Selasa, 29 Mei 2012

Aceh Bisnis Hari ini Pkl. 07:50 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Dua program pemberdayaan ekonomi masyarakat, yaitu Alokasi Dana Gampong (ADG) dan Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) yang digulirkan Pemerintah Aceh lima tahun terakhir dinilai belum mampu mendorong perekonomian masyarakat desa menjadi lebih bergairah. Padahal, semua gampong menerima alokasi dana ADG antara Rp 75 juta hingga Rp 250 juta.
Namun, akibat tidak terakses dengan perbankan, perekonomian masyarakat tetap tidak menjadi lebih baik. Solusinya, Pemerintah Aceh harus berani menerbitkan kebijakan berupa qanun, peraturan gubernur (pergub) maupun peraturan bupati/walikota (berbup/perwal) untuk mengalokasikan 50% dana tersebut sebagai jaminan atau agunan masyarakat gampong mengakses perbankan.

Demikian wacana yang disampaikan Juru Bicara Kaukus Barat Selatan, Taf Haikal. Dia menambahkan, yang terlihat selama ini, program-program ADG dan BKPG baru menyentuh aspek infrastruktur, padahal belum tentu semua gampong membutuhkan penambahan infrastruktur.

“Artinya, kedua program dana bergulir tersebut belum mampu menggerakkan ekonomi rakyat atau sektor riil. Semestinya, alokasi dana itu digunakan pada sektor-sektor produkif, seperti pembiayaan bagi warga gampong untuk meningkatkan produksinya,” kata Haikal, Senin (28/5).

Ini, menurutnya, sesuai dengan semangat awal diluncurkannya program tersebut, yaitu untuk menggerakkan sektor ekonomi produktif  di gampong. Sudah menjadi rahasia umum, jika masyarakat desa saat ini sangat sulit mendapatkan modal usaha dari perbankan, karena terbentur persoalan agunan. Akibatnya, pertumbuhan perekonomian masyarakat gampong menjadi lambat.

“Ini adalah problem klasik, dan di sisi lain bank juga memiliki aturan-aturan standar yang harus ditaati, tentu untuk menekan risiko kredit bermasalah. Tapi sebetulnya, ADG dan BKPG bisa menjawab ini,” kata Haikal optimis.

Dia pun menjelaskan, kini hampir semua gampong di Aceh menerima alokasi dana ADG antara Rp 75 juta hingga Rp 250 juta. Bila sebagian alokasi anggaran tersebut dijadikan agunan, maka banyak masyarakat dapat mengakses perbankan. Diharapkan pula, bank tak khawatir menyalurkan kredit karena memang telah memiliki jaminan. Untuk itu pula, gampong tentu harus bekerja sama dengan bank seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

“Jika pemerintah berani menerbitkan kebijakan untuk mengalokasikan 50% dana itu sebagai jaminan atau agunan masyarakat gampong mengakses dunia perbankan, mungkin lima tahun ke depan semua gampong di Aceh sudah mandiri dalam pengelolaan keuangan, karena sudah memiliki aset yang dititip di BPR,” kata Haikal lagi.

Sistem seperti ini, menurut Haikal, sudah sukses diterapkan di salah satu propinsi di Indonesia. Di mana sebuah BPR menjalin kerja sama dengan LSM untuk menjaminkan simpanan mereka sebagai agunan kredit masyarakat dampingan.

“Sebelumnya,  LSM tersebut mendapat suntikan modal dari sejumlah donor. Dana inilah yang dijadikan agunan di BPR tersebut,” ungkapnya, sambil mengatakan bila masyarakat yang atas rekomendasi LSM tidak dapat mengembalikan cicilannya, maka otomatis BPR langsung memotong simpanan LSM tersebut.

