Aceh. Oleh karenannya, mari bersama sama kita bangun kembali Aceh barat selatan ini demi anak cucu kita ke depan supaya tidak terus terusan dikerdilkan dan dimarginalkan,” ajak  dalam orasinya.

Bestari juga meminta DPRK setempat untuk tidak hanya mementingkan nasib sendiri dalam menyikapi prsoalan yang kini sudah jadi polemik di tengah masyarakat Aceh. Dewan dia minta melakukan gebrakan demi terciptanya masyarakat Aceh yang adil dan makmur secara keseluruhan, bukan hanya sebatas memperjuangkan qanun yang sama sekali tak menyentuh kepentingan masyarakat banyak.

“Wali itu lahir dari ulama yang benar benar bisa menyatukan dan menjadi panutan bagi sekalian umat di negeri syariah ini, itu pun dalam keadaan perang. Tapi dalam kondisi damai seperti ini malah Qanun Wali Nanggroe itu yang menjadi prioritas bagi eksekutif dan legislatif untuk dibahas ketimbang qanun yang benar benar menyentuh kepentingan rakyat banyak. Di mana janji Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh saat berkampanye dulu?” gugat Bestari Raden.

Usai keduanya berorasi, Teuku Sukandi menyerahkan pernyataan sikap tertulis GAM AS itu kepada Wakil Ketua DPRK Aceh Selatan dari Partai Demokrat, Marsidiq. Saat itu Marsidiq didampingi anggota DPRK lainnya, yakni Zulfar Arifin SAg (PKPI), Hendriyono (PKPI), dan Teuku Mudasir (Partai Golkar). (tz)

Akan Diprioritaskan

Sejauh yang kita amati, masalah ini (Qanun Wali Nanggroe serta Raqan Bendera dan Lambang Aceh -red) bukan cuma diprotes di Aceh Selatan, tapi juga di beberapa kabupaten dan kota di Aceh. Oleh karenanya, perlu kita tindak lanjuti agar dibahas bersama Komisi A DPRK Aceh Selatan.

Apakah akan kami keluarkan rekomendasi nantinya, itu sangat tergantung pada hasil pembahasan bersama di komisi. Yang pasti, persoalan ini akan kami prioritaskan pembahasannya.
* Marsidiq, Anggota DPRK Aceh Selatan dari Partai Demokrat. (tz)

Jangan Dijadikan Warga Kelas Dua

Di mata TAF Haikal, isu pemekaran yang saat ini kembali disuarakan oleh masyarakat barat-selatan Aceh dengan tuntutan agar segera lahir Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS), bukanlah hal baru. “Sudah sejak pemerintahan sebelumnya tuntutan seperti ini bergema,” kata Juru Bicara Kausus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh itu menjawab Serambi di Banda Aceh, Kamis (29/11) kemarin.

Lalu, kenapa tuntutan itu kini kembali bergema? “Itu karena apa yang dirasakan masyarakat barat selatan masih belum jauh berbeda dengan apa yang dialami pada masa pemerintahan sebelumnya,” jawab Haikal. Ia menyatakan, bukan Qanun Wali Nanggroe yang memicu maraknya tuntutan pemekaran ini, tetapi lebih karena rasa keadilan, ketimpangan dalam pembangunan, tersendatnya arus aspirasi, dan yang lebih fatal lagi adalah masyarakat barat-selatan merasa dijadikan sebagai warga kelas dua di provinsi ini. “Sedianya, jangan sampai begitu.”

Sebetulnya, menurut Haikal, tuntutan ini tidak perlu ditanggapi berlebihan oleh pemerintah sekarang, tetapi harus dijawab lewat kerja keras dan karya yang nyata. Artinya, berikan rasa keadilan, pemerataan pembangunan, jangan tutup arus aspirasi mereka, dan tempatkan mereka setara dengan warga lain di bagian Aceh lainnya.

“Kalau ini mampu diwujudkan oleh pemerintahan sekarang di bawah kepemimpinan Dokter Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, saya yakin tuntutan pemekaran akan berangsur memudar. Soalnya, apa yang mereka harapkan sudah tercapai,” demikian Haikal. (sup)
 
 http://aceh.tribunnews.com/m/index.php/2012/11/30/gam-as-tuntut-pemekaran
 

Jumat, 12 Oktober 2012

1.000 Tanda Tangan Dukungan Masyarakat Aceh untuk KPK

Penulis : Mohamad Burhanudin | Kamis, 11 Oktober 2012 | 15:49 WIB
BANDA ACEH, KOMPAS.com – Dukungan untuk penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari upaya pelemahan terus mengalir dari masyarakat Aceh. Koalisi Masyarakat Aceh Save KPK, Kamis (11/10/2012),  menyatakan mendukung penguatan KPK dalam pemberantasan korupsi serta menolak revisi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Koalisi yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Aceh dan beberapa kalangan akademisi tersebut juga menggagas 1.000 tanda tangan dukungan upaya penyelamatan KPK. Pengumpulan tanda tangan tersebut mulai dilakukan Rabu (10/10/2012). Tak hanya kalangan aktivis, tanda tangan juga melibatkan mahasiswa, politisi lokal, kalangan akademisi, ulama, media massa, budayawan, dan masyarakat umum.
LSM yang tergabung dalam koalisi tersebut di antaranya Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), NGO Hak Asasi Manusia Aceh, Wahana Lingkungan Hidup Aceh, Forum LSM Aceh, dan Transparancy International Indonesia (TII). Ada pula sejumlah akademisi dan aktivis Aceh, seperti dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Saifuddin Bantasyam, dosen Ilmu Sosiologi Unsyiah Saleh Sjafei, Suraiya Kamaruzaman (aktivis perempuan), Taf Haikal (aktivis), dan sejumlah mahasiswa.
Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian, mengatakan, sejak KPK lahir, citra KPK di mata publik sangat baik. Publik memiliki harapan, KPK merupakan lembaga yang sangat kuat yang dapat membantu Indonesia dalam memberantas korupsi. Selama keberadaannya, kinerja KPK juga terbukti sangat bagus.
Dalam kurun waktu tahun 2011 saja, KPK sudah menyelamatkan kekayaan negara hingga Rp 159,9 triliun dan mengembalikan kerugian negara dari penanganan tindak pidana korupsi mencapai Rp 134,7 miliar pada tahun 2011, dan mencapai Rp 975 miliar sejak tahun 2008-2011. "Kinerja yang demikian merupakan sesuatu yang sangat membanggakan di tengah maraknya korupsi di Indonesia," kata Alfian.
Namun, beberapa pihak sepertinya tak menyukai kinerja bagus yang diperlihatkan oleh KPK, dan karena itu berusaha menghambat dengan berbagai cara. Cara-cara yang bersifat menghambat itu, misalnya, dalam bentuk kriminalisasi KPK, penarikan penyidik KPK oleh Polri dengan alasan yang tidak rasional, penolakan DPR untuk menyetujui anggaran pembangunan gedung KPK, dan melalui usulan revisi UU KPK.
"Tindakan Polda Bengkulu yang ingin menangkap penyidik KPK Kompol Novel Baswedan pada Jumat 5 Oktober lalu menjadi bukti kuat bahwa Polri sendiri berada dalam barisan yang ingin memperlemah kinerja KPK," tutur Alfian.
Terkait dengan hal tersebut, Koalisi Masyarakat Aceh mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menerbitkan peraturan pemerintah yang mengatur tentang sinergitas peran antara KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan institusi penegakan hukum lainnya.
"Kami meminta agar PP tersebut tidak sampai menjadi agenda tersembunyi yang legal untuk mengebiri peran KPK sebagaimana diatur dalam UU tentang KPK," kata Koordinator Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad.
Koalisi juga mendesak DPR, khususnya Komisi III, membatalkan rencana revisi UU tentang KPK. Wacana revisi tersebut dipandang publik bukan bagian dari keinginan kuat untuk menguatkan KPK, melainkan skenario untuk membatasi gerak cepat KPK.
Presiden dan DPR diminta mengalokasikan anggaran yang cukup untuk mendukung efektivitas kerja-kerja KPK di masa mendatang. Anggaran ini diperlukan tidak hanya karena banyaknya kasus yang diperiksa, tetapi juga karena kasus-kasus itu tak hanya terjadi di Pulau Jawa, melainkan juga di berbagai daerah lain di seluruh Indonesia, yang karena itu memerlukan anggaran yang cukup bagi KPK.
Koalisi juga meminta Kepala Polri dan Kejaksaan Agung senantiasa meningkatkan sinergisitas penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi, baik dalam penyelidikan maupun penyidikan sesuai dengan dengan amanat Presiden. Mendukung sepenuhnya kerja-kerja KPK baik di level nasional maupun daerah dalam rangka menuju Indonesia bersih dari korupsi di tahun-tahun mendatang.
"Kami juga meminta KPK untuk tidak melupakan Aceh. KPK harus segera menyelesaikan kasus-kasus indikasi korupsi yang selama ini terjadi di Aceh dan yang sudah beberapa tahun sebelumnya dilaporkan kepada KPK," tandas Alfian.


 http://nasional.kompas.com/read/2012/10/11/15495893/1.000.Tanda.Tangan.Dukungan.Masyarakat.Aceh.untuk.KPK

Jumat, 28 September 2012

Teuku Mudafarsyah Pimpin RAPI Baiturrahman

Senin, 24 September 2012 09:26 WIB

240912foto_9.jpg
Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal (kiri) melantik Pengurus RAPI Kecamatan Baiturrahman diketuai Teuku Mudafarsyah (kanan) di Aula Balai Kota Banda Aceh, Sabtu (23/9)
BANDA ACEH - Komunitas relawan komunikasi yang bernaung di bawah wadah organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh, Minggu (23/9) melaksanakan Musyawarah Kecamatan (Muscam) II di Aula Balai Kota Banda Aceh. Melalui muscam tersebut terpilih Teuku Mudafarsyah (JZ01BHM) sebagai ketua periode 2012-2014 menggantikan Saiful Bintang (JZ01BSB).

