Senin, 25 Januari 2010

Pemerintah Aceh Dinilai Gagal Wujudkan Pemerataan Pembangunan

Banda Aceh, (Analisa)

Pemerintah Aceh selama tiga tahun dibawah kepemimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wagub Muhammad Nazar dinilai sejumlah kalangan telah gagal mewujudkan pemerataan pembangunan di provinsi itu.

Sementara program pembangunan daerah-daerah yang selama ini masih tertinggal seperti kawasan pantai barat selatan dan tengah tenggara Aceh, yang diwacanakan sejak 2007 lalu, hingga kini tidak pernah terwujud dan menjadi program di atas kertas saja tanpa realisasi di lapangan.

"Sejak beberapa tahun lalu pemerintah Irwandi-Nazar menjanjikan pembangunan daerah tertinggal dan pemerataan pembangunan di Aceh, tapi itu tidak pernah terwujud hingga hari ini. Janji tinggal janji," ujar Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal kepada wartawan, Minggu (24/1).

Haikal yang merasa sangat kecewa karena hingga hari ini Pemerintah Aceh masih menganaktirikan pembangunan di barat selatan menyatakan, Irwandi-Nazar seharusnya tidak terus menebarkan program-program jika tidak mampu merealisasikannya, sehingga masyarakat makin menderita karenanya.

"Kami mensinyalir, janji-janji pembangunan selama ini hanya untuk meredam upaya perlawanan masyarakat pantai barat selatan yang menuntut pemekaran. Ini merupakan bentuk pembohongan publik," tegasnya.

Menurutnya, yang sangat mengherankan meskipun program pembangunan daerah tertinggal selama ini tidak berjalan seperti diharapkan, namun Pemerintah Aceh tidak pernah melakukan evaluasi sejauhmana realiasasinya, malah program yang sama terus dijanjikan tiap tahun.

Di Atas Kertas

Jika pun ada alokasi anggaran yang dialokasikan untuk mempercepat pembangunan di kawasan pantai barat selatan Aceh, itu hanya angka statistik yang tertulis di atas kertas saja, namun minim dalam realisasi di lapangan. Bila ini hanya ingin menyenangkan publik pantai barat selatan saja, KPBS menilai justru ini menjadi awal yang tidak baik ke depan, ujar aktivis LSM ini.

Selama ini, kata Haikal, wilayah barat selatan sangat merasakan diskriminasi yang besar dari Pemerintah Aceh. " Tsunami telah membawa perubahan besar bagi Aceh. Akan tetapi bagi kami hal itu belum begitu berarti," tandasnya.

Ditambahkan, Pemerintah Aceh hendaknya memperlakukan kawasan barat selatan layaknya Indonesia memperlakukan Aceh. Aceh dijadikan kawasan khusus. Semua pihak berharap wilayah-wilayah terisolir di Aceh juga mendapatkan kebijakan yang khusus pula.

Sementara itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Akhiruddin Mahjuddin menilai Pemerintah Aceh selama ini lebih peduli kawasan timur Aceh. Sementara pantai barat-selatan dilupakan, akibatnya kesejahteraan rakyat Aceh jadi timpang. Faktanya, ujar Akhiruddin, pembagian anggaran Otonomi Khusus (Otsus) dan Minyak dan Gas (Migas) tahun 2010 untuk kabupaten/kota di Aceh.

Lebih Kecil

Berdasarkan bahan dokumen Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBA 2010, untuk wilayah pantai utara dan timur sebesar 35 persen dari total dana Rp2 triliun. Bila dibanding daerah lainnya jauh lebih kecil. Untuk wilayah pantai barat selatan hanya 28 persen. Sedangkan tengah pedalaman Aceh hanya 25 persen dan Banda Aceh, Sabang, dan Jantho, Aceh Besar (Basajan) 11 persen.

Disebutkan, dari total anggaran Otsus dan Migas Rp2. 980.297.973.736 maka lebih besar diarahkan ke wilayah utara dan timur Aceh. Hal tersebut masih belum berubah dari tahun 2009, dimana secara mekanisme, anggaran membuktikan angka persentase masih memfokuskan pada wilayah pantai timur.

Padahal, ujarnya, secara general dan report anggaran wilayah timur Aceh, ini setiap tahunnya memperoleh dana subsidi pembangunan untuk fasilitas infrastruktur. Pihaknya melihat implikasi perencanaan pembangunan untuk masyarakat Aceh belum menunjukkan arah yang seimbang, antara perencanaan terpadu yang ingin dicapai dari visi dan misi pemerintah hasil Pilkada lalu.

Meskipun demikian, hasil analisa PPAS 2010, perencanaan pembangunan menunjukkan perimbangan pembagian keuangan antarwilayah. Namun implikasi per sektor belum menunjukkan keseimbangan di level masyarakat.

Selain itu, GeRAK juga melihat pola penganggaran belum cukup baik. Hal ini sangat kontradiksi dengan yang telah dirumuskan. Pihaknya menyorot bahwa dinas-dinas yang diharapkan menjadi tulang punggung, belum mampu menunjukkan inovasi kerja atau belum simultan dengan yang dituangkan dalam rencana APBA tahun 2010.

Dicontohkan, untuk sektor pendidikan, pantai utara timur Aceh, meliputi Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Langsa, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang, mendapat anggaran Rp166,5 miliar atau 35 persen.

Sementara itu, pantai barat selatan Aceh, yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Abdya, Aceh Selatan, dan Simeulue, mencapai Rp128,4miliar atau 24 persen. Sedangkan, wilayah tengah pedalaman meliputi Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, dan Subulussalam, hanya 23 persen atau sebesar Rp122,4 miliar dan terakhir Banda Aceh, Sabang, dan Jantho) mendapat anggaran Rp40 miliar atau 17 persen saja.

Begitu juga sektor lainnya, seperti pertanian, kesehatan, PU, pengairan, perkebunan, sosial, kelautan dan perikanan, hampir rata-rata berkisar antara 31 hingga 62 persen anggaran dana Otsus dan Migas diperuntukkan ke wilayah pantai utara dan timur Aceh. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=41731:pemerintah-aceh-dinilai-gagal-wujudkan-pemerataan-pembangunan&catid=42:nad&Itemid=112