Sabtu, 29 Agustus 2009

KPBS minta tidak "komersilkan" kerusakan jalan barsel

Thursday, 27 August 2009 21:39
Warta - Aceh
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) minta yang berdomisili di sepanjang jalan Banda Aceh-Calang-Meulaboh tidak "mengkomersilkan" kerusakan sarana transportasi wilayah pantai barat selatan (barsel) Aceh itu.

"Cukup sudah kita sengsara akibat ruas jalan didanai USAID belum selesai pembangunannya itu, jangan komersilkan kerusakan itu sebagai lahan mencari keuntungan," kata juru bicara KPBS TAF Haikal, di Banda Aceh, malam ini.

Pernyataan itu disampaikan terkait "komersialisasi" sarana jalan yang rusak dengan cara melakukan pungutan liar (pungli) di badan jalan yang sulit dilalui kendaraan, kata TAF Haikal.

Kerusakan badan jalan di beberapa titik, terutama di kawasan Pante Ribee Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat itu sudah menjadi peluang melakukan pungli dengan kedok membimbing kendaraan roda dua dan empat melewati jalan rusak tersebut.

Bagi kendaraan roda duan yang melintasi badan jalan rusak itu pengguna harus membayar sebesar Rp2.000 dan Rp5.000 kendraan roda empat serta Rp10.000 bagi kendaraan roda enam atau lebih.

TAF Haikal mengatakan, warga yang berdomisili di sekitar jalan rusak itu berinisiatif membuat jembatan dari pohon kelapa, padahal Pemerintah dapat mengatasinya dengan membangun jembatan yang kokoh, namun terkesan sengaja berjalan lambat.

Akibat kuranngya perhatian pemerintah terhadap sarana jalan itu hingga terkesan "dikomersilkan", banyak warga yang berdomisili di sepanjang jalan barsel Aceh tersebut berubah profesi menjadi pengatur lalulintas di kawasan ini.

"Saya mengharapkan warga masyarakat setempat memahami kondisi ini, karena tidak semua pengguna jalan senyum dan rela dengan cara seperti itu. Janganlah masyarakat pengguna jalan kita bebani lagi dengan pungutan seperti ini," katanya.

Mantan ketua Forum LSM Aceh itu meminta Pemerintah Aceh desak kontraktor yang menangani pembangunan jalan Banda Aceh-Calang untuk menyelesaikan perbaikan ruas jalan yang rusak parah akibat bencana tsunami 26 Desember 2004.
(dat07/ann)
Comments


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=48132:-kpbs-minta-tidak-qkomersilkanq-kerusakan-jalan-barsel&catid=13:aceh&Itemid=26

Minggu, 23 Agustus 2009

Lintas Tapaktuan-Medan rawan longsor

Sunday, 23 August 2009 20:09
Warta - Aceh
WASPADA ONLINE

TAPAKTUAN - Kondisi jalan lintas Tapaktuan, Aceh -Medan, Provinsi Sumatera Utara masih rawan longsor terutama di Gunung Alur Naga, Panorama Hatta, Tangga Besi dan Gunung Kapur Kabupaten Aceh Selatan.

"Lintas jalan negara Tapaktuan-Medan sangat rawan kecelakaan akibat badan jalan yang masih dipenuhi lubang dan ancaman longsor. Kami sangat berharap pihak terkait untuk memperbaiki ruas jalan," kata ketua Bidang Pembangunan Regional Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Aceh, Devi Satria Saputra di Tapaktuan, malam ini.

Kerusakan badan jalan negara itu disebabkan banyaknya mobil angkutan barang yang membawa muatan melebihi tonase, padahal Muspida Aceh Selatan telah mengeluarkan imbauan kepada pengusahan angkutan agar mematuhi ketentuan yang berlaku.

Devi mengatakan kondisi jalan yang terancam putus akibat longsor di Gunung Tangga Besi harus segera ditangani sebab jalan tersebut merupakan satu-satunya sarana perhubungan darat yang menghubungkan Medan dengan enam kabupaten di wilayah pantai barat selatan Aceh.

"Pemerintah harus memikirkan jalur alternatif apabila jalur sekarang tidak dapat dilalui lagi, apalagi menjelang mudik lebaran," katanya.

Mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Abulyatama itu juga meminta Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang yang masih terkatung-katung.

"Jalan Banda Aceh-Calang yang rusak parah akibat tsunami 26 Desember 2004 hingga kini belum selesai pembangunannya, padahal di danai USAID. Kami juga berharap ada upaya yang serius dari Pemerintah Aceh untuk menyelesaikan jalan itu," katanya.

Sementara itu juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) TAF Haikal mengharapkan pengguna jalan meningkatkan kehati-hatian dan kewaspadaan saat melintasi lokasi yang rentan kecelakaan dan longsor itu.