Dalam prosesi Muscam II, terjaring dua calon ketua, yaitu Azhari (JZ01BIZ) dan Teuku Mudafarsyah (JZ01BHM). Pada tahap pemilihan ketua, Teuku Mudafarsyah mengumpulkan 19 suara sedangkan Azhari 18 suara.

Muscam II RAPI Kecamatan Baiturrahman dibuka Sekcam Baiturrahman dihadiri Kapolsek AKP Abdul Muthalib SE MM serta yang mewakili Danramil Baiturrahman. Pelantikan Pengurus RAPI Baiturrahman periode 2012-2014 dilakukan Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal (JZ01BTH).

Kepengurusan periode 2012-2014 RAPI Kecamatan Baiturrahman terdiri unsur Dewan Pengawas dan Penasehat masing-masing Ir Buni Amin (JZ01ABA), Ir M Arfiansyah (JZ01BY), Ir Iswar (JZ01BI), Rusdi ST (JZ01BOZ), dan Noerdin MT (JZ01BDN).

Di jajaran pengurus harian, Teuku Mudafarsyah sebagai ketua dibantu Azhari sebagai wakil ketua. Sekretaris Al Faisal (JZ01BBF), dan Bendahara Nurhayati (JZ01BN).

Kepengurusan itu dilengkapi Seksi Manajemen Organisasi diketuai Muhammad Isa (JZ01BTS), Seksi Koordinasi Antar-anggota diketuai M Rasmudi (JZ01BLA), Seksi Personalia & SDM diketuai Safrijal Juanda (JZ01BJN), Seksi Monitoring dan Evaluasi Organisasi diketuai Zamzami (JZ01AMI), Seksi Hubungan Kerja Antar-institusi Kecamatan dan Kemasyarakatan diketuai Syarifuddin (JZ01BLH), dan Ketua Seksi Publikasi dan Operasional Kecamatan Iskandar (JZ01BG).(nas)


http://aceh.tribunnews.com/2012/09/24/teuku-mudafarsyah-pimpin-rapi-baiturrahman

Rabu, 19 September 2012

Berharap Sepmor Modifikasi untuk Mengajar Ngaji

Senin, 17 September 2012 10:03 WIB
HINGGA kini impian Arnas (35) untuk memiliki sepeda motor (sepmor) yang dirancang khusus (modifikasi) untuk penyandang cacat masih sebatas mimpi. Padahal dengan sepmor khusus itu Arnas yakin mampu mencari nafkah sebagai pedagang keliling guna menafkahi keluarga termasuk melakukan aktivitas sosial dan ibadah, seperti mengajar ngaji anak-anak di kampungnya, Dusun Nilam, Gampong Air Pinang, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan.

Sejak 18 September 2008, Arnas ditakdirkan harus menjalani hari-hari pilu dan penuh duka. Ayah satu putra dan satu putri ini hanya bisa duduk di kursi roda atau rebahan di tempat tidur akibat kedua kakinya tak bisa difungsikan setelah terjatuh dari pohon pala saat mengambil upahan memetik pala orang sekitar empat tahun lalu.

“Saya terjatuh dari ketinggian sekitar 5 meter. Tulang pangkal paha saya copot. Kedua kaki saya tak bisa digerakkan apalagi berdiri. Sudah berobat kemana-mana namun belum juga sembuh,” ujar Arnas didampingi istrinya, Ernawati ketika bincang-bincang dengan Serambi di rumahnya, beberapa waktu lalu.

Sejak Arnas sakit, sang istri harus mengambil alih mencari nafkah dengan menjadi tukang cuci pakaian orang. Pendapatannya hanya cukup untuk makan pas-pasan dan jajan anak-anaknya yang sedang dalam pendidikan. Anak tertuanya, Surahus Riana (12) kini duduk di kelas II SMP 2 Tapaktuan sedangkan adiknya, Surya Hidayat (7) masih di kelas I MIN Air Pinang. “Sering kami tak makan dan anak-anak saya sering juga tak bisa sekolah karena tak ada uang,” ujar Arnas sambil meneteskan air mata.

Dalam kondisi tak berdaya seperti itu, Arnas tetap berharap bisa menafkahi keluarga termasuk membiayai pendidikan kedua anaknya. Dia juga sangat merindukan bisa melaksanakan ibadah dengan baik, bahkan mengajar ngaji anak-anak di kampungnya yang memang menjadi salah satu profesinya di masyarakat. “Saya selalu memimpikan bisa memiliki sepmor modifikasi untuk berdagang keliling. Dengan kendaraan itu saya juga bisa melakukan aktivitas sosial termasuk mengajar ngaji anak-anak di kampung,” ujar Arnas dibenarkan istrinya.

Usaha Arnas dan istrinya untuk mewujudkan impian tak pernah berhenti. Melalui seorang tokoh muda Aceh Selatan di Banda Aceh, TAF Haikal, Arnas melayangkan sepucuk surat ke Dinas Sosial (Dinsos) Aceh. Harapannya, ya itu tadi, berharap Pemerintah Aceh melalui Dinsos memfasilitasi dirinya dengan sepeda motor modifikasi. Semoga mimpi Arnas tak lagi sebatas mimpi.

Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial (Banjamsos) Dinsos Aceh, Drs Burhanuddin Usman, yang ditanyai Serambi beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya bisa memaklumi kebutuhan Arnas. Ia juga memberi apresiasi atas semangat Arnas yang tak mau menyerah meski kedua kakinya cacat.

“Wajar jika dia memohon bantuan sepeda motor modifikasi karena memang kendaraan itu yang cocok untuk yang bersangkutan. Sayangnya untuk tahun 2012 ini sudah tak ada lagi dan Insya Allah akan kita masukkan untuk program 2013,” katanya.(nasir nurdin/taufik zass)
 
 
http://aceh.tribunnews.com/m/index.php/2012/09/17/berharap-sepmor-modifikasi-untuk-mengajar-ngaji

Selasa, 04 September 2012

Aceh Memiliki SDA dan SDM Melimpah untuk Maju

Aceh Bisnis Selasa, 28 Agt 2012 07:20 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh . Juru bicara Kaukus Pantai Barat – Selatan, TAF Haikal menyatakan optimis Aceh di bawah pimpinan Gubernur Doto Zaini Abdullah dan wakilnya Tgk Muzakir Manaf secara ekonomi akan mencapai kemajuan di masa mendatang.
Karena, selain Aceh memiliki segala sumber daya alam (SDA) yang
melimpah, juga memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tangguh untuk
maju.

Menurut Haikal, kini saatnya Pemerintah Aceh mulai membangun ekonomi untuk membuat seluruh rakyat Aceh sejahtera. Apalagi Zaini – Muzakir punya modal yang luar biasa yaitu tekad dan optimisme yang tinggi untuk membangun Aceh secara seimbang.

Artinya, Aceh tidak hanya dibangun ke wilayah pantai timur, tetapi pemerintah perlu membangun wilayah barat – selatan hingga wilayah tengah sampai pedalaman Aceh, agar bisa mencapai kemajuan yang sama dengan daerah lain yang telah lebih dulu maju. 

“Itu adalah tekad dan spirit gubernur untuk membangun Aceh yang harus mendapat dukungan dari semua rakyat,” kata Haikal yang pernah terlibat dalam proses damai Aceh ini, Senin (27/8).

Ditegaskan, semua elemen masyarakat terutama pengusaha muda yang tersebar di kabupaten/kota akan mendukung gebrakan gubernur-wakil gubernur membangunan Aceh. 

Dukungan masyarakat dan pengusaha, kata Haikal, bukan tanpa alasan, mereka mendukung karena gubernur dan wakilnya memiliki tujuan perjuangan yang sangat jelas yaitu tekad memerdekakan rakyat Aceh dari kemiskinan dan kebodohan.

“Saya yakin gubernur tidak sendiri dalam membangun Aceh yang tidak hanya memiliki sumber daya alam, tetapi juga memiliki SDM berlimpah termasuk kalangan pers yang selalu siap mendukung Beliau dalam membangun daerah,” kata Haikal. 

Menurutnya, kemampuan dan kesetiaan orang Aceh sangat bagus, tidak perlu diragukan. Karena itu, dirinya sangat yakin kalau Aceh di bawah komando Zaini – Muzakir akan berkembang maju dalam lima tahun ke depan.

Namun bagi tenaga SDM yang ditempatkan membantu gubernur seperti pimpinan SKPA, asisten, kepala biro maupun staf ahli, Haikal menyarankan perlu penanganan yang baik dan selektif sehingga mereka yang terpilih adalah orang-orang yang mampu membantu kinerja sekaligus mampu membangun imej gubernur – wakil gubernur yang kuat di mata masyarakat maupun pemerintah pusat. 

