Jumat, 03 Desember 2010

Soal jalan Lamno-Calang, ‘kegagalan’ pemerintah

Wednesday, 24 November 2010 22:40
Warta
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS) menilai berlarut-larutnya masalah ruas jalan Lamno-Calang (Aceh Jaya) yang berdampak pada putusnya jalan darat Banda Aceh-Calang itu salah satu bentuk "kegagalan" Pemerintah Aceh.

"Saya mengatakan itu sebuah bentuk `kegagalan` Pemerintah Aceh karena kubangan lumpur dilintas tersebut bukan hanya saat ini, tapi setiap musim penghujan," kata jurubicara KPBS, TAF Haikal, malam ini.

Hal itu disampaikan menanggapi hancurnya ruas jalan lintas Lamno-Calang, yang mengakibatkan transportasi darat ke pesisir barat Aceh tersebut "lumpuh".

"Ruas jalan, terutama di kawasan pegunungan Meudang Ghon (Lamno) setiap musim hujan berlumpur dan sulit dilintasi. Bahkan, truk-truk pengangkut barang kebutuhan pokok masyarakat terjabak lumpur berhari-hari," katanya.

Seharusnya, Pemerintah Aceh lebih sensitif jika masuknya musim penghujan dengan menempatkan alat berat dan peralatan lainnya untuk menyingkirkan lumpur dibadan jalan lintasan tersebut, kata dia.

Selain itu, TAF Haikal menyebutkan Pemerintah Aceh juga bisa menambah rakit penyeberangan sebagai upaya mengatasi masalah kemacetan di lintasan Lamno-Calang tersebut.

"Kami menilai tidak ada kepedulian Pemerintah Aceh terhadap problema yang dihadapi masyarakat pesisir barat dan selatan Aceh itu," katanya.

Oleh karena itu, juru bicara KPBS minta Pemerintah Aceh tidak terus "mendhalimi" masyarakat di pesisir barat dan selatan provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut.

Padahal, kata Haikal, ketika musim penghujan yang rentan menimbulkan kubangan lumpur atau rusaknya jembatan, Pemerintah Aceh bisa menempatkan jembatan darurat di sejumlah titik rawan.

Namun itu tidak dilakukan, sehingga persoalan bagi kelancaran transportasi ke pesisir barat dan selatan provinsi sering terjadi setiap musim hujan.

"Jangan hanya berpikir Aceh ini hanya wilayah timur, sementara masalah-masalah kemasyarakatan yang terjadi di wilayah barat terbaikan," katanya.

Editor: SATRIADI TANJUNG
(dat04/antara)

http://english.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=158414&Itemid=

Kamis, 25 November 2010

Problem Meudang Ghon Indikasi tak Seriusnya Pemerintah Aceh

Wed, Nov 24th 2010, 10:35
Utama
BANDA ACEH - Berulangnya problem di lintas Lamno-Calang karena tak kunjung tuntasnya persoalan kubangan lumpur di “jalur neraka” itu menjadi indikasi tak seriusnya Pemerintah Aceh mengurus kepentingan rakyat terkait transportasi untuk menjamin lancarnya pasokan barang kebutuhan pokok. “Memalukan, urusan membebaskan lumpur jalan saja tak tuntas-tuntas,” kata Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal.

Dalam pernyataannya kepada Serambi, Selasa (23/11), Haikal mengatakan, penderitaan masyarakat di pesisir barat-selatan Aceh tampaknya belum juga berakhir. Pemandangan layaknya negeri tak bertuan tersaji setiap hari di lintas Lamno-Calang, Kecamatan Jaya (Lamno), Kabupaten Aceh Jaya, ketika ratusan truk pengangkut barang kebutuhan rakyat berjibaku di kubangan lumpur bahkan ada yang terbenam berhari-hari. “Selama jalur itu tak bisa dilintasi, selama itu pula barang kebutuhan pokok rakyat di sejumlah kabupaten pesisir barat-selatan krisis. Problem ini berdampak langsung terhadap masyarakat di wilayah itu,” ujar Haikal.

Kasus Meudang Ghon, menurut Haikal, adalah contoh kecil dari sekian banyak hambatan transportasi ke wilayah barat-selatan Aceh, baik yang menempuh jalur pesisir, jalur tengah maupun selatan. Akses menuju ke zona tersebut masih penuh hambatan, tantangan bahkan pertaruhan nyawa.