“Nah, akhirnya BPR itu mendapat pujian dari Bank Indonesia karena tidak ada tunggakan kredit, dan LSM itu sendiri semakin kuat pendampingannya dengan membuat program-program life skill yang fokus. Sementara masyarakat dapat mengakses permodalan di perbankan tanpa harus memiliki jaminan atau agunan,” demikian Haikal. (ht anwar ibr riwat)

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/05/29/98501/pemerintah_diminta_bantu_gampong_jalin_kerja_sama_dengan_bank/

Senin, 28 Mei 2012

TAF Haikal: Gampong Perlu Jalin Kerjasama dengan Bank

Senin, 28 Mei 2012 15:30 WIB

Menurut Haikal, selama ini program-program ADG dan BKPG masih menyentuh aspek infrastruktur, padahal belum tentu semua gampong membutuhkan infrastuktur.
Semestinya, kata Haikal, alokasi dana tersebut digunakan pada sektor-sektor produkif, seperti pembiayaan bagi warga gampong untuk meningkatkan produksinya. “Ini sesuai dengan semangat awal diluncurkannya program tersebut, yakni untuk menggerakan sektor ekonomi produktif  di gampong,” katanya.
Menurut Haikal, problem klasik masyarakat saat ini adalah sulitnya memperoleh modal dari perbankan karena terbentur persoalan anggunan. Alhasil, pertumbuhan perekonomian masyarakat gampong menjadi lambat. Di sisi lain, kata dia, bank juga memiliki standar perbankan yang harus ditaati, tentu untuk menekan resiko kredit bermasalah. “Tapi sebetulnya, ADG dan BKPG bisa menjawab ini,” kata dia.
Haikal menjelaskan, kini hampir semua gampong di Aceh menerima alokasikan dana ADG antara Rp75 hingga Rp250 juta. Bila sebagian alokasi anggaran tersebut dijadikan sebagai anggunan, kata dia, maka banyak masyarakat dapat mengakses perbankan.
Bank, kata dia, juga tak akan khawatir menyalurkan kredit karena memang telah memiliki jaminan. “Untuk ini, gampong tentu harus bekerja sama dengan bank, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR),” katanya.
Pemerintah, kata Haikal, juga harus berani menerbitkan kebijakan (qanun, pergub, perbup) untuk mengalokasikan 50 persen dana tersebut sebagai jaminan atau anggunan masyarakat gampong mengakses dunia perbankan.
“Mungkin lima tahun ke depan semua gampong di Aceh sudah mandiri dalam pengelolaan keuangan karena sudah memiliki aset yang dititip di BPR,” katanya.
Sistem seperti ini, kata Haikal, sudah sukses diterapkan di salah satu provinsi di Indonesia. Di mana sebuah BPR menjalin kerjasama dengan LSM untuk menjaminkan simpanan mereka di BPR sebagai anggunan kredit masyarakat dampingan. Sebelumnya, kata Haikal, LSM tersebut mendapat suntikan modal dari sejumlah donor. “Dana inilah yang dijadikan anggunan di BPR tersebut,” katanya.
Bila masyarakat, yang atas rekomendasi LSM tidak dapat mengembalikan cicilannya, kata dia, otomatis BPR langsung memotong simpanan LSM tersebut.
Hasil dari kerjasama yang terjalin dengan baik tersebut, BPR selalu mendapat pujian dari Bank Indonesia karena tidak ada tunggakan kredit. Sedangkan LSM semakin kuat pendampingannya dengan membuat program-program life skill yang fokus ditambah lagi simpanan LSM di BPR semakin berkembang.
“Sedangkan masyarakat dapat mengakses permodalan di perbankan tanpa harus memiliki jaminan atau angunan,” katanya. []


http://atjehpost.com/read/2012/05/28/10236/17/7/TAF-Haikal-Gampong-Perlu-Jalin-Kerjasama-dengan-Bank