Jangan Mengganggu
TAF Haikal mengakui,  SDM Aceh bagus-bagus tapi gubernur perlu berhati-hati dalam memilih pembantunya, karena jangan sampai orang yang diberikan kesempatan justru tidak mampu mengikuti rencana-rencana pembangunan yang sudah disusun secara baik oleh gubernur.

“Jangan nanti, udah tidak mampu, jangan pula merusak. Karena itu, perlu menempatkan orang-orang yang memiliki dedikasi, kompeten dan professional,” ujarnya.  

Dia juga menyarakan agar gubernur memberikan perhatian sekaligus pembinaan yang tidak terputus kepada pengusaha Aceh sehingga terbentuk SDM yang tangguh dan mereka mampu mengelola sumber daya alam. 

Jika hal itu mendapat perhatian pemerintah maka dirinya yakin, ajakan Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf agar pengusaha asal Aceh pulang kampung untuk ikut membangun dan meningkatkan perekonomian serta perdagangan daerah akan segera terwujud. Pasalnya, ini juga merupakan sebuah tanggung jawab moral bagi pengusaha-pengusaha asal Aceh yang hidup di rantau.

Apalagi ajakan wakil gubernur ini merupakan langkah tepat dalam upaya mensejahterakan masyarakat Aceh dan sekaligus membangun perekonomian di Aceh. 

“Jadi SDA dan SDM-nya seimbang. Keberadaan kedua sumber daya ini perlu pembinaan dan sentuhan tangan pemerintah agar menghasilkan tujuan yang lebih maksimal,” ujar Haikal.(ht anwar ibr riwat)


http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/08/28/112316/aceh_memiliki_sda_dan_sdm_melimpah_untuk_maju/

RAPI Banda Aceh Santuni 30 Yatim

Senin, 13 Agustus 2012 09:24 WIB
BANDA ACEH - Relawan komunikasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kota Banda Aceh, Minggu (12/8) melaksanakan buka puasa bersama dirangkai dengan tausiah Ramadhan oleh Drs Abdul Syukur MAg dan penyaluran santunan untuk 30 anak yatim. Agenda rutin tahunan tersebut berlangsung di Sekretariat RAPI Kota Banda Aceh, Aula Lantai II Gedung Terminal Terpadu, Banda Aceh.

Pada acara buka puasa relawan RAPI tahun ini ikut berbaur Ketua DPRK Banda Aceh Yudi Kurnia bersama salah seorang anggota, Yusmaizal, Wakapolres AKBP Drs Sugeng Hadi Sutrisno, Pjs Pasi Ops Kodim 0101/BS Kapten Inf Ary Susetyo, Kakan Kesbang Kota Banda Aceh Syahrullah, dan Ketua RAPI Aceh T Feriansyah (JZ01BC) bersama jajaran pengurus provinsi.

Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal (JZ01BTH) melaporkan, kegiatan itu sepenuhnya didukung anggota maupun simpatisan RAPI. Seperti biasanya, buka puasa bersama selain diikuti anggota bersama keluarga juga undangan dari Muspida Kota Banda Aceh dan lintas organisasi. “Tahun ini panitia berhasil menggalang bantuan dari internal anggota maupun simpatisan sehingga bisa melaksanakan kenduri ini,” katanya.(nas)
 
 
http://aceh.tribunnews.com/2012/08/13/rapi-banda-aceh-santuni-30-yatim

Sabtu, 11 Agustus 2012

Kawasan Barat dan Selatan Aceh Ideal untuk Industri Perikanan

Aceh Bisnis Kamis, 09 Agt 2012 07:55 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Kawasan pesisir pantai barat dan selatan Aceh dinilai strategis dan ideal untuk pengembangan industri perikanan terpadu, kata Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal.
"Kawasan pesisir barat dan selatan Aceh memiliki banyak keunggulan dikembangkan investasi bidang perikanan sampai ke prosesing hasil tangkapan sumberdaya kelautan," katanya di Banda Aceh, Rabu (8/8).

Pesisir barat dan selatan Aceh meliputi beberapa kabupaten merupakan wilayah pegunungan dan perairan laut yang luas berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.  Untuk wilayah darat, Haikal menjelaskan, sangat potensial dibangun industri prosesing (hilir), misalnya pengolahan ikan sampai ke pengepakan (packing), selanjutnya dipasarkan baik untuk kebutuhan pasar dalam maupun luar negeri.

"Bahan baku untuk industri, seperti ikan itu tentunya dipasok dari hasil tangkapan nelayan di perairan laut wilayah pesisir barat dan selatan Aceh yang luas pantainya terbentang panjang hampir mencapai 500 kilometer," katanya menambahkan.

Haikal menjelaskan, jika pemerintah mewujudkan pesisir pantai barat dan selatan Aceh menjadi zona industri perikanan dan kelautan, maka akan memberi manfaat juga bagi upaya perlindungan kekayaan laut nelayan asing.

"Selama ini, nelayan asing sering menjarah ikan di perairan laut  barat dan selatan Aceh dikarenakan kemampuan nelayan lokal terbatas sarana tangkap, juga karena jika hasil tangkapan melimpah maka harganya anjlok disebabkan tidak tertampung pasar," katanya.

Haikal memastikan, jika pemerintah dan dunia usaha mau mewujudkan pesisir barat dan selatan Aceh menjadi kawasan industri perikanan dan kelautan terpadu, maka akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi di propinsi ini.

"Kita tidak berharap investasi yang dilakukan di Aceh justru dapat menuai kekisruhan sosial yang mengandalkan kekayaan perut bumi semata. Konflik puluhan tahun harus benar-benar dijadikan pengalaman pahit dalam membangun Aceh," harapnya. (ant)

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/08/09/110204/kawasan_barat_dan_selatan_aceh_ideal_untuk_industri_perikanan/#.UCePVKDENAg