"Saya pernah terjebak longsor pada malam hari raya Idul Adha lalu di salah satu kawasan pantai barat selatan Aceh itu. Semoga pengalaman tersebut tidak dirasakan warga yang lain, sehingga dapat menikmati hari lebaran bersama anggota keluarga," kata TAf Haikal.
(dat03/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=46991:-lintas-tapaktuan-medan-rawan-longsor&catid=13:aceh&Itemid=26

Jumat, 21 Agustus 2009

Tidak Ada Diskriminasi dalam Pembangunan di Aceh

Banda Aceh, (Analisa)

Pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang berlangsung saat ini di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dilakukan dengan tetap menganut prinsip keadilan antar daerah.

Karenanya, tidak benar sama sekali jika ada pihak-pihak tertentu yang menuding Pemerintah Aceh telah berlaku diskriminatif, dan kurang peduli dengan pembangunan di kabupaten tertentu.

"Kita tetap punya kebijakan membangun Aceh tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, kita harapkan semuanya dilihat objektiflah, jangan subjektif dengan penilaian macam-macam dan tak boleh dilihat secara tidak ilmiah. Kalau kita ingin membangun Aceh ini, maka kita harus ada kekompakan dan kebersamaan," ujar Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar kepada wartawan di Banda Aceh, Selasa (18/8).

Penegasan itu disampaikannya menanggapi tudingan Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal yang menilai Pemerintah Aceh saat ini tidak serius dan terkesan diskriminatif dalam melaksanakan pembangunan, terutama dalam mengatasi persoalan transportasi menuju pantai barat selatan Aceh yang masih terganggu saat ini.

Wagub menyatakan, sejak 2007 hingga sekarang, pembangunan untuk daerah pantai barat selatan itu cukup besar, justru kalau pembangunan di pantai timur Aceh itu, cuma merehab jalan yang sudah ada, atau memperluasnya saja.

"Tapi kalau inikan jalan ke barat selatan Aceh seperti ruas Banda Aceh-Calang, itu dari nol lagi dibangun setelah hancur pasca tsunami, artinya lebih banyak habis uang. Uang itu jangan hanya dilihat dari APBA, APBK serta APBN saja, tapi donor asing yang diberikan untuk Aceh, kemudian direkomendasikan ke daerah-daerah tertentu, itu juga untuk kepentingan kita bersama," ungkapnya.

Karenanya, Nazar mengharapkan kepada semua pihak jangan membuat pernyataan yang berlebihan, kalau mau menilai Pemprov atau Pemkab. "Jangan sampai kelemahan diri kita sendiri secara internal, intelektualitas dan secara SDM, kemudian kita cari alasan dengan mengkambinghitamkan orang lain. Jangan terjadi seperti itu. Jadi membangun itu butuh kekompakan, common sense, butuh perencanaan yang matang dan butuh kemampuan dalam memahami regulasi dan kemampuan dalam mengendalikan seluruh sektor," terangnya.

Ditegaskannya, dalam membangun suatu daerah di Aceh, Pemerintah Aceh tidak melihat sama sekali bahwa wilayah ini atau daerah itu banyak memberikan hasil untuk Aceh atau tidak.

"Tidak kita lihat itu. Karena kalau kita lihat itu, maka sumber dana kan harus ke Aceh Utara semua, tapi ini yang banyak diterima kabupaten itu hanya dana yang berasal dari minyak dan gasnya saja," ujar Wagub.

Sementara dana yang bersumber dari Otonomi Khusus (Otsus) justru banyak diberikan ke daerah lain yang masih tertinggal dalam pembangunannya, seperti ke Gayo Lues, Aceh Timur yang paling terisolir, kemudian sejumlah kabupaten di pantai barat selatan, itu paling banyak dari dana Otsus.

"Jika kita seimbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan jumlah penduduk, itu mungkin pembangunan di daerah itu tidak bisa berjalan dengan baik, kalau itu ukurannya. Maka itu harus disadari juga bahwa itu ada keadilan yang kita lakukan, sama semuanya," tegasnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25779:tidak-ada-diskriminasi-dalam-pembangunan-di-aceh-&catid=42:nad&Itemid=112

Minggu, 16 Agustus 2009

Bupati Aceh Jaya Kekanak-kanakan

* LSM dan Tokoh Barat-Selatan Dukung Bupati Aceh Jaya
16 August 2009, 11:36 Utama Administrator
BANDA ACEH - Pernyataan Bupati Aceh Jaya, Azhar Abdurrahman yang menilai pemerintahan Irwandi-Nazar menganaktirikan kawasan pantai barat-selatan Aceh dalam program pembangunannya, mengundang reaksi keras dari Gubernur Irwandi Yusuf. Ia menilai, pernyataan Azhar Abdurrahman adalah sikap kekanak-kanakan dari seorang pemimpin daerah. “Pernyataan Bupati Aceh Jaya kekanak-kanakan, saya pikir tidak perlu ditanggapi,” ujar Gubernur Irwandi menjawab Serambi via telepon tadi malam.