Rabu, 23 Mei 2012

Politik Aceh Baru Stabil pada 2017
Mohamad Burhanudin | Nasru Alam Aziz | Selasa, 22 Mei 2012 | 23:45 WIB
Kompas/Nina Susilo Pilkada Aceh
BANDA ACEH, KOMPAS.com — Kondisi politik di Aceh diperkirakan baru akan mencapai kestabilan setelah tahun 2017 mendatang atau setidaknya saat pemilihan umum kepala daerah yang ketiga di provinsi ini. Saat ini kondisi politik di Aceh masih belum lepas dari situasi setelah konflik sehingga kondisi yang ada masih labil.
Demikian disampaikan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam, dalam acara evaluasi Pilkada Aceh 2012 yang digelar oleh Masyarakat Tranparansi Aceh (MaTA), Selasa (22/5/2012).
Situasi setelah konflik masih sangat berpengaruh dalam politik Aceh saat ini, termasuk dalam hajatan Pilkada 2012. Suasana yang mencekam dan belum lepasnya isu-isu perdamaian dan rekonsiliasi dalam arena politik merupakan salah wujud dari situasi seusai konflik. Itu pula yang agak membedakan antara kondisi politik lokal Aceh dan daerah lain di Indonesia.
"Jadi, menilai prospek demokrasi di Aceh saat ini mungkin kurang fair jika tak melihat dulu sampai pilkada yang ketiga atau keempat, atau setelah tahun 2017 nanti. Jika tak ada lagi konflik di Aceh, saya yakin akan stabil tahun 2017. Tapi, kalau tetap mencekam seperti sekarang tetap belum bisa diharapkan," kata Saifuddin.
Pilkada Aceh lalu, menurut dia, masih belum sepenuhnya memenuhi unsur tercapainya demokrasi yang substansial. Pilkada masih sekadar memenuhi unsur demokrasi yang bersifat prosedural.
Hal tersebut tecermin dari masih minimnya pencapaian atas terwujudnya pendidikan politik, pendidikan pemilih, dan budaya politik yang bertumpu pada kepercayaan kepada otoritas penyelenggara. Masalah dasar hukum dan ketidakpercayaan terhadap penyelenggaraan pilkada mewarnai pelaksanaan pilkada di Aceh.
Hak pilih rakyat secara umum sudah terjamin meskipun dalam berbagai kasus banyak ditemukan kesalahan daftar pemilih tetap, ada kecurangan, dan kekerasan. "Namun itu hanya menjadi diskusi di warung kopi saja karena institusi yang ada gagal membuktikannya," kata dia.
Di pihak lain, baik partai politik di Aceh maupun calon independen juga gagal menjalankan fungsi pendidikan politik kepada masyarakat serta regenerasi kader. Hal ini tampak pada minimnya kampanye-kampanye politik yang mendidik dan mengarah pada ajakan positif kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.
Juru Bicara Kaukus Barat Selatan, Taf Haikal, mengatakan, pada tahap awal, politik di Aceh sebenarnya tak pernah diarahkan untuk menuju demokrasi. Awalnya, politik Aceh hanya diarahkan sekadar dari situasi konflik ke situasi damai.
"Bahkan, keberadaan calon independen dan partai politik lokal sebenarnya dulu muncul pertama kali di Aceh bukan atas pertimbangan penciptaan demokrasi. Semuanya didasari niat kepentingan politik seusai konflik. Oleh karena itu, tak heran calon independen pada pilkada 2012 lalu pun menjadi masalah dan diperdebatkan keberadaannya, meski di Aceh-lah hal itu pertama kali muncul," tuturnya.
Lebih jauh dia mengatakan, saat ini yang terpenting bagi masyarakat sipil di Aceh adalah menjaga agar pemerintahan baru yang dihasilkan dari pilkada ini berjalan sesuai rel. Jika produk pilkada yang ada saat ini gagal mewujudkan situasi yang lebih baik, maka di situlah persoalan baru Aceh akan muncul.

http://regional.kompas.com/read/2012/05/22/23454258/Politik.Aceh.Baru.Stabil.pada.2017
Uang Minyak bukan Money Politic
Rabu, 23 Mei 2012 12:12 WIB

 
BANDA ACEH - Pakar Hukum Saifuddin Bantasyam berpendapat, pemberian uang makan atau biaya transport yang kerap disebut uang minyak oleh kandidat kepala daerah kepada timses dan pendukungnya, tidak bisa serta merta dikategorikan sebagai money politic (politik uang). Jika dalam jumlah yang masih wajar, pemberian uang itu masih bisa ditoleransi sebagai cost politic (biaya politik).