Selasa, 07 Agustus 2012

Ujung Tombak Tumpul, Eksekusi Mandul

Suatu hari menjelang senja di Pantai Ulee Lheue, Banda Aceh. Sebut saja nama Ghafur. Ghafur adalah salah seorang Komandan Regu Wilayatul Hisbah (WH) Kota Banda Aceh. Hari itu, bersama lima orang rekannya, Ghafur tengah melakukan razia khalwat di pantai yang kerap dijadikan muda-mudi untuk berbuat maksiat.
Dari jarak pandang yang relatif jauh. Ghafur melihat sebuah mobil mencurigakan. Samar-samar ia melihat dua sejoli yang tengah memadu kasih di dalam mobil itu. Untuk menghilangkan rasa penasaran, ia lalu mengajak kelima rekannya mendekati mobil itu. Benar saja, di dalam mobil tersebut ada yang tengah berkhalwat.
Ghafur lalu mengetuk kaca mobil tersebut. Saat perlahan-lahan kaca mobil itu diturunkan, ia tak melihat sedikit pun guratan wajah bersalah dari sepasang pelaku mesum itu. Justru Ghafur dibuat kaget. Ia diperlihatkan senjata api sejenis revolver oleh lelaki yang berada di dalam mobil.
“Ini (peluru) cukup untuk kalian ber-enam,” kata Ghafur menirukan perkataan lelaki itu.
Karena anggota WH tak dilengkapi senjata, maka Ghafur dan rekannya bergegas menjauhi mobil itu.
Pada fragmen lain, Mahyeddin Husra, warga Aceh, dibuat gusar ketika melihat belasan pasangan muda-mudi tengah berkhalwat secara massal di pinggiran Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Sabtu (4/6/2011) malam. Bahkan ada sepasang pelaku mesum itu terlihat berani saling merangkul dan menjamah anggota tubuh.
“Kalau begini, apa bedanya Aceh dengan Jakarta atau kota-kota lain? Negeri yang bersyariat kok seperti ini?” kata Mahyeddin kepada Suara Hidayatullah dengan suara lirih.
Tak tahan melihat kemungkaran di depan matanya, ia lalu menelepon kenalannya yang bertugas sebagai anggota WH. Di ujung telepon sana bukan respon baik yang diterima Mahyeddin, malah keluhan sang WH yang diterimanya.
“Dia (anggota WH tadi -red) bilang WH sudah payah. Tak sanggup dengan kondisi yang terbatas harus menertibkan pelaku maksiat yang semakin banyak,” ujar Mahyeddin menirukan suara yang didengarnya di ujung telepon.
Dari dua fragmen di atas terungkap sebuah fakta tentang ketidakberdayaan WH mengawal syariat. Akibatnya pelanggaran-pelanggaran qanun, seperti berkhalwat, mudah sekali ditemukan di daerah yang terkenal dengan sebutan Tanah Rencong itu.
Selain Pantai Ulee Lheue dan Lapangan Blang Padang, di sejumlah kedai kopi di Banda Aceh juga mudah ditemukan muda-mudi yang berkhalwat. Berdasarkan pengamatan Suara Hidayatullah, di jalan Soekarno-Hatta terdapat kedai-kedai kopi beratap langit tanpa alat penerangan yang sering dimanfaatkan untuk berbuat mesum.
Di jembatan Pante Pirak beda lagi. Jembatan yang hanya berjarak ratusan meter dari Masjid Raya Baiturrahman itu setiap malam Ahad berkumpul para anak baru gede (ABG). Bahkan di jembatan itu pernah dijadikan tempat kumpul anak-anak Punk, atau berandalan.
Ketika Suara Hidayatullah melintas di atas jembatan Pante Pirak, terlihat ada beberapa ABG perempuan yang tidak berjilbab. Mereka bercengkerama dengan teman-teman lelakinya tanpa jarak. Meski di sana-sini terjadi pelanggaran qanun, tetapi tidak terlihat petugas WH berpatroli.
Minim Dukungan
Keterbatasan yang dimiliki WH sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat Aceh. Kekurangan personil hingga pada persoalan minimnya anggaran operasional merupakan dinamika yang terjadi dalam pasukan pengawal syariat ini.
Komandan Operasional WH Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Teungku Adin mengatakan selama ini WH tidak mendapat dukungan penuh dari lembaga legislatif dan eksekutif. “Tidak ada dukungan dari para pihak yang membentuk WH. Termasuk dukungan fasilitas dan dana,” kata Adin saat ditemui Suara Hidayatullah di Kantor WH Provinsi NAD, Jalan T Nyak Arief Jambo Tape, Banda Aceh.
Adin mengaku, anggota WH sering terlibat bentrokan dengan oknum yang mengaku aparat saat melakukan penertiban. Sampai saat ini, kata Adin, belum ada anggota polisi ataupun tentara pelanggar qanun yang berhasil diproses hingga ke Mahkamah Sar’iyah (MS). Sehingga ada kesan jika qanun itu hanya berlaku bagi masyarakat sipil.
Belum Dieksekusi
Menurut data Mahkamah Sar’iyah Provinsi Aceh, kasus judi atau maisir menjadi jumlah terbanyak dalam perkara jinayat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 kasus judi yang tercatat dan masuk ke MS sebanyak 102 kasus. Sementara urutan kedua dan ketiga adalah kasus khalwat dengan 25 kasus dan khamar dengan 8 kasus.
Wakil Ketua MS Provinsi Aceh, Armia Ibrahim, SH, mengungkapkan angka-angka kasus di atas tidak semuanya tuntas sampai proses eksekusi. Tercatat sejak tahun 2005 sampai Oktober 2010 setidaknya ada 103 kasus jinayat yang belum dieksekusi (lihat tabel).
Penyebabnya, kata Armia, karena terdakwa sudah tidak ada di tempat. Pelaku tidak dapat ditahan, sehingga dengan leluasa melarikan diri. Selama ini pelaku pelanggar qanun tidak bisa ditahan (dipenjara) sampai vonis jatuh, karena memang belum ada aturan yang membolehkannya.
Seharusnya, jelas Armia, Qanun Hukum Acara Jinayat yang saat ini tertahan di tangan gubernur segera disahkan. Qanun yang sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akhir 2009 lalu ini mengatur dibolehkannya penahanan pelaku.
Penyebab lainnya adalah persoalan teknis. Pihak eksekutor, dalam hal ini kejaksaan, masih berpikir sempit terkait tata laksana eksekusi.
“Mereka masih berpikir jika proses eksekusi harus menggunakan panggung, menyediakan konsumsi, dan honor untuk tim eksekutor. Malah, awal-awal dulu mereka yang menerima hukuman cambuk diberi uang dan kain sarung. Hal inilah yang membuat biaya jadi membengkak,” jelas Armia kepada Ibnu Syafaat dari Suara Hidayatullah awal Juni lalu di Banda Aceh.
Padahal, lanjut Armia, pelaksanaan eksekusi tidak harus seperti itu. Sederhana saja, asal memenuhi Peraturan Gubernur tahun 2005.
Tidak Berwibawa
Tidak bertajinya lembaga yang berperan sebagai ujung tombak penegakan syariat Islam, seperti WH dan Kejaksaan membuat banyak kasus-kasus pelanggaran qanun tidak ditindak. Kalaupun ditindak, jarang yang sampai ke proses eksekusi. Efeknya, kata Armia, wibawa hukum menjadi berkurang.
“Masyarakat bakal melihatnya seperti main-main. Ini bahkan bisa menjatuhkan penegak hukum karena kurang tegas,” ujar Armia.
Lemahnya lembaga eksekutor qanun ini juga dirasakan Teungku Muslim Ibrahim, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. “Sebaik-baiknya aturan, kalau tidak ada eksekutor maka percuma saja. Jadi persoalan eksekutor inilah yang saat ini masih kurang,” jelas Muslim.
Polisi Syariat
Untuk menuju terciptanya lembaga penegak hukum yang kuat dan berwibawa, TAF Haikal, Ketua Dewan Perwakilan Anggota Forum LSM Aceh mengusulkan agar Pemerintah Aceh melakukan gebrakan, seperti pembentukan polisi syariat.
Menurut Haikal, sebagai provinsi istimewa, Aceh memiliki perbedaan-perbedaan yang tidak dimiliki provinsi lain. “Kalau di daerah lain MUI (Majelis Ulama Indonesia -red), maka di Aceh disebut MPU. Kalau di provinsi lain DPRD, maka di Aceh disebut DPRA. Begitu juga dengan polisi. Kalau di daerah lain Polri, maka seharusnya di Aceh itu ada polisi syariat,” papar Haikal.
Polisi syariat yang dimaksud Haikal adalah polisi yang menggantikan peran Polri. Polisi yang dilengkapi persenjataan seperti halnya Polri.
Sementara, untuk mensiasati belum terbitnya Qanun Hukum Acara Jinayat, Kepala Seksi Bimbingan dan Penyuluhan Syariat Islam Dinas Syariat Provinsi NAD, Syukri Muhammad Yusuf, menawarkan jalan keluar.
“Karena belum ada aturan yang membolehkan penahanan pelaku, maka jalan keluarnya adalah sidang kilat. Cukup sehari. Misalnya pagi tertangkap tangan melanggar qanun, siang hadirkan hakim dan jaksa. Kemudian sore dieksekusi,” ujar Syukri. * SUARA HIDAYATULLAH, JULI 2011


http://majalah.hidayatullah.com/?p=2673

Sabtu, 04 Agustus 2012

Nakhoda dan Juru Mudi KM Artika Ditemukan

Kapal Tenggelam
Penulis : Mohamad Burhanudin | Sabtu, 4 Agustus 2012 | 10:44 WIB

shutterstock Ilustrasi
BANDA ACEH, KOMPAS.com — Lima dari 11 awak Kapal Mesin (KM) Artika yang tenggelam di perairan sebelah timur laut Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, ditemukan selamat, Jumat (3/8/2012) sore. Dari lima orang yang ditemukan itu, dua di antaranya adalah nakhoda dan mualim kapal.
Mereka ditemukan di perairan Pulau Rondo, Sabang, sekitar 50 mil dari lokasi awal kapal bermuatan 325 ton beras dan 2 ton bawang serta terigu itu tenggelam.
Data yang diperoleh Kompas dari pantauan Radio Antar-Penduduk Indonesia (RAPI) Banda Aceh menyebutkan, lima orang yang ditemukan itu adalah Riswal (nakhoda), Iskandar (juru mudi), Jais (mualim), jailani (chip), dan Idham (juru mudi).
"Kelimanya dievakusi ke posko penjemputan di Teluk Sabang," kata Ketua RAPI Banda Aceh Taf Haikal yang memantau melalui fasilitas repiter RAPI Sabang, Jumat malam.
Dengan demikian, masih ada sekitar enam awak yang belum ditemukan. Penemuan lima awak kapal tersebut oleh masyarakat Sabang menggunakan kapal pariwisata di Sabang.
Tenggelamnya kapal yang dalam manifesnya tertulis memuat 325 ton beras dan 2 ton bawang merah serta terigu tersebut diketahui kali pertama sekitar pukul 16.30, Kamis (2/8/2012) . Saat itu, salah seorang anak buah kapal (ABK) kapal sempat menghubungi petugas SAR Aceh di Banda Aceh. Kapal tersebut berangkat dari Penang, Malaysia, dengan tujuan Sabang.
Kerusakan pada lambung kapal dan ruang mesin pada kapal yang berkapasitas 199 gross ton itu diduga karena empasan gelombang laut dan badai. Cuaca buruk dalam beberapa waktu terakhir kerap menghampiri perairan Aceh.
Editor :
Agus Mulyadi
 http://regional.kompas.com/read/2012/08/04/10444160/Nakhoda.dan.Juru.Mudi.KM.Artika.Ditemukan

Pencarian KM Artika yang tenggelam dihentikan sementara


Jumat, 3 Agustus 2012 03:25 WIB |

Banda Aceh (ANTARA News) - Tim penyelamat menghentikan sementara pencarian kapal muatan (KM) Artika yang diperkirakan tenggelam di perairaan Sabang, Provinsi Aceh pada Jumat dini hari pukul 01.35 WIB.

Ketua Radio Amatir Penduduk Indonesia (RAPI) Kota Banda Aceh JZ 01 BTH TAF Haikal di Banda Aceh, Jumat mengatakan tim yang terdiri dari Basarnas, Pol Airud dan relawan telah menghentikan sementara pencarian KM Artika beserta awaknya.

"Informasi yang kami terima seluruh tim yang menyisir kawasan perairan Sabang-Pidie-Krueng Raya telah kembali ke Balohan Kota Sabang dan pencarian akan dilanjutkan kembali pada pukul 07.00 WIB," kata TAF Haikal.