Menurut Irwandi, kemarin ia juga sudah menerima banyak sambungan telepon dari sejumlah kalangan di Aceh Jaya, termasuk dari sejumlah anggota KPA setempat yang merupakan para pendukung utama Bupati Azhar Abdurrahman. Umumnya, kata Gubernur Irwandi, mereka menyayangkan statemen yang dikeluarkan oleh Bupati Azhar. “Ucapan Azhar ini sudah menjadi polemik di konstituennya. Sudah banyak yang menanyakan ke saya, termasuk dari KPA. Bahkan ada yang bilang, ketika pilkada dulu, mereka salah menempatkan pasangan. Seharusnya wakilnya yang menjadi bupati dan bupati di posisi wakil,” ungkap Irwandi.

Seperti diketahui, pada Pilkada 2006, Azhar Abdurrahman maju sebagai calon Bupati Aceh Jaya berpasangan dengan Zamzami A Rani. Kedua mantan kombatan GAM ini maju dalam bursa Pilkada 2006 melalui jalur independen alias nonpartai. Ditanya lambannya pembangunan jembatan yang menjadi salah satu faktor sulitnya transportasi ke Aceh Jaya, Gubernur menyatakan hal itu sedang dalam proses. “Jangan berpikir bahwa itu semudah membalikkan telapak tangan, semuanya ada proses. Kalau tidak ada anggaran harus putar otak dulu untukmencari dana, sekarang kan dalam proses. Bukan hanya ngomong saja,” ujar dia.

Gubernur Irwandi menambahkan, kemajuan pembangunan suatu daerah juga sangat tergantung dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah setempat. Selain itu, kemampuan seorang pemimpin juga sangat menentukan dalam proses percepatan pembangunan di daerah yang dipimpinnya. “Ini pembebasan tanah untuk pembangunan jalan saja tidak pernah beres. Padahal biaya pembangunan jalan itu sudah dibantu oleh pihak lain. Biaya pembebasan jalan juga dibantu oleh provinsi, tapi juga tidak pernah tuntas,” tukas Gubernur Irwandi.

Didukung
LSM Masyarakat Transparansi Anggaran (Mataradja) Aceh Jaya menyatakan dukungan terhadap statemen Bupati Aceh Jaya yang menilai Gubernur Aceh kurang perhatian untuk pantai barat Aceh. Koordinator LSM Mataradja, Teuku Asrizal dalam rilisnya kepada Serambi, Sabtu (15/8) menulis, apa yang diungkap oleh Bupati Aceh Jaya adalah benar. Asrizal mencontohkan persoalan jembatan Kartika yang sekian lama dibiarkan tanpa penanganan sehingga memunculkan persoalan serius di sektor transportasi darat.

Dua tokoh pantai barat-selatan, TAF Haikal dan Fadli Ali yang dihubungi terpisah juga memberi dukungan terhadap pernyataan Bupati Aceh Jaya, Azhar Abdurrahman. TAF Haikal menyatakan, pernyataan tersebut merupakan wujud kekecewaan masyarakat Aceh Jaya dan pantai barat-selatan umumnya yang harus dipahami secara bijak oleh pemimpin negeri ini. “Ini harus menjadi titik pijak dan cerminan bagi pemimpin di Pemerintahan Aceh dalam mengambil keputusan dan kebijakan membangun negeri ini,” kata Haikal yang juga dikenal sebagai Jurubicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS).

Haikal melanjutkan, kalau dirunut ke belakang, ketika proses rehab-rekon dilakukan seharusnya yang menjadi fokus utama pemerintah adalah bagaimana proses pembangunan jalan Banda Aceh-Meulaboh dapat secepatnya selesai. “Apa lagi dana untuk membangun jalan itu telah dibantu Amerika,” ungkapnya. Tetapi, kata Haikal dibenarkan Fadli, “Pemerintah terkesan kurang serius bahkan seperti setengah hati.” Dicontohkan, ketika proses pembebasan tanah yang semestinya tanggungjawab pemerintah, tidak dilakukan secara serius. Akibatnya, prosesnya berjalan lamban, efeknya kemudian pekerjaan oleh USAID melalui rekanannya menjaditerhambat.

“Seharusnya pemerintah membuat tim khusus yang mengawasi persoalan yang timbul dalam proses pembangunan jalan ini. Tetapi ini tidak dilakukan sama sekali. Persoalan yang muncul di tengah masyarakat seperti dibiarkan berlarut- larut dan baru diselesaikan setelah menjadi persoalan besar. Padahal menyelesaikan persoalan yang sudah membumi kan rumit,” ujar Fadli. Seperti diberitakan, Bupati Aceh Jaya, Ir Azhar Abdurrahman, melontarkan kritik kepada Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Muhammad Nazar yang sudah lebih 2,5 tahun memimpin Aceh. Kedua petinggi Aceh ini dia nilai sangat kurang perhatiannya terhadap kawasan pantai barat Aceh, sehingga pembangunan jalan dan jembatan yang sangat diperlukan pascatsunami di kawasan ini berlarut-larut, bahkan terbengkalai.