“Saya rasa kalau seorang calon menyerahkan uang kepada timsesnya guna dibagi ke masyarakat sebagai uang makan dan uang minyak karena ikut kampanye, itu masih bisa dikatakan cost politic. Sedangkan money politic adalah menyerahkan uang dengan unsur memaksa memilih kandidat tertentu,” kata Saifuddin, di Banda Aceh, Selasa (22/5).

Pernyataan itu diungkap Saifuddin Bantasyam menjawab pertanyaan peserta diskusi “Evaluasi Hasil Pilkada Kota Banda Aceh” di kantor Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Gampong Ie Masen Kayee Adang, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, Selasa (22/5).  Diskusi yang dimoderatori aktivis LSM, Taf Haikal itu, diikuti Ketua Panwas Banda Aceh Andriansyah, para aktivis, dan kalangan jurnalis.

Pada bagian lain, Saifuddin yang hadir sebagai pembicara tunggal menyatakan, Pilkada Banda Aceh 2012, menunjukkan sulitnya mencari calon kepala daerah dari kader partai politik. Selain pasangan incumbent Mawardy-Illiza, parpol nasional lain tak berani mengusung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota dari kader partainya sendiri.

“Misalnya PKS tak mengusung kader dari partainya sendiri, tapi ikut mengusung pasangan Aminullah Usman/Tgk Muhibban yang merupakan orang di luar partainya. Ini ada yang kurang dari segi pendidikan terhadap kader partai politik, MaTA harus meneliti hal ini,” kata Saifuddin, didampingi Koordinator MaTA Alfian.

Menurut Dosen Fakultas Unsyiah ini, selain Banda Aceh, di kabupaten/kota lainnya juga ada kecendrungan parnas tak mengusung calon dari kader partai mereka sendiri. “Ya ini mungkin disebabkan parnas masih kalah dominasi dengan Partai Aceh (PA) yang mengusung calonnya sendiri. MaTA juga harus meneliti hal ini,” kata Saifuddin.(sal) 
 
http://aceh.tribunnews.com/2012/05/23/uang-minyak-bukan-money-politic

Selasa, 22 Mei 2012

Gangguan Frekuensi RAPI Semakin Parah
 Senin, 21 Mei 2012 12:35 WIB

210512foto.12_.jpg
Ketua RAPI terpilih Kecamatan Luengbata, Umriansyah (kiri) menerima pataka dari Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal pada pelantikan pengurus RAPI Luengbata di Aula Gedung Terminal Terpadu Banda Aceh, Minggu (20/5). SERAMBI/NASIR NURDIN

Relawan Bencana Desak Penertiban

BANDA ACEH - Musyawarah Kecamatan (Muscam) II RAPI Luengbata, Kota Banda Aceh, Minggu (20/5), selain membentuk kepengurusan baru diketuai Umriansyah (JZ01BUN) juga melahirkan rekomendasi yang salah satunya mendesak intervensi pemerintah dan pihak berwenang menertibkan gangguan di frekuensi RAPI yang cenderung semakin parah.

Rekomendasi Komisi A dan B Muscam II RAPI Kecamatan Luengbata itu ditujukan kepada Ketua RAPI Kota Banda Aceh dan Pengurus RAPI Aceh untuk segera dikoordinasikan dengan pihak berwenang, termasuk Balai Monitoring (Balmon) selaku lembaga teknis Ditjen Postel di daerah.

Umriansyah didampingi sekretarisnya, Dedi Supriadi (JZ01BDE) mengatakan, yang mendesak ditindaklanjuti adalah gangguan frekuensi pada fasilitas repeater 143.575 Mhz yang digunakan oleh relawan RAPI untuk bantuan komunikasi bencana maupun keadaaan darurat lainnya.

Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal (JZ01BTH) membenarkan gangguan di range frekuensi RAPI telah berlangsung cukup lama dan diyakini bertujuan untuk melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi RAPI. Apalagi, pascagempa 8,5 SR yang mengguncang Aceh pada 11 April 2012 semakin banyak masyarakat menggunakan radio komunikasi dua arah yang disiagakan pada jalur RAPI.

“Sepertinya ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk pembusukan organisasi atau melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap RAPI. Sebagai organisasi legal yang dilindungi undang-undang, kami berhak mendapatkan proteksi pemerintah. Saya pikir wajar jika lahir rekomendasi itu,” kata Haikal.