“Setiap musim hujan akan terjadi longsor di banyak titik, kubangan lumpur di badan jalan (seperti di lintas Lamno-Calang), rakit yang tak berfungsi karena air sungai meluap, atau banjir yang merendam badan jalan. Ini bukan permasalahan baru, tetapi herannya tak pernah ada upaya penanganan yang serius dan permanen. Masyarakat terus mewarisi permasalahan itu secara turun-temurun,” tandas Haikal.

Bentuk satgas
Menyikapi berulangnya permasalahan transportasi ke wilayah barat-selatan, KPBS menawarkan solusi agar Pemerintah Aceh membentuk Satgas (Satuan Tugas) Jalan Banda Aceh-Meulaboh yang notabene adalah jalan yang hancur dihantam bencana tsunami hampir enam tahun lalu yang hingga kini belum tuntas dibangun kembali.

Satgas Jalan Banda Aceh-Meulaboh, menurut Haikal, diberi tanggung jawab untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang terus berulang, seperti truk barang yang tersangkut di lintas Lamno-Calang atau lumpuhnya transportasi akibat badan jalan digenangi banjir luapan. Satgas juga harus disigakan di titik-titik rawan longsor seperti pada jalur Geumpang-Tutut. “Biasanya masing-masing pihak yang bertanggungung jawab terhadap jalan saling melempar tanggung jawab ketika terjadinya masalah. Tapi kalau tanggung jawab diserahkan kepada satgas, tentu mereka tak bisa mengelak. Kalau permasalahan sudah dapat teratasi--dengan selesainya jalan Banda Aceh-Meulaboh-- maka tugas satgas ini berakhir,” demikian TAF Haikal.

Masalah banjir
Haikal juga mengkritisi persoalan banjir yang rutin terjadi di wilayah barat-selatan. Musibah ini pun, kata Haikal, bukan hal langka bagi masyarakat di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Abdya. “Anehnya, perhatian dan upaya kesiapan yang dilakukan oleh pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten masih saja belum maksimal,” katanya.

Bencana, lanjut Haikal, memang tidak bisa dibendung serta merta. Akan tetapi, upaya pencegahan terhadap dampak yang lebih buruk masih mungkin untuk disiapkan. Misalnya, kesiapan dari sarana pendukung seperti perahu karet sebagai alat evakuasi, alat berat yang dibutuhkan untuk menangani jalan yang longsor serta sarana pendukung lainnya harus sudah disiapkan sebelum bencana datang. Di samping itu, kesiapan logistik harus tersedia di lokasi-lokasi yang rawan bencana banjir. Kondisi seperti ini akan dapat terwujud jika pemerintah dari awal membangun koordinasi dengan semua pihak dan kelompok-kelompok masyarakat. Partisipasi dan dukungan semua pihak akan sangat membantu untuk mengurangi dampak buruk dari bencana,” kata TAF Haikal.

Bencana banjir yang rutin melanda barat-selatan, katanya, tidak datang begitu saja. Kondisi alam yang sudah rusak akibat eksploitasi hutan diduga menjadi penyebab utama banjir setiap tahun, meski tak lepas dari faktor lain yang disebabkan perubahan iklim dan tingginya curah hujan. Haikal mencontohkan, akibat dari ek,ploitasi hasil hutan terjadi pendangkalan beberapa sungai yang selama ini menampung debit air ketika musim hujan datang. Karena semakin dangkal, sungai gampang meluap dan banjir tidak dapat dihindari.

KPBS mendesak pemerintah melakukan pembangunan dengan memperhatikan risiko bencana. Misalnya, ke depan akan ada upaya pembersihan dan pengerukan sungai-sungai yang semakin dangkal. “Langkah ini akan mengurangi durasi banjir yang setiap tahun menghampiri masyarakat,” demikian Haikal.

Disesalkan
Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar Aceh Jaya (Ipelmaja) Banda Aceh, Nasrizal menyayangkan pernyataan Kadis BMCK Aceh, Muhyan Yunan yang dia nilai kontroversial. Sebab, realitas selama ini Pemerintah Aceh tak mau tahu serta lepas tanggung jawab terhadap penderitaan warga di pantai barat selatan Aceh akibat buruknya kondisi jalan tersebut pascatsunami.

“Bila ditangani sejak dulu tidak akan separah itu. Sekarang, meski sudah sangat terlambat, kita meminta Pemerintah Aceh cepat merespons dan segera menanggulangi persoalan jalan berlumpur itu,” ujar Nasrizal.