Azhar Abdurrahman bahkan menyebut Pemerintah Aceh selama ini seperti sengaja menganaktirikan kawasan pantai barat-selatan. Sebaliknya, sangat menomorsatukan pembangunan di wilayah pantai timur Aceh. “Harapan kami pembangunan daerah itu hendaknya merata, jangan ada anak tiri anak kandung,” ujar Bupati Azhar di Calang, Jumat (14/8), usai pelantikan anggota baru DPRK Aceh Jaya masa bakti 2009-2014. Bagai menemukan jawaban atas apa yang ia keluhkan itu, Bupati Azhar kemudian menimpali, “Keterlambatan perbaikan jembatan itu, saya kira, karena Gubernur Aceh dan Wagub Aceh saat ini bukan warga pantai barat-selatan.”(nal/riz/sup)


http://www.serambinews.com/news/bupati-aceh-jaya-kekanak-kanakan

Sabtu, 15 Agustus 2009

Untuk Lanjutkan Jembatan Lambeuso DPRA Minta Gubernur Bersikap Tegas

* Sudah 18 Bulan Ditinggalkan
15 August 2009, 12:25 Utama Administrator

BANDA ACEH – Anggota DPRA meminta Gubernur Irwandi Yusuf berani mengambil sikap tegas demi kelanjutan pembangunan Jembatan Lambeuso, Lamno, Kabupaten Aceh Jaya, yang telah dihentikan pengerjaannya selama 18 bulan. “Permintaan ini kami sampaikan kepada Gubernur Aceh, karena sampai kini pihak USAID belum juga melanjutkan pengerjaan jembatan terebut setelah dihentikan Februari 2008,” kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) XIV DPRA, Bustami Puteh, kepada Serambi di Banda Aceh, Jumat (14/8).

Permintaan senada juga dilontarkan Ketua Komisi D DPRA, Sulaiman Abda. Menurut Sulaiman, pembangunan kembali Jembatan Lambeuso itu sampai kini masih menjadi tanggung jawab USAID, selaku pemberi dana. Tanggung jawab tersebut dibebankan kepada lembaga donor Amerika Serikat itu, karena USAID telah membuat kesepakatan dengan BRR NAD-Nias. Bahwa USAID-lah yang akan membangun kembali ruas jalan Calang–Banda Aceh yang hancur dan terputus akibat tsunami pada 26 Desember 2004 lalu itu.

Janji USAID untuk membangun kembali ruas jalan Calang–Banda Aceh sepanjang 150 km, ungkap Sulaiman Abda, sudah ditunaikan, terutama untuk ruas Lamno–Banda Aceh, sepanjang 30 km. Realisasi fisik proyeknya juga telah mencapai 97 persen. Pekerjaan ini diserahkan USAID kepada PT Wijaya Karya.

Sulaiman mengatakan, jika USAID tidak menghentikan pekerjaannya pada Februari 2008, tentulah jembatan itu sudah selesai sekarang ini. Tapi karena dihentikan dengan alasan saat itu kurang nyaman jika pengerjaannya diteruskan, sehingga saat ini menimbulkan banyak dampak. Di antaranya, suplai sembilan bahan pokok (sembako) dan bahan bangunan ke pantai barat-selatan menjadi terhambat, terutama pada musim hujan.

Seharusnya tuntas
Juru Bicara Kaukus Pantai Barat–Selatan, TAF Haikal, mengatakan bila dilihat dari lamanya waktu yang sudah dilalui mestinya Jembatan Lambeuso itu kini sudah tuntas dibangun, seperti halnya Jembatan Krueng Raba dan Jembatan Lhoong di Aceh Besar. Alasan USAID menyetop sementara pengerjaan jembatan tersebut pada Februari 2008, karena kurang nyaman untuk dilanjutkan, sulit diterima Haikal. Sebab, setelah USAID melaporkan ada gangguan kepada Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Jaya, langsung disikapi Gubernur dan Bupati bersama aparat keamanan setempat. Bupati bersama aparat keamanan dan masyarakat setempat telah menjamin keamanan di sekitar proyek pekerjaan jembatan tersebut.

Jaminan itu, menurut Haikal, sudah disampaikan 16 bulan lalu, tapi sampai kini USAID belum juga memulai kembali pembangunan Jembatan Lambeuso. Padahal, tinggal pengecoran tiang pancang pada tengah jembatan di tengah Sungai Lambeuso saja, sedangkan pembangunan kedua kepala jembatannya sudah rampung. Bahkan jembatan rangka bajanya saat itu sudah dirangkai sepanjang 50 m dari 100 m di atas Krueng Lambeuso.