Bentuk gangguan, kata Haikal adalah penjimeran (spoting signal) disertai audio (suara) dengan kalimat-kalimat yang seharusnya tidak pantas diucapkan di frekuensi terbuka. “Kami minta intervensi pemerintah dengan aparat keamanannya untuk menertibkan. Ini juga penting agar tidak terjadi benturan di lapangan,” tandas Haikal.

Muscam II RAPI Luengbata di Gedung Terminal Terpadu Banda Aceh dibuka oleh Camat Luengbata, Drs Muhammad Hidayat. Dia berharap RAPI terus berkiprah, baik dalam kondisi normal maupun bencana.

Pengurus baru RAPI Luengbata merupakan kelanjutan periode sebelumnya yang diketuai Fauzi SE (almarhum). Adapun pengurus inti untuk periode dua tahun ke depan masing-masing Umriansyah (ketua), Rino Alfian (JZ01BRL) wakil ketua, Dedi Supriadi (JZ01BDE) sekretaris, dan Supomo (JZ01BBO) sebagai bendahara. Kepengurusan yang dilengkapi beberapa seksi tersebut dilantik Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal.(nas)

Rabu, 02 Mei 2012

Aneka - Senin, 30 Apr 2012 00:32 WIB
Trauma Gempa Aceh Belum Pulih
int
Beberapa hari terakhir, masyarakat di sejumlah daerah di Aceh kembali diresahkan dengan isu yang beredar melalui pesan singkat (SMS) terkait prediksi gempa bumi.
Kemudian isu dari pesan singkat telepon seluler itu pun cepat beredar. Ada yang percaya dan juga tidak sedikit warga yang mengabaikan dengan keyakinan bahwa tidak ada ilmuan dapat memprediksikan tentang kapan gempa terjadi.

Bagi warga yang termakan isu bakal terjadi gempa dahsyat seperti isi pesan SMS itu mulai khawatir, terutama penduduk yang bermukim di pesisir pantai, seperti di Kabupaten Aceh Jaya. Ratusan orang pun bergegas mengungsi ke dataran tinggi pada Rabu (25/4).

Di Kota Banda Aceh, sebagian warga juga mulai termakan isu gempa dahsyat seperti pesan SMS itu, termasuk sejumlah pelajar yang takut ke sekolah.

Isu gempa dahsyat yang diprediksi akan terjadi antara pukul 15.00-16.00 WIB pada Rabu (25/4) seperti beredar dari pesan SMS itu juga mempengaruhi sebagian orang di Kota Banda Aceh.

Sebagian pedagang di pasar juga termakan isu bencana gempa tersebut, kemudian menutup usahanya dan segera pulang ke rumah masing-masing.

Dalam beberapa tahun terakhir pascagempa berkekuatan 8,9 Skala Richter yang disertai tsunami pada 26 Desember 2004, bumi Aceh memang belu sepi dari guncangan gempa bumi.

Terakhir, gempa bumi berkekuatan 8,5 Skala Richter juga menguncang Aceh pada 11 April 2012. Guncangan gempa bumi yang berpusat di perairan laut Pulau Simeulue itu membuat kepanikan luar bisa dikalangan masyarakat Aceh.

Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh, membuat "Indonesia menanggis" karena hampir 200 ribu penduduk kawasan pesisir pantai Aceh meninggal dunia dan hilang.

Karenanya, jika muncul kepanikan warga saat gempa atau berhembusnya isu tentang bakal terjadinya bencana bagi masyarakat Aceh sesuatu yang "manusiawi" karena pengalaman 26 Desember 2004.

Namun isu bakal terjadi gempa bumi dahsyat yang beredar dari pesan SMS beberapa hari lalu dikecam sejumlah pihak, karena telah berdampak keresahan masyarakat di provinsi ujung paling barat Pulau Sumatera itu.

Bahkan, sebagian warga meminta pemerintah dan aparat kepolisian untuk mengusut sumber pengedar pesan dari SMS yang telah meresahkan masyarakat di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa itu.