Tokoh muda Nagan Raya, Nurchalis menambahkan, terganggunya lintas Calang-Banda Aceh membuat warga pantai barat selatan kini resah dan cemas. Padahal, jalan itulah yang semestinya paling mendesak ditangani, tapi itu pula yang selama ini dibiarkan. Parahnya lagi, dalam beberapa hari ini, jemaah haji akan pulang melintasi jalan ini, tapi Pemerintah Aceh masih terkesan tak tanggap, sehingga wajar kalau banyak menuai kritik.

Faktor cuaca semata
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yang ditanyai di Banda Aceh kemarin mengatakan, belum ditanganinya kemacetan di lokasi Geudang Ghon, bukan karena kurang pedulinya pemerintah dan Ssangyong, melainkan semata-mata karena kondisi cuaca dan medan jalan pada waktu musim hujan saat ini memang sangat potensial menyebabkan macetnya mobilitas truk-truk barang.

Begitupun, kata Irwandi, pihaknya telah meminta Kadis BMCK Aceh, Muhyan Yunan untuk terus memantau kondisi di lapangan dan berkoordinasi dengan Pemkab Aceh Jaya serta Ssangyong untuk mengatasi kemacetan truk barang yang terjadi di lintas Lamno-Calang. Dia maklum, apabila kemacetan lalu lintas truk barang tidak segera diatasi, maka konsekuensinya Calang dan Meulaboh akan mengalami krisis sembako dan material bangunan.

Sembako terganggu
Amatan Serambi kemarin, pasokan sembako di Aceh Jaya dan Aceh Barat memang mulai terganggu. Harga mulai naik, sehingga bila kondisi seperti ini terus berlarut-larut, dipastikan harga akan terus melonjak.

“Ini ekses dari tidak lancarnya pasokan barang, karena truk yang membawa kebutuhan pokok tertahan lagi di Meudang Ghon,” ujar Sofyan, pedagang di Pasar Calang, Selasa (23/11).

Hal yang sama diutarakan Harun, pedagang di Pasar Bina Usaha Meulaboh. Menurutnya, selama truk kerap tertahan harga barang di daerah itu jadi tak menentu. Keadaan ini malah dimanfaatkan oleh segelintir pedagang yang nakal untuk menimbun barang, sehingga harga sembako dan bahan bangunan jadi melonjak.

Siagakan alat berat
Asisten Pembangunan Pemkab Aceh Jaya, Ir Nurman DS menjawab Serambi di Calang Selasa kemarin mengatakan, jalan Meudang Ghon masih dikepung lumpur dan jalan masih digenangi air. Ini menyababkan sangatlah sulit untuk dilakukan upaya penanggulangan. Diharapkan air di badan jalan segera kering, baru penanganan bisa dilakukan. “Kita sudah minta pihak PT Ssangyong yang selama ini menyiagakan alat berat di Meudang Ghon segera menanggulanginya,” ujar Nurman.

Menurut Nurman, problema jalan Meudang Ghon selama ini terus menjadi perhatian pemerintah. Cuma Pemkab Aceh Jaya terbatas biaya dalam menanggulangi pengaspalannya. Pemkab dia harapkan dibantu dana oleh Pemerintah Aceh, sebab jalan itu selama ini merupakan jalan alternatif yang digunakan warga pantai barat-selatan Aceh sambil menunggu rampungnya jalan yang dibangun USAID.

Nurman mengatakan, ekses jalan Meudang Ghon yang berlumpur itu berdampak pula pada pengguna jalan, sehingga mereka terpaksa menggunakan jalan yang berakit. Implikasinya, di rakit terjadi antrean sangat panjang. “Yang khawatir kita bila debit air sungai di Kuala Unga tinggi, sehingga rakit terganggu, maka dipastikan jalan ke pantai barat-selatan akan terganggu total,” ujar Nurman. (nas/c45/riz)


http://m.serambinews.com/news/view/43394/problem-meudang-ghon-indikasi-tak-seriusnya-pemerintah-aceh

Rabu, 10 November 2010

Keseimbangan Pembangunan Daerah Harus Terjaga

Banda Aceh, (Analisa)

Dalam pelaksanaan berbagai program pembangunan di Aceh, pemerintah daerah setempat diharapkan dapat memberikan perhatian serius bagi tetap terjaganya keseimbangan antar daerah, sehingga tidak terkesan ada kabupaten tertentu yang terabaikan.