Penghentian sementara jembatan itu, kata Haikal, menimbulkan tanda tanya dan rasa penasaran besar di tengah masyarakat setempat. Sekarang ini, ungkap Haikal, akibat belum selesainya jembatan itu, suplai barang ke Calang, Meulaboh, Nagan Raya, dan Blangpidie tersendat. Dalam pada itu, jembatan bailey yang dibangun TNI di Lamdurian (Jembatan Kartika), tidak pula mampu menahan truk bermuatan di atas 10 ton. Akibatnya, truk mengangkut barang di atas 10–20 ton, harus melintas di dasar Sungai Lamdurian. Ketika sungai meluap seperti terjadi lima hari lalu, truk tak bisa lagi melintasi sungai.

Dalam seminggu terakhir, ratusan truk sembako dan bahan bangunan tersangkut di Krueng Lamdurian. Akibatnya, harga kebutuhan pokok di Calang, Meulaboh, Nagan Raya, dan Blangpidie terus meroket. Kalau sudah seperti ini, maka rakyatlah yang harus menanggung akibatnya. “Untuk itu, sudah sewajarnya Gubernur Aceh bersikap tegas terhadap kelanjutan pembangunan Jembatan Lambeuso ini. Aapalagi janji yang disampaikan USAID akan melanjutkan kembali pembangunannya, telah terlampui 16 bulan lalu, tapi belum juga dilanjutkan,” ujar Haikal.

Di mata Haikal, solusi mengatasi kemacetan suplai barang dari Banda Aceh ke Calang dan Meulaboh dengan memperkuat Jembatan Kartika di Lamdurian itu hanyalah solusi jangka pendek. Yang sangat dibutuhkan masyarakat pantai barat–selatan adalah solusi permanen, yaitu lanjutkan dan selesaikan pembangunan Jembatan Lambeuso.

Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh, Muhyan Yunan, yang dikonfirmasi Serambi kemarin kembali mengulang pernyataan sebelumnya. Bahwa untuk kelanjutan pembangunan Jembatan Lambeuso sudah dia laporkan kepada Menteri Pekerjaan Umum (PU), Joko Kirmanto. Menteri PU dan Bappenas setuju pekerjaan itu diambil alih Pemerintah Aceh, tapi karena pihak USAID menyatakan masih sangat ingin menyelesaikan jembatan itu, sehingga paket pekerjaannya saat ini belum pantas diambil alih.

Mantan deputi Infrastruktur NAD-Nias, Bastian Sihombing, yang dikonfirmasi Serambi mengenai kelanjutan pembangunan Jembatan Lambeuso itu mengatakan berdasarkan keterangan Roy Ventura, pejabat yang mewakili USAID, kelanjutan pengerjaan Jembatan Lambeuso itu tinggal menunggu izin saja dari Kantor Pusat USAID di Washington DC. Pengerjaannya waktu itu dihentikan atas persetujuan Kantor Pusat USAID. Kalau ingin dikerjakan kembali, haruslah ada izin dari kantor pusat.

“Kita harap proses pemberian izin kembali proyek itu untuk dilelang ulang tidak membutuhkan waktu lama lagi. Sebab, akibat belum selesainya jembatan tersebut, arus transportasi sembako dan barang ke pantai barat-selatan terhambat. Ini bisa menjadi faktor penghambat percepatan pembangunan infrastruktur dan ekonomi di kawasan barat dan selatan Aceh,” ujar Bastian. (her)


http://www.serambinews.com/news/dpra-minta-gubernur-bersikap-tegas

Jumat, 14 Agustus 2009

Pemerintah Aceh Dinilai Tak Serius Tangani Transportasi Pantai Barat Selatan

Banda Aceh, (Analisa)

Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) menilai Pemerintah Aceh hingga saat ini tidak serius dan terkesan diskriminatif, dalam mengatasi persoalan transportasi menuju ke pantai barat selatan Aceh yang dapat ditempuh dari tiga jalur darat via Banda Aceh-Calang, Banda Aceh-Tangse-Meulaboh, Medan-Aceh Selatan.

Apa yang terjadi hari ini, dengan terus terganggunya arus transportasi ke wilayah itu sehingga banyak kendaraan pengangkut barang tertahan, bukan serta merta tiba-tiba terjadi, tapi proses yang sudah berlangsung hampir lima tahun pasca gempa tsunami di Aceh.

Juru Bicara KPBS, TAF Haikal kepada wartawan, Rabu (12/8) mengatakan, jalan menuju pantai barat selatan sampai saat ini belum signifikan dalam penanganannya, ini terbukti pada jalur Banda Aceh-Calang via Lamno yang sedang dikerjakan oleh USAID tingkat kemajuan pembangunan masih sangat lamban.