Bahkan, para ahli, peneliti dan lembaga pemerintah terkait masalah kebencanaan di Aceh menegaskan bahwa prediksi gempa bumi 12 Skala Richter di sekitar Pulau Sumatra yang beredar di kalangan masyarakat lewat SMS itu sesuatu menyesatkan.

Sampai saat ini, belum ada satu pun ilmuwan di dunia yang mampu memprediksikan kapan terjadinya gempa secara tepat, demikian siaran pers bersama pemerintah, peneliti, ahli dan lembaga kebencanaan di Aceh itu.

Pernyataan bersama dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), pusat riset tsunami dan mitigasi bencana (TDRMC) Unsyiah, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Banda Aceh, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Aceh dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kota Banda Aceh, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia serta Taruna Siaga Bencana (TAGANA) Provinsi Aceh.

Oleh karena itu, prediksi gempa yang mengikutkan prediksi waktu adalah keliru dan menyesatkan.

Para peneliti dan ahli serta relawan kebencanaan di Aceh itu juga menegaskan bahwa sumber informasi yang dicantumkan di dalam SMS tersebut tidak dikenal di kalangan ilmuwan kegempaan di dunia.

Dari redaksi SMS yang beredar adalah salah dari sudut pandang ilmiah di mana mereka menggunakan SR (Skala Richter) yang sebenarnya tidak dapat digunakan untuk gempa skala besar.

Untuk informasi awal kepada masyarakat bahwa gempa bumi dengan skala richter hanya sampai 10 SR atau lebih tepatnya 10Mw (dalam satuan yang besarnya hampir sama dengan SR).

Untuk itu, BPBA, BMKG dan perwakilan lembaga di Aceh mengimbau masyarakat tidak meneruskan SMS-SMS gempa bumi yang mencantumkan prediksi gempa 12 SR dan waktu terjadinya.

Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal mengharapkan peran serta para ulama dan tokoh masyarakat untuk turut menenangkan warga agar tidak terpengaruh terhadap informasi/SMS gempa bumi yang keliru tersebut.

Namun yang perlu dilakukan masyarakat pada saat ini adalah meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terhadap bencana khususnya bencana-bencana yang relevan untuk wilayah Aceh seperti gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor dan lain-lain.

Pernyataan bersama itu juga mengimbau masyarakat untuk memperhatikan arahan yang diberikan dari sumber resmi yaitu BMKG, BPBA, BPBD, dan pemerintah daerah setempat tanpa panik atau khawatir yang berlebihan.

Tidak Perlu Panik

Kalangan ulama mengimbau masyarakat Aceh jangan panik dalam menyikapi informasi yang dihembuskan pihak-pihak tidak bertanggung jawab terkait masalah ramalan gempa bumi.

"Kita tidak perlu terlalu percaya dengan ramalan atau prediksi-prediksi itu, apalagi jika informasi bencana yang menimbulkan kepanikan masyarakat tersebut sumbernya tidak jelas, pesan SMS" kata Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk Faisal Ali.

Pesan SMS itu telah membuat warga gelisah, resah dan khawatir berlebihan, apalagi sampai ada warga yang meninggalkan rumahnya pergi ke gunung seperti penduduk di pesisir pantai Kabupaten Aceh Jaya.

Faisal Ali yang juga Ketua PWNU Aceh itu menjelaskan bahwa Provinsi Aceh masih banyak ulama sebagai guru agama sekaligus tempat bertanya jika ada sesuatu informasi terkait dengan masalah-masalah ghaib.

"Hal-hal yang ghaib itu adalah urusan Allah SWT, termasuk kapan terjadinya gempa bumi. Bahkan, para ilmuwan di dunia melalui peralatan canggihnya hingga kini belum bisa memprediksi kapan terjadinya gempa bumi," kata dia.

Bahkan, karena terlalu percayanya terhadap ramalan itu maka membuat setiap orang panik.

"Yang paling tepat, jika kita mendengar sesuatu informasi maka tanyakan kepada para ulama, sehingga bisa menjadi obat penentram jiwa jika kita sedang dihadapi kepanikan akibat berbagai isu atau remalan," katanya menjelaskan.

Tidak ada manusia yang mengetahui hal-hal ghaib, karena itu hanya urusan Allah SWT, seperti soal kematian seseorang.