"Keseimbangan pembangunan antar daerah harus benar-benar terjaga, sehingga seluruh masyarakat di Aceh ini dapat merasakan pembangunan untuk kesejahteraannya," ujar Kepala Badan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kementerin Dalam Negeri (Kemdagri), Ir Tarmizi A Karim M.Sc kepada wartawan di Banda Aceh, Sabtu (6/11).

Menurutnya, ketimpangan pembangunan antar daerah tidak baik karena ada daerah tertentu yang mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi sementara daerah lain tertinggal, karena minimnya infrastruktur yang tersedia."Bila selama ini kecenderungan terkonsentrasinya pembangunan di daerah-daerah tertentu, maka perlu dilakukan orientasi ulang terhadap berbagai kebijakan pembangunan yang selama ini telah dilakukan demi mencapai keseimbangan pembangunan yang lebih baik di masa mendatang," katanya.

Mantan Bupati Aceh Utara ini menambahkan, akselerasi pembangunan akan lebih cepat dicapai jika terdapat keseimbangan antar daerah. Percepatan ini dapat dilakukan jika terjadi penambahan dana pembangunan dan infrastruktur memadai. Artinya, pembangunan di setiap daerah tidak harus sama, tapi sesuai dengan potensi daerah tersebut. Makanya, harus dilakukan pemetaan apa yang paling layak dikembangkan disana sesuai dengan keinginan masyarakat. Selain itu, pelaksanaan pembangunan juga harus memperhatikan partisipasi masyarakat, sehingga mereka merasa memiliki apa yang dibangun pemerintah dan menjaganya dengan baik.

Menggugat

Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat tengah tenggara, maupun barat selatan Aceh yang lebih dikenal kawasan pedalaman Aceh, menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh terhadap pemerataan pembangunan, khususnya kawasan sentra pertanian andalan, namun sejauh ini terabaikan begitu saja.

"Apa yang telah dilakukan Pemprov Aceh untuk wilayah tengah tenggara maupun barat selatan, padahal kawasan itu merupakan daerah potensial hasil pertanian Aceh. Seperti Aceh Tengah dan Bener Meriah merupakan kawasan penghasil utama kopi, Singkil-Subulussalam penghasil kelapa sawit, sementara barat selatan seperti Meulaboh dan Kutacane penghasil rempah-rempah," kata salah seorang tokoh masyarakat tengah tenggara, Jauhari.

Hal yang sama diungkapkan tokoh lainnya, TAF Haikal yang lebih dikenal sebagai Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS). "Kadangkala, kita iri terhadap pembangunan wilayah pesisir timur Aceh, justru dilakukan secara jor-joran, tapi berbanding terbalik dengan kawasan barat selatan, hingga saat ini saja pembangunan jalan penghubung kawasan itu masih tersendat-sendat. Masyarakat kawasan barat selatan butuh keseimbangan pembangunan. Apalagi, kawasan itu merupakan sentra produk pertanian Aceh," ujarnya.

Bagaimana mungkin produk pertanian bisa bernilai tinggi, karena begitu panen tidak bisa langsung didistribusi akibat sarana jalan yang belum memadai. Oleh karena itu, keseimbangan pembangunan harus menjadi perhatian serius Pemprov Aceh. "Pemprov Aceh harus memberikan perhatian lebih untuk kawasan tengah tenggara dan barat selatan. Paling tidak kawasan pedalaman Aceh itu mampu bersaing dengan daerah lain, terutama kawasan yang telah maju seperti pesisir timur Aceh. Konsep keseimbangan pembangunan harus menjadi prioritas," ujarnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=75168:keseimbangan-pembangunan-daerah-harus-terjaga&catid=823:09-november-2010&Itemid=222

Senin, 25 Oktober 2010

Pilkada Aceh harus disambut berimbang

Monday, 25 October 2010 09:13
Warta
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Politikus Aceh, Teuku Riefky Harsya mengingat para politisi dan pejabat publik untuk menahan diri dalam menghadapi pemilihan umum kepala daerah.

Menurut politisi Partai Demokrat ini, 'tahun politik' Aceh jangan sampai mengganggu pembangunan daerah. "Ini krusial bukan hanya pada pembangunan daerah, melainkan bagi masyarakat juga," katanya.

Anggota DPR-RI asal Aceh ini berada di Provinsi Aceh dalam rangka kunjungan kerja ke daerah itu. Dia juga Ketua Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi, sumber daya mineral, ristek dan lingkungan hidup.