Jembatan Lambeusoe yang sebagian rangka besi sudah berada di atas sungai belum dimulai pembangunannya. Sehingga truk pengangkut barang harus melewati jembatan bailey Kartika yang dibangun pada masa tanggap darurat dibatasi tonasenya.

Pembatasan ini dilakukan untuk menghindari rusaknya jembatan tersebut karena sampai saat ini belum pernah direhab, yang dikhawatirkan beresiko patah jembatan tersebut. Sehingga truk pengangkut barang harus mengarungi sungai yang pada saat hujan dan airnya naik tidak dapat dilewati. Sedang rakit yang saat ini beroperasi hanya bisa melayani jenis mobil pribadi saja, tidak untuk truk-truk pengangkut barang.

"Bila jembatan Lembeusoe sudah selesai dikerjakan dan dapat dilewati oleh truk-truk pengangkut barang untuk memenuhi kebutuhan warga pantai barat selatan, sangat membantu percepatan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang yang sering dikeluhkan oleh USAID yang tidak bisa mengangkut material barang-barangnya. Juga bisa menyingkat waktu tempuh sekaligus rakit sudah tidak dibutuhkan lagi," katanya.

Rawan Longsor

TAF Haikal menyebutkan, pada jalur tengah jalur Banda Aceh- Meulaboh via Tangse masih sangat rawan longsor karena kondisi alam dan tanjakan yang curam dan terjal sehingga sulit dilewati oleh truk-truk pengangkut kebutuhan sehari-hari rakyat di pantai barat selatan. Ditambah lagi jalan tersebut dipenuhi lubang, semakin memperlambat pilihan jalur ini.

Pada jalur Medan-Aceh Selatan, hingga kini masih dibatasi tonase truk-truk pengangkut kebutuhan sehari-hari. Saat memasuki Aceh via Medan, semua truk diperiksa dan beban truk yang melewati tonase harus dibongkar. Masalahnya pada gunung tangga besi di Aceh Selatan masih rawan longsor, sehingga pembatasan tersebut sampai hari ini masih diberlakukan.

Akibatnya delapan kabupaten/kota yang berada dalam wilayah tersebut terdiri dari Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Simelue, Aceh Selatan, Subulusalam, Aceh Singkil dalam waktu panjang akan terisolir.

"Akibat sulitnya tiga jalur untuk masuk ke pantai barat selatan tidak ada yang normal bagi transportasi angkutan barang, mahalnya harga kebutuhan pokok sehari-hari rakyat pada wilayah tersebut. Belum lagi waktu tempuh yang semakin panjang dibutuhkan oleh para masyarakat yang harus keluar masuk wilayah pantai barat selatan tersebut," ungkapnya.

Untuk itu, KPBS meminta Pemerintah Aceh segera mengambil alih lanjutan pembangunan jembatan Lambeusoe yang sampai saat ini masih belum dilanjutkan pengerjaan oleh USAID, berkoordinasi dengan semua pihak. Sebagian rangka jembatannya sudah berada di atas sungai yang hanya ditopang pohon kelapa karena dikhawatirkan bisa jatuh ke sungai bila arus sungai deras.

"Pemerintah Aceh harus segera memperbaiki longsor yang sering terjadi pada jalur Medan-Aceh Selatan tepatnya di Gunung Tangga Besi secara permanen sehingga tonase arus barang dari Medan bisa normal kembali. Bila secara teknis tidak memungkinkan, segera diambil langkah-langkah membangun jalur alternatif," terang TAF Haikal. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=24956:pemerintah-aceh-dinilai-tak-serius-tangani-transportasi-pantai-barat-selatan-&catid=42:nad&Itemid=112

Rabu, 12 Agustus 2009

Pemda Aceh Diminta Bangun Jembatan Lambeuso

Zal | The Globe Journal

Banda Aceh - Jalan Pantai Barat Selatan sampai saat ini belum signifikan dalam penanganannya. Ini terbukti pada jalur Banda Aceh-Calang via Lamno yang dikerjakan oleh USAID tingkat kemajuan pembangunan sangat lamban. Jembatan Lambeuso yang sebagian rangka besi sudah di atas sungai belum dimulai pembangunannya.

"Kami minta Pemerintah Aceh segera mengambil alih lanjutan pembangunan jembatan Lambeuso yang sampai saat ini masih belum dilanjutkan pengerjaan oleh USAID," pinta Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) TAF Haikal kepada The Globe Journal, Kamis (13/8)

Dalam pernyataan tertulis, Haikal meminta Pemerintah Aceh segera memperbaiki longsor yang sering terjadi di jalur Medan-Aceh Selatan di Gunung Tangga Besi. Dengan demikian, tonase arus barang dari Medan bisa normal kembali. Bila secara teknis tidak memungkin segera diambil langkah-langkah membangun jalur alternatif."Jika ini diabaikan, 8 kabupaten/Kota Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Simelue, Aceh Selatan, Subulusalam, Aceh Singkil dalam waktu panjang akan terisolir," jelasnya.