Kapal kargo KM Artika yang diperkirakan membawa 250 ton beras dan 2 ton gula pasir itu dilaporkan kehilangan kontak pada Kamis (2/8) sekitar pukul 17.00 WIB.

Kapal konstruksi kayu yang juga membawa 10 ABK itu diduga tenggelam kerena mengalami kebocoran lambung.

"Sebelum hilang kontak, awak kapal sempat berkomunikasi dengan Syahbandar sekitar pukul 16.30 WIB," katanya. (IRW)

http://www.antaranews.com/berita/325348/pencarian-km-artika-dihentikan-sementara

Kapal KM Artika Tenggelam di Perairan Aceh

Nasional | Jumat, 3 Agustus 2012 02:15 WIB

Metrotvnews.com, Banda Aceh: Kapal kargo KM Artika tenggelam di perairan Kabupaten Pidie, Aceh Besar, Aceh, Kamis (2/8). Pengangkut 250 ton beras dan dua ton gula pasir itu dalam pelayaran menuju Sabang (Pulau Weh).

Ketua RAPI Banda Aceh TAF Haikal mengatakan, informasi yang diperoleh dari relawan, kapal tenggelam sekitar pukul 17.00 WIB. Posisi terakhir berada di 18 mil laut Pulau Weh. Penyebab tenggelam diduga kuat akibat kebocoran lambung kapal.

Saat kejadian, terdapat ombak setinggi dua meter dengan disertai angin kencang. Saat ini, tim SAR dan Pol Airud beserta relawan bergerak menuju lokasi tenggelamnya kapal berawak sekitar sepuluh orang.

Kontak telepon terakhir antara Syahbandar dengan ABK KM Artika terjadi pada 16.30 WIB. Kontak hilang jam 17.00 WIB.

Kapal KM Artika membawa pasokan beras dan gula dari Thailand menuju pelabuhan Freeport Sabang. Menurut keterangan warga, kapal memang rutin membawa gula dan beras dari Thailand ke Sabang setiap bulan Ramadan.(Ant/wtr6)

http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/08/03/100798/Kapal-KM-Artika-Tenggelam-di-Perairan-Aceh/6

Irigasi Lebih Penting dari Kereta Api

2 Agustus 2012 oleh Redaksi kanal Nanggroe dengan 0 Komentar
Banda Aceh — Kaukus Pantai Barat dan Selatan Aceh (KPBS) menilai pembangunan dan perbaikan irigasi di wilayah potensial pertanian lebih penting dari membangun jalur kereta api yang telah digagas sejak beberapa tahun lalu di provinsi itu.
“Membangun irigasi agar potensi pertanian di Aceh bisa bergerak lebih baik dari pada pemerintah mengeluarkan dana dan pikiran untuk menyelesaikan pembangunan rel kereta api di daerah ini,” kata juru bicara KPBS TAF Haikal di Banda Aceh, Rabu (01/08).
Hal tersebut disampaikan menanggapi pernyataan Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang meminta agar dana pembangunan kereta api dialihkan ke irigasi di provinsi itu.
“Kami sangat mendukung rencana dan gagasan yang disampaikan Gubernur Aceh untuk pengalihan anggaran pembangunan dari kereta api ke irigasi. Kita harapkan mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat daerah ini dan pemerintah pusat,” katanya menambahkan.
Apalagi, TAF Haikal menjelaskan, program pembangunan jalur kereta api yang dimulai sekitar tahun 2000 sebenarnya diputuskan dalam kondisi politik di Tanah Air yang lemah.
“Artinya, karena adanya tuntutan tokoh masyarakat agar Pemerintah Pusat membangun kembali jalur kereta api di Aceh, sehingga program tersebut sarat politisnya, bukan atas dasar hasil penelitaan dan kelayakan,” kata dia menambahkan.
Untuk membangun jalan saja, ia menjelaskan harus dilihat dari tingkat kebutuhan masyarakat terhadap layanan transportasi daratnya.
Apalagi membangun jalur kereta api di pesisir timur itu memang dalam kondisi saat ini tidak dibutuhkan.
Oleh karena itu, Haikal menyatakan apa yang disampaikan Gubernur Aceh untuk mengalihkan dana pembangunan kereta api ke irigasi tersebut harus benar-benar menjadi prioritas pemerintahan Aceh.
“Untuk program pembangunan irigasi, saya juga mengharapkan pemerintah dapat melihat sisi kebutuhan, dan luas areal sawah produktif serta termasuk sumber airnya yang memadai. Jangan sampai irigasi ada, sawah tidak ada atau irigasinya ada namun debit airnya terbatas,” kata juru bicara KPBS itu. (ant)

http://seputaraceh.com/read/10341/2012/08/02/irigasi-lebih-penting-dari-kereta-api

140 OMS Aceh Perkuat Konsolidasi

Selasa, 31 Juli 2012 14:00 WIB
BANDA ACEH - Sebanyak 140 perwakilan organisasi masyarakat sipil (OMS) Aceh, Senin (30/7) menggelar diskusi dan silaturahmi dirangkai dengan buka puasa bersama di Oasis Hotel Banda Aceh. Dalam pertemuan ini, para aktivis gerakan masyarakat sipil ini sepakat untuk memperkuat konsolidasi dalam rangka mengawal kepentingan rakyat Aceh.

OMS merupakan kelompok kritis terhadap kebijakan pemerintah dalam mendorong perubahan yang rutin melaksanakan silaturahmi dan diskusi menyikapi berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Dalam diskusi yang berlangsung sekitar 160 menit menjelang buka puasa bersama, kemarin, kepanitiaan bersama dari Walhi Aceh, Koalisi NGO HAM, dan Forum LSM Aceh menghadirkan dua pembicara, yaitu TAF Haikal (mantan Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh) dan Suraiya Kamaruzzaman (aktivis perempuan). Kedua pembicara, termasuk seorang pembicara lainnya yang didaulat secara spontan yaitu Rafli Kande menyampaikan berbagai hal tentang refleksi perjalanan gerakan masyarakat sipil/OMS bertajuk; Membangun Sinergi Gerakan Masyarakat Sipil di Aceh.

Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar menyampaikan paparan singkat mengenai gerakan dan semangat masyarakat sipil yang tidak mundur ke belakang.

Menurut Zulfikar, sinergi dengan semua pihak terutama organisasi masyarakat sipil harus terjaga dengan baik, sehingga kekuatan OMS tidak mudah dihancurkan oleh pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan.

Sekjen Forum LSM Aceh, Roys Vahlevi Mahfud mengatakan, Forum LSM Aceh akan terus melakukan kera membangun gerakan guna mengawal dan mendorong pemerintah yang bersih demi terwujudnya masyarakat yang makmur, adil, dan bermartabat.

Zulfikar Muhammad dari Koalisi NGO HAM Aceh menyebutkan, kasus HAM berat yang pernah terjadi di Aceh akan menjadi salah satu bukti bahwa Aceh masih terus menjadi salah satu wilayah berkonflik dan tidak akan terulang lagi jika semua pihak sepakat untuk menjaga kedamaian. “Sinergi masyarakat sipil harus terus saling bahu-membahu membangun Aceh ke arah yang lebih baik,” tandas Zulfikar.

Dalam forum tersebut juga dilaporkan, Forum LSM Aceh dan Koalisi NGO HAM baru saja melakukan sitikjab/serah terima pengurus Forum LSM Aceh dari pengurus sebelumnya, Sudarman yang berakhir pada 2012 kepada penerusnya, Roys Vahlevi untuk periode 2012-2016. Sedangkan Koalisi NGO HAM juga melakukan serah terima kepengurusan dari kepemimpinan Evi Zainarty kepada Zulfikar Muhammad untuk periode 2012-2015.(nas)
 
 
http://aceh.tribunnews.com/m/index.php/2012/07/31/140-oms-aceh-perkuat-konsolidasi