Menyikapi Pemilukada 2011 nanti, Riefky menyebutnya dengan istilah 'tahun politik'. Untuk itu dia mendesak agar 'tahun politik' itu disambut secara proporsional (berimbang). "Jangan sampai mengganggu percepatan pembangunan di Aceh," urai dia.

Pun begitu, dia juga berharap agar program-program yang digulirkan pemerintah selama ini tidak menjadi kampanye terselubung. "DPRA dan DPRK harus mengingatkan pemerintah," katanya.

Riefky mengaku masih terlalu dini menggelindingkan Pemilukada Aceh. "Sebaiknya tahun depan saja. Karena itu bisa menganggu konsentrasi para kandidat, terutama yang incumbent," urai dia.

Ditanya sikap Partai Demokrat sendiri dalam menyambut 'tahun politik', dia mengatakan belum ada kebijakan Dewan Pengurus Pusat (DPP). "Kita akan lihat hasil survei, aksesibilitas serta ketokohannya," sebut Riefky.

Menurut dia, pihaknya tak menutup kemungkinan untuk mengusung tokoh dari luar partai. Pun begitu, tentu saja mereka memprioritaskan kadernya terlebih dahulu. Tapi itu semua tergantung survei," lanjutnya.

Menyikapi 'tahun politik' ini, TAF Haikal, seorang aktivis Aceh mengungkapkan hal serupa. Katanya, bagi pejabat publik yang berhasrat melaju di Pemilukada nanti jangan sampai menelantarkan tugasnya.

Bagi calon incumbent, lanjutnya, harus mengundurkan diri dari jabatannya. "Ada aturan yang mengatur soal itu. Kita harapkan, mereka bisa memberi contoh bagi kandidat lain," sebut Haikal.

Dia mengakui, isu bakal munculnya sejumlah kandidat yang kini mulai hangat di media tak bisa dihindari. "Itu alamiah, tapi bagi pejabat publik harus menempatkan itu pada porsinya saja," tukasnya.

Haikal juga berharap Pemilukada di Aceh nanti bisa menjadi contoh serta tidak merusak demokrasi dengan pembodohan politik masyarakat.

Editor: SATRIADI TANJUNG
(dat08/wsp)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=151977:pilkada-aceh-harus-disambut-berimbang&catid=13:aceh&Itemid=26

Senin, 18 Oktober 2010

Suami Jual Ganja, Istri Jualan Togel


Minggu, 17 Oktober 2010 | 15:18 WIB
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
ilustrasi

ACEH BARAT, KOMPAS.com - Aparat Kepolisian Resort (Polres) Aceh Barat mengamankan tersangka bandar ganja , DW (42) dan agen judi toto gelap (togel) ND (55), Sabtu (16/10).

"Tersangka DW dan ND itu pasangan suami istri, keduanya saat ini masih dalam proses pemeriksaan," kata Kapolres Aceh Barat AKBP Djoko Widodo di Meulaboh, Minggu (17/10/2010).

Dari tangan tersangka DW , petugas menyita 200 gram ganja kering, sementara dari tersangka ND polisi menyita 25 lembar rekap angka togel, uang Rp 297.000 dan satu unit telepon genggam.

"kedua tersangka digerebek di rumahnya di perumahan Budha Suci Gampong (Desa) Paya Peunaga kecamatan Johon Pahlawan," kata Kapolres Aceh Barat AKBP Djoko Widodo.

Didampingi Kasat Reskrim AKP Suwalto, Kapolres mengatakan aktivitas istri ND yang berprofesi sebagai bandar ganja itu diketahui dari informasi masyarakat.

Menurut Kapolres Aceh Baratitu, saat penggerebekan terhadap DW di rumah bantuan untuk korban tsunami itu, petugas juga menemukan ND yang sedang merekapitulasi atau menghitung angka togel.

"Aktivitas para tersangka itu sangat meresahkan, mereka akan mendapat sanksi sesuai hukum yang berlaku," kata Djoko.

Sementara itu, aktivis LSM, TAF Haikal minta aparat penegak hukum menumpas tuntas judi togel dan peredaran narkoba di Provinsi yang telah memberlakukan hukum Syariat Islam itu.

"Praktik judi togel di Aceh sudah sangat meresahkan, terutama di wilayah pantai barat selatan Aceh. Kami berharap aparat penegak hukum menangkap aktor dan bandar judi itu," kata mantan direktur eksekutif Forum LSM Aceh itu.