KPBS menilai Pemerintah Aceh tidak serius mengatasi persoalan tranportasi di Pantai Barat Selatan yang dapat ditempuh dari 3 jalur darat via Banda Aceh-Calang, Banda Aceh-Tangse-meulaboh, Medan-Aceh selatan. "Namun sudah 5 tahun, belum ada perubahan yang cepat," terangnya.[rel/003]


http://www.theglobejournal.com/detilberita.php?id=3259

Percepatan Jalan Banda Aceh-Calang ; Pemerintah Aceh Diminta Ambil Alih Jembatan Lambeusoe

Banda Aceh, (Analisa)

Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh mendesak agar Pemerintah Aceh untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna percepatan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang.

“Menurut kami, perbaikan dua jembatan yang diharapkan oleh USAID harus segera dilaksanakan. Jika jembatan ini menjadi faktor penghambat penyelesaian jalan ini, maka kami meminta kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh untuk segera menangani dengan APBA dan jika perlu diusulkan dalam APBN,” ujar TAF Haikal, Jurubicara KPBS kepada wartawan, Rabu (8/7).

Ia menyatakan, pembangunan jalan Banda Aceh-Calang hingga kini belum menunjukkan titik terang yang mengembirakan. Berbagai masalah muncul silih berganti, seolah-olah pemerintah, lembaga yang memberikan bantuan, dalam hal ini USAID tidak berdaya berhadapan dengan kondisi yang muncul di lapangan dengan waktu yang semakin panjang dibutuhkan.

Ini jauh dari harapan masyarakat pengguna jalan Pantai Barat Selatan Aceh itu dan terkesan kurang bersungguh-sungguh. Setelah proses pembebasan tanah selesai, kini muncul masalah yang lain lagi. Kontraktor rekanan USAID meminta Pemerintah Aceh untuk merehab jembatan yang akan dilalui guna mempercepat proses pengaspalan badan jalan.

Padahal, lanjut Haikal, bila jembatan Lambeusoe sudah selesai dikerjakan, persoalan jembatan darurat dapat teratasi dan jarak tempuh semakin cepat dan transportasi di pantai barat selatan terbebas dari rakit. Muatan barang yang diangkut bisa semakin maksimal dan berdampak semakin stabilnya harga kebutuhan pokok masyarakat di wilayah tersebut.

Cukup Lama

“Menurut kami, proses pembangunan jalan ini sudah cukup lama. Masih segar dalam ingatan kita ketika proses peresmian pertama dimulainya pembangunan jalan pada 25 Agustus 2005. Berbagai masalah muncul, proses pembebasan tanah adalah proses yang cukup lama menyita waktu dan berdampak terhadap penyelesaian pembangunan jalan itu,” terangnya.

KPBS juga mendesak USAID untuk segera melanjutkan pembangunan jalan pada section IV yang sudah lama belum tertangani yang sampai hari ini belum jelas kelanjutannya.

Disetkannya, pembangunan jalan ini merupakan komitmen dari masyarakat Amerika Serikat kepada rakyat Aceh melalui USAID.
“Kami sangat menghargai niat baik dari masyarakat Amerika. Selaku masyarakat yang berbudaya, kami merasa bantuan tersebut sangat bermakna. Akan tetapi, rakyat Aceh juga menunggu janji tersebut. Jika janji tersebut, tidak dapat diwujudkan, maka kami segenap rakyat Aceh bahu-membahu bersama dengan pemerintah Aceh akan mencoba menyelesaikannya,” sebut Haikal.

Pemerintah Aceh dan DPR Aceh perlu segera mempertimbangkan serta mengkomunikasikan dengan USAID untuk mengambil alih penyelesaian pembangunan jembatan Lambeusoe yang sampai hari ini belum dilanjutkan.

“Menurut kami, bila jembatan Lambeusoe bisa dilewati, semakin mendukung percepatan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang. Angkutan barang yang selama ini harus melewati jembatan Kartika, karena menghindari rakit di dekat jembatan Lambeusoe tidak bisa dilewati mobil barang dengan muatan besar. Jalan ini merupakan urat nadi pertumbuhan ekonomi di kawasan pantai barat selatan Aceh,” ungkapnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=20749:percepatan-jalan-banda-aceh-calang--pemerintah-aceh-diminta-ambil-alih-jembatan-lambeusoe&catid=42:nad&Itemid=112

Jembatan Rusak, Arus Transportasi Banda Aceh-Calang Terhambat

Banda Aceh, (Analisa)

Kerusakan jembatan Kartika yang melintasi sungai Lambusoe, di kawasan Lamno, Aceh Jaya beberapa waktu lalu, menyebabkan arus transportasi darat di lintasan Banda Aceh-Calang, saat ini terhambat.
Ratusan truk pengangkut sembako dan bahan bangunan, dari Banda Aceh ke Meulaboh maupun sebaliknya sejak beberapa hari lalu, masih tertahan di kawasan Lamno karena tak bisa melintasi sungai yang meluap, seperti biasa dilakukan selama ini. Sedangkan jembatan bailey Kartika di Desa Lamdurian, masih ditutup karena kondisinya rusak.