Minggu, 29 Juli 2012

DPD II Golkar Umumkan Hasil Survei Nama Bakal Cabup Aceh Selatan 2013-2018

TAPAK TUAN - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Tingkat II Partai Golkar Aceh Selatan mengumumkan hasil survey pemetaan potensi dan peluang bakal calon Bupati Aceh Selatan untuk periode 2013 – 2018 mendatang.
Survey tersebut merupakan survey awal Golkar yang dilakukan bersama PUGA Institute, untuk menjaring nama-nama yang akan dikirim ke DPP Partai Golkar untuk disurvei ulang dan akan menjadi pertimbangan Golkar dalam menentukan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan nantinya.
Teuku Mudasir, Ketua Umum DPD Tingkat II Golkar, melalui rilis yang diterima The Atjeh Post pada Rabu malam, 25 Juli 2012 mengatakan bahwa PUGA Institute melakukan survey ini sejak Februari hingga April 2012 dengan metode full random sampling yang melibatkan 2,180 responden di Aceh Selatan.
Hasilnya, kata Mudasir, ada 41 nama tokoh yang diperkirakan berpotensi maju dalam pilbup mendatang. Dari nama-nama tersebut setidaknya muncul 10 tokoh populer di Aceh Selatan seperti Husin yusuf, bupati Sekarang yang memperoleh dukungan 80 persen. Daska Aziz, Wabub sekarang dengan 78.5 persen, Safiron, Ketua DPRK Asel 29.2  persen.
Selanjutya, Harmaini, Sekda Aceh Selatan 26.7 persen, Darmansyah mantan calon bupati Aceh Selatan  25.6 persen,  Zulkarnaini, mantan Kadis Pendidikan 24.4 persen, Jasmiady jakfar  anggota KIP/KPU Aceh Selatan 22.7 persen, Tio Achriayat, Kadis Perhubungan Aceh selatan  21.1 persen, Saiful Azhar Kadis DukCapil 20.5 persen, serta  Teuku Mudasir Ketua DPD II partai Golkar Aceh Selatan 20.1 persen.
Sedangkan untuk kategori  10 nama tokoh yang paling disukai oleh masyarakat Aceh Selatan, adalah Jasmiady Jakfar 9.6 persen, Khaidir wakil Ketua DPRK Aceh Selatan 9.3 persen, Harmaini 8.7 persen, TAF Haikal, Wakil Ketua DPW PAN Aceh 8.5 persen, Azwar Rahman 8.3 persen, Daska Aziz 8.3 persen, Rasyiddin staff ahli Bupati Aceh Selatanl 8.3 persen, Teuku Mudasir Asel 8.2 persen, Husin Yusuf 7.1 persen, serta Darmansyah 5.8 persen.
“Sosok bupati yang pintar dan cerdas dan mampu memecah masalah ekonomi dan penyedian lapangan kerja yang menjadi pertimbangan sangat dominan dalam menentukan pilihan calon bupati/wakil Bupati Kabupaten Aceh Selatan Kedepan,” ujar Teuku Mudasir.

http://atjehpost.com/read/2012/07/26/15914/163/5/DPD-II-Golkar-Umumkan-Hasil-Survei-Nama-Bakal-Cabup-Aceh-Selatan-2013-2018

Senin, 23 Juli 2012

ELEMEN SIPIL MINTA JAM MALAM PELAJAR DIREALISASIKAN

Banda Aceh, 11/7 (ANTARA) - Elemen masyarakat sipil kota Banda Aceh meminta pemerintah kota setempat untuk segera merealisasikan pemberlakuan jam malam bagi pelajar di ibukota Provinsi Aceh itu.
"Kami berharap program itu jangan hanya sekedar wacana, tapi harus segera direalisasikan agar remaja, terutama pelajar kita tidak terpengaruh dengan kegiatan yang tidak baik," kata aktivis LSM Aceh TAF Haikal di Banda Aceh, Rabu.
Rencana Pemkot Banda Aceh yang disampaikan Wakil Wali Kota Illiza Sa`aduddin Djamal baik untuk memberlakukan jam malam bagi pelajar itu sangat baik, demi kebaikan generasi penerus Aceh.
Selama ini terutama pada malam hingga dini hari banyak pelajar dari tingkat SMP hingga SMA berkumpul di warung kopi dan berbagai lokasi di pusat kota Banda Aceh.
Diantara kalangan pelajar itu juga ikut dalam aksi balapan liar dan dikhawatirkan terjerumus dalam kegiatan kriminal serta pergaulan bebas yang bertentangan dengan agama.
TAF Haikal yang juga Ketua RAPI Kota Banda Aceh yakin wacana yang digagas Wakil Wali Kota tersebut akan mendapat dukungan dari seluruh komponen terutama orang tua yang mempunyai putra atau putri yang berstatus pelajar.
RAPI Kota Banda Aceh juga siap mendukung dan membantu Pemkot Banda Aceh untuk mengawal jam malam bagi pelajar yang diharapkan dapat melahirkan generasi Aceh yang lebih baik dimasa yang akan datang.
"Di kota-kota Besar pergaulan bebas kalangan remaja terutama pelajar sudah sangat memprihatinkan, ini harus diantisipasi sedini mungkin apalagi Aceh merupakan daerah yang telah memberlakukan hukum Syariat Islam," kata Ketua RAPI Kota Banda Aceh itu.
Wacana pemberlakuan jam malam bagi pelajar itu juga mendapat dukungan Imum Mukim Teuku Chik Lamnyong, Kecamatan Syiah Kuala, Zainal Abidin.
Ia juga meminta Pemkot Banda Aceh untuk merealisasikan wacana tersebut.
"Selama ini banyak anak-anak kita yang keluyuran pada malam hari, seharusnya mereka menggunakan waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan belajar guna menambah ilmu pengetahuan," katanya.
(T.KR-IRW/ (T.KR-IRW/B/H011/H011) 11-07-2012 12:57:43 NNNN


 http://www.iyaa.com/berita/nasional/umum/1535128_1124.html

Asnawi Achmad Ketua RAPI Banda Raya

Senin, 9 Juli 2012 11:50 WIB
BANDA ACEH - Relawan komunikasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kecamatan Banda Raya, Kota Banda Aceh, melalui Musyawarah Kecamatan (Muscam) I, Sabtu (7/8) malam berhasil membentuk kepengurusan perdana Distrik Banda Raya masa bakti 2012-2014 yang diketuai Asnawi Achmad (JZ01BAK).

Muscam I RAPI Banda Raya berlangsung di Aula Gedung BLK Banda Aceh dibuka oleh Camat Banda Raya, Drs Saiful Anwar. Agenda muscam selain menetapkan program kerja untuk dua tahun ke depan juga memilih ketua periode pertama. Pada tahap pemilihan calon ketua, muncul dua nama yaitu Asnawi Achmad (JZ01BKA) dan Kafrawi (JZ01AWI). Asnawi mendapat dukungan 14 suara dan Kafrawi lima suara.

Tim formatur berhasil menyusun kepengurusan periode 2012-2014 dengan komposisi di jajaran DP2OD (Dewan Pertimbangan dan Penasihat Organisasi Distrik) masing-masing Drs Warli Bintang (JZ01BWB), Sarwadi (JZ01ADI), dan Qamaruzzaman Hagny (JZ01AKZ).

Pengurus harian, Asnawi Achmad sebagai ketua dibantu Mahdani (JZ01BMD) wakil ketua, Kafrawi (JZ01AWI) sekretaris, dan Kasriadi (JZ01BKJ) keuangan.

Kepengurusan itu dilengkapi masing-masing seorang kepala seksi, yaitu Jufri JZ01BRC) Seksi Manajemen Organisasi, Kurniawan (JZ01BOT) Seksi Koordinasi Antar-anggota, Munadi (JZ01BNR) Seksi Personalia dan Adm, Iskandar (JZ01BBA) Seksi Kajian dan Pengembangan, Khairul Umam (JZ01BKU) Seksi Informasi, dan Rahmad Indra (JZ01BRA) Seksi Hubungan Kerja Antar-institusi Kecamatan/Distrik dan Kemasyarakatan. Pelantikan pengurus dan penutupan Muscam I RAPI Banda Raya dilakukan Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal (JZ01BTH) Minggu (8/7) dini hari.(nas)


 http://aceh.tribunnews.com/2012/07/09/asnawi-achmad-ketua-rapi-banda-raya

Senin, 02 Juli 2012

Bentrok, Kontingan Aceh Selatan & Aceh Tengah Dipulangkan

Salman Mardira - Okezone
Rabu, 27 Juni 2012 20:23 wib
Motor pemuda yang dibakar pascabentrok (Foto: Salman/okezone)
Motor pemuda yang dibakar pascabentrok (Foto: Salman/okezone)
BANDA ACEH - Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Tengah memutuskan memulangkan seluruh kontingennya dari Pekan Olahraga Pelajar (Popda) Aceh ke-XII 2012.

Ini dilakukan untuk menghindari kericuhan, menyusul terjadinya bentrokan antar kedua kubu yang berbuntut pada tawuran ratusan pemuda antar kedua daerah itu di Banda Aceh pada dini hari tadi.

"Bupati mereka (Aceh Selatan dan Tengah) memutuskan untuk membawa pulang masing-masing kontingennya," kata Kapolres Kota Banda Aceh Kombes Moffan MK saat dihubungi, Rabu (27/6/2012).

Kedua kontingen memutuskan untuk mundur dari Popda setelah terlibat bentrok pada Senin malam 25 Juni lalu, buntut dari kericuhan dalam sepak bola pelajar kedua keseblasan di komplek Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh pada sorenya.

Menurut Moffan, kedua kontingen kembali ke daerahnya masing-masing Selasa 26 Juni malam tadi, dengan dikawal aparat kepolisian. Kedua kontingen sebelumnya telah sepakat berdamai.

Sayangnya selepas mereka pulang, aksi tawuran lebih luas terjadi. Kali ini yang terlibat bukan lagi pelajar yang ikut ajang Popda, melainkan mahasiswa dan pemuda asal kedua daerah itu yang selama ini tinggal di Banda Aceh.

Rabu dinihari tadi, ratusan pemuda itu saling serang di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh yang mengakibatkan 46 unit sepeda motor dibakar dan anjungan Aceh Tengah, base camp kontingen Aceh Tengah ikut dirusak.

Moffan enggan memberi keterangan terkait kasus ini dan meminta wartawan untuk menanyakan langsung ke Kabid Humas Polda Aceh Kombes Gustav Leo.

"Kalau masalah itu ke Pak Gustav aja, di situ data semua," kata dia sembari mengatakan sedang ada tamu, tak bisa melayani wawancara langsung dengan wartawan.

