Selasa, 03 November 2009

Presiden Bentuk TPF Kasus Bibit-Chandra

* Aktivis Aceh Turut Kenakan Pita Hitam
3 November 2009, 08:52 Utama Administrator
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Senin (2/11) kemarin, resmi membentuk tim pencari fakta (TPF) yang beranggotakan delapan orang. Tim ini akan meneliti kasus yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang kini ditahan Mabes Polri. Menko Polhukan Djoko Suyanto yang ikut mendampingi Presiden SBY saat pembentukan TPF tersebut, kepada wartawan menjelaskan bahwa tim ini diberi nama Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum. “Pembentukan tim ini tidak menghentikan proses hukum yang sedang dilakukan Polri,” katanya.

Dijelaskannya, tugas utama tim ini adalah melakukan verifikasi atas proses hukum kasus pidana yang polisi sangkakan terhadap Bibit dan Chandra. Termasuk juga klarifikasi atas temuan fakta dan hal-hal yang selama ini menjadi sumber kecurigaan masyarakat. “Tim bekerja mencari fakta tapi tidak menilai salah atau tidak. Itu prosesnya nanti di pengadilan,” jelas Djoko.

Hasil kerja ‘Tim Delapan’ nantinya akan dilaporkan ke Presiden SBY sebagai rekomendasi solusi atas kemelut hukum yang terjadi. Menko Polhukam menegaskan Presiden SBY tidak memberikan ‘titipan’ apa pun mengenai teknis berkerja tim tersebut. “Arahan presiden agar prosesnya berjalan sesuai UU, akuntabel dan transparan. Kita semua ingin prosesnya cepat selesai,” pungkasnya.

TPF yang akan menyelidiki kasus dugaan rekayasa yang menyebabkan Bibit-Chandra jadi tersangka itu diketuai oleh Adnan Buyung Nasution, Wakil Ketua Koesparmono Irsan dan Sekretaris Denny Indrayana. Sedangkan anggotanya masing-masing Anies Baswedan, Todung Mulya Lubis, Amir Syamsudin, Hikmahanto Juwana, dan Komaruddin Hidayat.

Tim tersebut diberikan waktu selama dua minggu dan hasilnya dilaporkan langsung kepada Presiden SBY. “Kami diberi waktu dua minggu, nanti hasilnya akan dilaporkan ke SBY langsung,” kata Ketua TPF Adnan Buyung Nasution, yang turut mendampingi Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam jumpa pers di Wisma Negara, Jakarta, kemarin.

Menurut Adnan Buyung yang sebelumnya juga dipercayakan terlibat dalam pembentukan Perppu pimpinan KPK, mengatakan bahwa pihaknya akan terbuka terhadap masukan-masukan yang disampaikan masyarakat luas. “Kita akan berusaha berkomunikasi dengan kalian (wartawan) agar transparan, tapi nanti hasilnya harus kita berikan dulu kepada Presiden,” katanya.

Ditambahkan, TPF yang dipimpinnya itu, nantinya akan memantau sidang uji materi yang diajukan Bibit-Chandra di Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk menyimak rekaman dugaan upaya kriminalisasi terhadap kedua pimpinan KPK nonaktif itu. “Itu (mencari kebenaran soal rekaman) bagian dari tugas kami, kerja kami,” kata Adnan Buyung.

Tak intimidasi
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai baik nama-nama yang masuk dalam TPF kasus Bibit-Chandra tersebut. Namun ICW meminta Presiden SBY untuk memastikan bahwa Kapolri dan Jaksa Agung tidak mengintimidasi kerja TPF dengan cara menonaktifkan keduanya. “SBY harus pastikan agar Kapolri dan Jaksa Agung tidak mengintimidasi kerja tim ini,” ujar Koordinator ICW Danang Widoyoko, di Jakarta, Senin (2/11).

Danang berharap TPF memiliki kewenangan yang jelas, mempunyai hak untuk melakukan pemeriksaan, dan bisa memeriksa orang-orang yang terlibat serta dapat mengakses semua data yang ada di Kejagung dan Mabes Polri. “Hasil rekomendasi TPF ini, juga diharapkan dapat diakses oleh publik, sehingga publik tidak penasaran dengan kasus yang menjerat dua pimpinan KPK nonaktif itu,” pungkasnya.

Polri juga diminta untuk segera menangguhkan penahanan terhadap Bibit-Chandra menyusul dibentuknya TPF oleh Presiden SBY itu. “Dengan dibentuknya tim Independen yang tugasnya baru akan memverifikasi proses dan fakta-fakta hukum kasus Bibit dan Chandra, maka saat ini Polri harus arif dan legowo untuk sementara waktu menangguhkan penahanan Bibit dan Chandra,” kata Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefuddin.

Menurut Lukman, kebutuhan verifikasi atas kasus yang menimpa Bibit dan Chandra menandakan adanya masalah dalam proses penahanan 2 pimpinan nonaktif KPK tersebut. “Karena proses dan dasar hukum penahanan tersebut bermasalah, tentunya harus diverifikasi dulu, maka mutlak penahanan tersebut harus secepatnya ditangguhkan,” tegas politisi PPP ini.

Pita hitam
Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat Aceh yang terdiri dari ulama, akademisi, seniman, dan para aktivis, Senin (2/11) kemarin, dilaporkan turut menyampaikan keprihatinannya terhadap penahanan dua pimpinan KPK nonaktif itu, dengan mengenakan pita hitam sebagai tanda berkabung di lengan banjunya.

Dalam temu pers yang digelar di Kantor Sekretariat Forum LSM Aceh, Jalan T Iskandar kawasan Lambhuk, Ulee Kareng, Banda Aceh, terkait dengan dugaan rekayasa dan upaya kriminalisasi terhadap kedua pimpinan KPK nonaktif itu, mereka juga mendesak Presiden SBY untuk mencopot Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji dari jabatannya.

Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Ahmad Humam Hamid, Mawardi Ismail, Saifuddin Bantasyam, Tgk Faisal Ali, TAF Haikal, Zulfikar Sawang, Akhiruddin (GeRAK Aceh), Azhari (Komunitas Tikar Pandan), Hendra Fahdli (Kontras Aceh), Mustikal (LBH Banda Aceh), Ilham Sinambela (TI-Indonesia unit Aceh), M Nur (Walhi Aceh), dan Rafli Kandee (seniman).

Mereka juga menyambut baik pembentukan TPF yang akan menyelidiki kasus rekayasa dan upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK nonaktif itu. “Dengan pembentukan tim tersebut, kita mengharapkan kasus yang cukup mendapat perhatian publik itu dapat segera diselesaikan dengan sebaik-baiknya,” sebut mereka dalam pernyataannya.(dtc/ask/sup)


http://www.serambinews.com/news/presiden-bentuk-tpf-kasus-bibit-chandra