Dengan tertahannya ratusan truk pengangkut sembako dan kebutuhan lainnya pada jalur pantai barat selatan itu, juga berakibat mulai sulitnya beberapa bahan kebutuhan pokok rakyat di pasaran. Jika ini terus berlanjut dalam waktu lama tanpa ada upaya untuk mengatasinya, maka akan berakibat harga barang melonjak.

Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal mengatakan, menyusul kerusakan jembatan Kartika sehingga ditutup bagi truk, seharusnya jalan-jalan alternatif di wilayah pantai barat selatan tetap bisa dilalui truk-truk pengangkut kebutuhan rakyat.

Menurutnya, di jalan yang saat ini tertahan ratusan truk, seharusnya sudah diantisipasi jauh-jauh hari oleh Pemerintah Aceh selaku pemegang mandat melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi pascaBRR terhadap jalan pantai barat selatan yang sebagian besar rusak dihantam tsunami.

"Sampai saat ini, KPBS belum melihat upaya-upaya maksimal terhadap penanganan jalan tersebut yang masih dibangun oleh USAID. Untuk jembatan Kartika, Pemerintah Aceh harus mengalokasikan anggaran perbaikan sehingga segera bisa dilalui truk pengangkut barang," ujar TAF Haikal kepada Analisa di Banda Aceh, Selasa (11/8).

Dia kembali meminta Pemerintah Aceh harus segera mengambil alih pembangunan jembatan Lambeusoe yang sampai saat ini sebagian rangka besi jembatan sudah berada di atas sungai. Jembatan Lambeuso yang bersisian dengan rakit, bila dapat segera dibangun akan bisa mengatasi masalah jembatan Kartika. "Arus tranportasi truk pengangkut barang tidak perlu dibatasi lagi, rakit sudah tidak ada lagi," terangnya.

Haikal menegaskan, bila hal-hal sangat vital yang menjadi kebutuhan rakyat terus berulang-ulang tidak ditangani, jangan salahkan bila nantinya rakyat pantai barat selatan Aceh minta "merdeka" dari Provinsi NAD.

Mengatasi Persoalan

Sementara itu, Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Aceh, Ir Muhyan Yunan mengatakan, pihaknya sedang berupaya mengatasi persoalan tersebut dengan memperbaiki kerusakan jembatan bailey Kartika yang dibangun TNI pascatsunami di Desa Lamdurian, Lamno, Kecamatan Jaya, untuk memperlancar arus transportasi ke pantai barat selatan Aceh.

"Rencana rehab sudah dibicarakan dengan Zipur. Dibutuhkan dana sekitar Rp1,5 miliar untuk merehab jembatan bailey yang dibangun pascatsunami itu," kata Muhyan Yunan.

Menurutnya, kerusakan jembatan bailey Kartika sepanjang 120 meter itu sudah terjadi sebulan lalu. Pada saat itu para pemilik angkutan umum sudah diimbau untuk tidak mengoperasikan truk-truk besar yang membawa muatan 5 ton lebih melintas di atas jembatan tersebut.

"Sebab, jembatan itu kekuatannya sudah tak bisa dilewati lagi oleh mobil bermuatan berat," ungkapnya.

Disebutkan, tiga minggu lalu dilakukan rapat dengan Sekda Aceh dan disepakati sumber dana untuk perbaikan jembatan Kartika digunakan dana tanggap darurat.

Jembatan itu akan ditangani dengan cara membangun tiga pilar tambahan dan kabel penyangga kiri-kanan. Paket pekerjaan ini akan memakan waktu 1,5 bulan.

"Jika itu selesai, maka jembatan tersebut akan bisa dilewati lagi oleh truk yang bermuatan 20-40 ton," katanya.

Sementara untuk mengatasi persoalan bagi truk yang sudah tertahan dan memiliki muatan banyak, jalan satu-satunya adalah dengan melansir barang melintasi jembatan menggunakan mobil pick-up.

"Sebab, untuk menyeberangi sungai tidak mungkin karena kondisi air sungai sedang meluap dan deras saat ini," ujar Muhyan. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=24719:jembatan-rusak-arus-transportasi-banda-aceh-calang-terhambat&catid=42:nad&Itemid=112