Sementara Gustav Leo mengatakan, kasus ini sedang ditangani Polresta Banda Aceh sinergitas dengan TNI dalam pengamanan.

"Terhadap kendaraan-kendaraan yang dibakar sedang kita identifikasi kepemilikannya dan kita juga sedang mencari pelaku-pelaku dan orang yang bertanggungjawab terhadap kejadian ini," ujarnya.

Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus ini, namun belum ada pelaku yang ditangkap. Menurutnya kondisi keamanan paska kejadian ini tak masalah lagi.

Sementara di lokasi kejadian para tokoh masyarakat dari Aceh Selatan dan Aceh Tengah sepakat akan menempuh jalan damai untuk mengakhiri ketegangan ini. Mereka akan menggelar lagi pertemuan dengan melibatkan perwakilan para pemuda yang terlibat dalam tawuran.

TAF Haikal, tokoh masyarakat Aceh Selatan mengatakan, selain berdamai, Pemkab Aceh Selatan juga akan berkordinasi untuk membayar ganti rugi kerusakan yang timbul dari bentrokan.
(sus)

http://news.okezone.com/read/2012/06/27/340/654957/bentrok-kontingan-aceh-selatan-aceh-tengah-dipulangkan 

Selasa, 29 Mei 2012

Aceh Bisnis Hari ini Pkl. 07:50 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Dua program pemberdayaan ekonomi masyarakat, yaitu Alokasi Dana Gampong (ADG) dan Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) yang digulirkan Pemerintah Aceh lima tahun terakhir dinilai belum mampu mendorong perekonomian masyarakat desa menjadi lebih bergairah. Padahal, semua gampong menerima alokasi dana ADG antara Rp 75 juta hingga Rp 250 juta.
Namun, akibat tidak terakses dengan perbankan, perekonomian masyarakat tetap tidak menjadi lebih baik. Solusinya, Pemerintah Aceh harus berani menerbitkan kebijakan berupa qanun, peraturan gubernur (pergub) maupun peraturan bupati/walikota (berbup/perwal) untuk mengalokasikan 50% dana tersebut sebagai jaminan atau agunan masyarakat gampong mengakses perbankan.

Demikian wacana yang disampaikan Juru Bicara Kaukus Barat Selatan, Taf Haikal. Dia menambahkan, yang terlihat selama ini, program-program ADG dan BKPG baru menyentuh aspek infrastruktur, padahal belum tentu semua gampong membutuhkan penambahan infrastruktur.

“Artinya, kedua program dana bergulir tersebut belum mampu menggerakkan ekonomi rakyat atau sektor riil. Semestinya, alokasi dana itu digunakan pada sektor-sektor produkif, seperti pembiayaan bagi warga gampong untuk meningkatkan produksinya,” kata Haikal, Senin (28/5).

Ini, menurutnya, sesuai dengan semangat awal diluncurkannya program tersebut, yaitu untuk menggerakkan sektor ekonomi produktif  di gampong. Sudah menjadi rahasia umum, jika masyarakat desa saat ini sangat sulit mendapatkan modal usaha dari perbankan, karena terbentur persoalan agunan. Akibatnya, pertumbuhan perekonomian masyarakat gampong menjadi lambat.

“Ini adalah problem klasik, dan di sisi lain bank juga memiliki aturan-aturan standar yang harus ditaati, tentu untuk menekan risiko kredit bermasalah. Tapi sebetulnya, ADG dan BKPG bisa menjawab ini,” kata Haikal optimis.

Dia pun menjelaskan, kini hampir semua gampong di Aceh menerima alokasi dana ADG antara Rp 75 juta hingga Rp 250 juta. Bila sebagian alokasi anggaran tersebut dijadikan agunan, maka banyak masyarakat dapat mengakses perbankan. Diharapkan pula, bank tak khawatir menyalurkan kredit karena memang telah memiliki jaminan. Untuk itu pula, gampong tentu harus bekerja sama dengan bank seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

“Jika pemerintah berani menerbitkan kebijakan untuk mengalokasikan 50% dana itu sebagai jaminan atau agunan masyarakat gampong mengakses dunia perbankan, mungkin lima tahun ke depan semua gampong di Aceh sudah mandiri dalam pengelolaan keuangan, karena sudah memiliki aset yang dititip di BPR,” kata Haikal lagi.

Sistem seperti ini, menurut Haikal, sudah sukses diterapkan di salah satu propinsi di Indonesia. Di mana sebuah BPR menjalin kerja sama dengan LSM untuk menjaminkan simpanan mereka sebagai agunan kredit masyarakat dampingan.

“Sebelumnya,  LSM tersebut mendapat suntikan modal dari sejumlah donor. Dana inilah yang dijadikan agunan di BPR tersebut,” ungkapnya, sambil mengatakan bila masyarakat yang atas rekomendasi LSM tidak dapat mengembalikan cicilannya, maka otomatis BPR langsung memotong simpanan LSM tersebut.

“Nah, akhirnya BPR itu mendapat pujian dari Bank Indonesia karena tidak ada tunggakan kredit, dan LSM itu sendiri semakin kuat pendampingannya dengan membuat program-program life skill yang fokus. Sementara masyarakat dapat mengakses permodalan di perbankan tanpa harus memiliki jaminan atau agunan,” demikian Haikal. (ht anwar ibr riwat)

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/05/29/98501/pemerintah_diminta_bantu_gampong_jalin_kerja_sama_dengan_bank/

Senin, 28 Mei 2012

TAF Haikal: Gampong Perlu Jalin Kerjasama dengan Bank

Senin, 28 Mei 2012 15:30 WIB

Menurut Haikal, selama ini program-program ADG dan BKPG masih menyentuh aspek infrastruktur, padahal belum tentu semua gampong membutuhkan infrastuktur.
Semestinya, kata Haikal, alokasi dana tersebut digunakan pada sektor-sektor produkif, seperti pembiayaan bagi warga gampong untuk meningkatkan produksinya. “Ini sesuai dengan semangat awal diluncurkannya program tersebut, yakni untuk menggerakan sektor ekonomi produktif  di gampong,” katanya.
Menurut Haikal, problem klasik masyarakat saat ini adalah sulitnya memperoleh modal dari perbankan karena terbentur persoalan anggunan. Alhasil, pertumbuhan perekonomian masyarakat gampong menjadi lambat. Di sisi lain, kata dia, bank juga memiliki standar perbankan yang harus ditaati, tentu untuk menekan resiko kredit bermasalah. “Tapi sebetulnya, ADG dan BKPG bisa menjawab ini,” kata dia.
Haikal menjelaskan, kini hampir semua gampong di Aceh menerima alokasikan dana ADG antara Rp75 hingga Rp250 juta. Bila sebagian alokasi anggaran tersebut dijadikan sebagai anggunan, kata dia, maka banyak masyarakat dapat mengakses perbankan.
Bank, kata dia, juga tak akan khawatir menyalurkan kredit karena memang telah memiliki jaminan. “Untuk ini, gampong tentu harus bekerja sama dengan bank, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR),” katanya.
Pemerintah, kata Haikal, juga harus berani menerbitkan kebijakan (qanun, pergub, perbup) untuk mengalokasikan 50 persen dana tersebut sebagai jaminan atau anggunan masyarakat gampong mengakses dunia perbankan.
“Mungkin lima tahun ke depan semua gampong di Aceh sudah mandiri dalam pengelolaan keuangan karena sudah memiliki aset yang dititip di BPR,” katanya.
Sistem seperti ini, kata Haikal, sudah sukses diterapkan di salah satu provinsi di Indonesia. Di mana sebuah BPR menjalin kerjasama dengan LSM untuk menjaminkan simpanan mereka di BPR sebagai anggunan kredit masyarakat dampingan. Sebelumnya, kata Haikal, LSM tersebut mendapat suntikan modal dari sejumlah donor. “Dana inilah yang dijadikan anggunan di BPR tersebut,” katanya.
Bila masyarakat, yang atas rekomendasi LSM tidak dapat mengembalikan cicilannya, kata dia, otomatis BPR langsung memotong simpanan LSM tersebut.
Hasil dari kerjasama yang terjalin dengan baik tersebut, BPR selalu mendapat pujian dari Bank Indonesia karena tidak ada tunggakan kredit. Sedangkan LSM semakin kuat pendampingannya dengan membuat program-program life skill yang fokus ditambah lagi simpanan LSM di BPR semakin berkembang.
“Sedangkan masyarakat dapat mengakses permodalan di perbankan tanpa harus memiliki jaminan atau angunan,” katanya. []


http://atjehpost.com/read/2012/05/28/10236/17/7/TAF-Haikal-Gampong-Perlu-Jalin-Kerjasama-dengan-Bank