Sesuai ajaran Islam, katanya, jika umat mengalami kegelisahan maka obatnya adalah perbanyak ibadah, membaca Al Quran dan berzikir serta memohon ampunan dan petunjuk kepada Allah SWT.

Faisal Ali juga meminta berbagai pihak tidak memberikan informasi dan berita yang justru menimbulkan kepanikan masyarakat. Perbuatan itu merupakan dosa besar, apalagi jika ada masyarakat yang terpengaruh, kemudian panik akibat informasi yang disajikan tersebut.

Selain itu, ia juga mengimbau umat Islam khususnya warga di provinsi berpenduduk mayoritas muslim untuk terus meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT semoga diampuni dosa dan dijauhi dari marabahaya dan bencana alam.

"Pengajian di kampung-kampung harus diramaikan. Segala bentuk maksiat harus disingkirkan, sehingga Allah SWT terus melindungi kita dari marabahaya dan bencana alam," katanya menambahkan.

Kerusakan di atas bumi akibat ulah manusia. Jangan biarkan maksiat dan perbuatan yang melanggar hukum terjadi ditengah-tengah masyarakat. Dari kebaikan yang dikerjakan, maka Allah SWT pasti akan melimpahkan rahmatNya kepada penduduk bumi.(Ant/Azhari)

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/04/30/48345/trauma_gempa_aceh_belum_pulih/

Isu SMS Gempa 12 SR di Aceh

Kamis, 26 April 2012, 22:02 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pemerintah bersama lembaga terkait masalah kebencanaan di Aceh menegaskan bahwa prediksi gempa bumi 12 Skala Richter (SR) di sekitar Pulau Sumatra yang beredar di kalangan masyarakat lewat pesan singkat (SMS), sesuatu kekeliruan dan menyesatkan.

Sampai saat ini, belum ada satu pun ilmuwan di dunia yang mampu memprediksikan kapan terjadinya gempa secara tepat, demikian siaran pers, Kamis.

Siaran pers bersama itu dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), pusat riset tsunami dan mitigasi bencana (TDRMC) Unsyiah, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Banda Aceh, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Aceh dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kota Banda Aceh, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia serta Taruna Siaga Bencana (TAGANA) Provinsi Aceh.

Oleh karena itu, prediksi gempa yang mengikutkan prediksi waktu adalah keliru dan menyesatkan.

Para peneliti dan ahli serta relawan kebencanaan di Aceh itu juga menegaskan bahwa sumber informasi yang dicantumkan di dalam SMS tersebut tidak dikenal di kalangan ilmuwan kegempaan di dunia.

Dari SMS yang beredar, salah satu dari sudut pandang ilmiahnya di mana mereka menggunakan SR (Skala Richter) yang sebenarnya tidak dapat digunakan untuk gempa skala besar. Untuk informasi awal kepada masyarakat, bahwa gempa bumi dengan skala richter hanya sampai 10 SR atau lebih tepatnya 10Mw (dalam satuan yang besarnya hampir sama dengan SR).

Untuk itu, BPBA, BMKG dan perwakilan lembaga di Aceh mengimbau masyarakat tidak meneruskan SMS-SMS gempa bumi yang mencantumkan prediksi gempa 12 SR dan waktu terjadinya.

Ketua RAPI Kota Banda Aceh, TAF Haikal mengharapkan peran serta para ulama dan tokoh masyarakat untuk turut menenangkan warga agar tidak terpengaruh terhadap informasi/SMS gempa bumi yang keliru tersebut.

Namun yang perlu dilakukan masyarakat pada saat ini adalah meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terhadap bencana khususnya bencana-bencana yang relevan untuk wilayah Aceh seperti gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor dan lain-lain.

Siaran pers itu juga mengimbau masyarakat untuk memperhatikan arahan yang diberikan dari sumber resmi yaitu BMKG, BPBA, BPBD, dan pemerintah daerah setempat tanpa perlu merasa panik atau khawatir yang berlebihan.
Redaktur: Hazliansyah
Sumber: Antara
 
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1588538331593738532#editor/target=post;postID=6522485191920712278