Rabu, 23 Mei 2012

Politik Aceh Baru Stabil pada 2017
Mohamad Burhanudin | Nasru Alam Aziz | Selasa, 22 Mei 2012 | 23:45 WIB
Kompas/Nina Susilo Pilkada Aceh
BANDA ACEH, KOMPAS.com — Kondisi politik di Aceh diperkirakan baru akan mencapai kestabilan setelah tahun 2017 mendatang atau setidaknya saat pemilihan umum kepala daerah yang ketiga di provinsi ini. Saat ini kondisi politik di Aceh masih belum lepas dari situasi setelah konflik sehingga kondisi yang ada masih labil.
Demikian disampaikan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam, dalam acara evaluasi Pilkada Aceh 2012 yang digelar oleh Masyarakat Tranparansi Aceh (MaTA), Selasa (22/5/2012).
Situasi setelah konflik masih sangat berpengaruh dalam politik Aceh saat ini, termasuk dalam hajatan Pilkada 2012. Suasana yang mencekam dan belum lepasnya isu-isu perdamaian dan rekonsiliasi dalam arena politik merupakan salah wujud dari situasi seusai konflik. Itu pula yang agak membedakan antara kondisi politik lokal Aceh dan daerah lain di Indonesia.
"Jadi, menilai prospek demokrasi di Aceh saat ini mungkin kurang fair jika tak melihat dulu sampai pilkada yang ketiga atau keempat, atau setelah tahun 2017 nanti. Jika tak ada lagi konflik di Aceh, saya yakin akan stabil tahun 2017. Tapi, kalau tetap mencekam seperti sekarang tetap belum bisa diharapkan," kata Saifuddin.
Pilkada Aceh lalu, menurut dia, masih belum sepenuhnya memenuhi unsur tercapainya demokrasi yang substansial. Pilkada masih sekadar memenuhi unsur demokrasi yang bersifat prosedural.
Hal tersebut tecermin dari masih minimnya pencapaian atas terwujudnya pendidikan politik, pendidikan pemilih, dan budaya politik yang bertumpu pada kepercayaan kepada otoritas penyelenggara. Masalah dasar hukum dan ketidakpercayaan terhadap penyelenggaraan pilkada mewarnai pelaksanaan pilkada di Aceh.
Hak pilih rakyat secara umum sudah terjamin meskipun dalam berbagai kasus banyak ditemukan kesalahan daftar pemilih tetap, ada kecurangan, dan kekerasan. "Namun itu hanya menjadi diskusi di warung kopi saja karena institusi yang ada gagal membuktikannya," kata dia.
Di pihak lain, baik partai politik di Aceh maupun calon independen juga gagal menjalankan fungsi pendidikan politik kepada masyarakat serta regenerasi kader. Hal ini tampak pada minimnya kampanye-kampanye politik yang mendidik dan mengarah pada ajakan positif kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.
Juru Bicara Kaukus Barat Selatan, Taf Haikal, mengatakan, pada tahap awal, politik di Aceh sebenarnya tak pernah diarahkan untuk menuju demokrasi. Awalnya, politik Aceh hanya diarahkan sekadar dari situasi konflik ke situasi damai.
"Bahkan, keberadaan calon independen dan partai politik lokal sebenarnya dulu muncul pertama kali di Aceh bukan atas pertimbangan penciptaan demokrasi. Semuanya didasari niat kepentingan politik seusai konflik. Oleh karena itu, tak heran calon independen pada pilkada 2012 lalu pun menjadi masalah dan diperdebatkan keberadaannya, meski di Aceh-lah hal itu pertama kali muncul," tuturnya.
Lebih jauh dia mengatakan, saat ini yang terpenting bagi masyarakat sipil di Aceh adalah menjaga agar pemerintahan baru yang dihasilkan dari pilkada ini berjalan sesuai rel. Jika produk pilkada yang ada saat ini gagal mewujudkan situasi yang lebih baik, maka di situlah persoalan baru Aceh akan muncul.

http://regional.kompas.com/read/2012/05/22/23454258/Politik.Aceh.Baru.Stabil.pada.2017
Uang Minyak bukan Money Politic
Rabu, 23 Mei 2012 12:12 WIB

 
BANDA ACEH - Pakar Hukum Saifuddin Bantasyam berpendapat, pemberian uang makan atau biaya transport yang kerap disebut uang minyak oleh kandidat kepala daerah kepada timses dan pendukungnya, tidak bisa serta merta dikategorikan sebagai money politic (politik uang). Jika dalam jumlah yang masih wajar, pemberian uang itu masih bisa ditoleransi sebagai cost politic (biaya politik).

“Saya rasa kalau seorang calon menyerahkan uang kepada timsesnya guna dibagi ke masyarakat sebagai uang makan dan uang minyak karena ikut kampanye, itu masih bisa dikatakan cost politic. Sedangkan money politic adalah menyerahkan uang dengan unsur memaksa memilih kandidat tertentu,” kata Saifuddin, di Banda Aceh, Selasa (22/5).

Pernyataan itu diungkap Saifuddin Bantasyam menjawab pertanyaan peserta diskusi “Evaluasi Hasil Pilkada Kota Banda Aceh” di kantor Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Gampong Ie Masen Kayee Adang, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, Selasa (22/5).  Diskusi yang dimoderatori aktivis LSM, Taf Haikal itu, diikuti Ketua Panwas Banda Aceh Andriansyah, para aktivis, dan kalangan jurnalis.

Pada bagian lain, Saifuddin yang hadir sebagai pembicara tunggal menyatakan, Pilkada Banda Aceh 2012, menunjukkan sulitnya mencari calon kepala daerah dari kader partai politik. Selain pasangan incumbent Mawardy-Illiza, parpol nasional lain tak berani mengusung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota dari kader partainya sendiri.

“Misalnya PKS tak mengusung kader dari partainya sendiri, tapi ikut mengusung pasangan Aminullah Usman/Tgk Muhibban yang merupakan orang di luar partainya. Ini ada yang kurang dari segi pendidikan terhadap kader partai politik, MaTA harus meneliti hal ini,” kata Saifuddin, didampingi Koordinator MaTA Alfian.

Menurut Dosen Fakultas Unsyiah ini, selain Banda Aceh, di kabupaten/kota lainnya juga ada kecendrungan parnas tak mengusung calon dari kader partai mereka sendiri. “Ya ini mungkin disebabkan parnas masih kalah dominasi dengan Partai Aceh (PA) yang mengusung calonnya sendiri. MaTA juga harus meneliti hal ini,” kata Saifuddin.(sal) 
 
http://aceh.tribunnews.com/2012/05/23/uang-minyak-bukan-money-politic

Selasa, 22 Mei 2012

Gangguan Frekuensi RAPI Semakin Parah
 Senin, 21 Mei 2012 12:35 WIB

210512foto.12_.jpg
Ketua RAPI terpilih Kecamatan Luengbata, Umriansyah (kiri) menerima pataka dari Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal pada pelantikan pengurus RAPI Luengbata di Aula Gedung Terminal Terpadu Banda Aceh, Minggu (20/5). SERAMBI/NASIR NURDIN

Relawan Bencana Desak Penertiban

BANDA ACEH - Musyawarah Kecamatan (Muscam) II RAPI Luengbata, Kota Banda Aceh, Minggu (20/5), selain membentuk kepengurusan baru diketuai Umriansyah (JZ01BUN) juga melahirkan rekomendasi yang salah satunya mendesak intervensi pemerintah dan pihak berwenang menertibkan gangguan di frekuensi RAPI yang cenderung semakin parah.

Rekomendasi Komisi A dan B Muscam II RAPI Kecamatan Luengbata itu ditujukan kepada Ketua RAPI Kota Banda Aceh dan Pengurus RAPI Aceh untuk segera dikoordinasikan dengan pihak berwenang, termasuk Balai Monitoring (Balmon) selaku lembaga teknis Ditjen Postel di daerah.

Umriansyah didampingi sekretarisnya, Dedi Supriadi (JZ01BDE) mengatakan, yang mendesak ditindaklanjuti adalah gangguan frekuensi pada fasilitas repeater 143.575 Mhz yang digunakan oleh relawan RAPI untuk bantuan komunikasi bencana maupun keadaaan darurat lainnya.

Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal (JZ01BTH) membenarkan gangguan di range frekuensi RAPI telah berlangsung cukup lama dan diyakini bertujuan untuk melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi RAPI. Apalagi, pascagempa 8,5 SR yang mengguncang Aceh pada 11 April 2012 semakin banyak masyarakat menggunakan radio komunikasi dua arah yang disiagakan pada jalur RAPI.

“Sepertinya ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk pembusukan organisasi atau melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap RAPI. Sebagai organisasi legal yang dilindungi undang-undang, kami berhak mendapatkan proteksi pemerintah. Saya pikir wajar jika lahir rekomendasi itu,” kata Haikal.

Bentuk gangguan, kata Haikal adalah penjimeran (spoting signal) disertai audio (suara) dengan kalimat-kalimat yang seharusnya tidak pantas diucapkan di frekuensi terbuka. “Kami minta intervensi pemerintah dengan aparat keamanannya untuk menertibkan. Ini juga penting agar tidak terjadi benturan di lapangan,” tandas Haikal.

Muscam II RAPI Luengbata di Gedung Terminal Terpadu Banda Aceh dibuka oleh Camat Luengbata, Drs Muhammad Hidayat. Dia berharap RAPI terus berkiprah, baik dalam kondisi normal maupun bencana.

Pengurus baru RAPI Luengbata merupakan kelanjutan periode sebelumnya yang diketuai Fauzi SE (almarhum). Adapun pengurus inti untuk periode dua tahun ke depan masing-masing Umriansyah (ketua), Rino Alfian (JZ01BRL) wakil ketua, Dedi Supriadi (JZ01BDE) sekretaris, dan Supomo (JZ01BBO) sebagai bendahara. Kepengurusan yang dilengkapi beberapa seksi tersebut dilantik Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal.(nas)