Maraknya judi togel di daerah paling barat pulau Sumatera itu merupakan salah satu bukti lemahnya penegakan syariat Islam yang diberlakukan sejak 2002.

"Masih maraknya judi togel dan peredaran narkoba merupakan salah satu bukti lemahnya penegakan hukum Syariat Islam di daerah itu," kata Jubir Kaukus pantai Barat Selatan (KPBS) itu.
Editor: Ignatius Sawabi | Sumber : ANT


http://regional.kompas.com/read/2010/10/17/15180441/Suami.Jual.Ganja..Istri.Jualan.Togel

Jadi Korban Fitnah, Irwandi Maafkan Jika Pelaku Mau Mengaku


Banda Aceh, (Analisa)

Meskipun telah menjadi korban fitnah bahkan menjurus menjadi sasaran ancaman pembunuhan, Gubernur Irwandi Yusuf mengaku akan memaafkan pelakunya jika berterus terang di hadapan penyidik Polri.

Gubernur Irwandi menyatakan jika pelaku pencemaran nama baiknya, A. Hamidi Arsya (50) memberi keterangan yang koorperatif atau yang benar-benar pada pihak kepolisian, maka pelaku akan dimaafkan, meskipun proses hukum tetap lanjut.

"Saya akan maafkan Hamidi Arsya) jika mau mengaku dan memberikan keterangan yang benar, bukan yang dibuat-buat," ujar Gubernur Irwandi Yusuf kepada wartawan, usai membuka Pelatda atlet binaan utama Aeh 2010 di SMK 3 Banda Aceh, Jumat (15/10).

Jika pelaku tidak memberi keterangan sesuai perbuatannya, maka Irwandi akan menuntut pelaku sesuai aturan UU dan bisa dikenakan pasal pembunuhan berencana, penyebaran fitnah dan UU informasi teknologi.

"Hukuman dari pasal yang akan dikenakan untuk pelaku mungkin lebih dari 15 tahun. Karena itu, berilah keterangan yang benar, mungkin akan saya maafkan," ujar Irwandi.

Sebelumnya, aparat Polresta Banda Aceh menangkap Hamidi yang yang diduga sebagai penyebar luas SMS (Short Massage Service) berisi fitnah dan pencemaran nama baik Gubernur Irwandi Yusuf. Hamidi yang merupakan warga Gampong Lambheu, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar itu, ditangkap di rumahnya, Kamis (14/10) siang.

Selain Hamidi, ada beberapa warga Aceh, bahkan tokoh parpol yang juga telah dan akan dilaporkan ke polisi terkait hal yang sama seperti Hamidi yang menyebarkan fitnah melalui SMS kepada masyarakat luas.

"Ada beberapa orang lagi yang mungkin akan saya laporkan ke polisi terkait hal yang sama seperti yang telah dilakukan Hamidi. Kemungkinan ini tidak saya maafkan karena sudah beberapa orang mendekati pelaku menasehati untuk tidak melakukan lagi, namun hal serupa masih dilakukan hingga sekarang," beber Irwandi.

sms yang telah mencemarkan nama baik Gubernur itu, telah beredar sejak seminggu lalu. Pelaku mengirim sms dengan menggunakan nomor handphone yang berbeda-beda, namun berhasil dilacak dan ditangkap polisi.

"Dalam sms itu disebutkan bahwa saya telah meniduri perempuan lain termasuk istri teman sendiri. Pelaku juga menuduh saya melakukan korupsi," ujar Irwandi Yusuf.

SMS itu dikirim tersangka yang berisi seruan kepada warga Pidie dan Pidie Jaya agar menghentikan mobil saya saat melintas di daerah itu. Pelaku juga menyerukan agar membunuh dan membakar mobil gubernur jika melintas kawasan Pidie.

"Dia juga mengatakan kalau saya menekan PNS yang ada di jajaran Pemerintahan Aceh," ungkap Irwandi mengutip sms yang diduga disebarkan pelaku. Irwandi Yusuf juga menyebutkan, selain kepada sejumlah tokoh Aceh yang ada di Aceh, pelaku juga mengirimkan sms yang bernada fitnah dan pencemaran nama baik dirinya itu kepada sejumlah tokoh Aceh yang ada luar Aceh, termasuk kepada sejumlah ulama.

"SMS juga dikirim kepada mantan Gubernur Abdullah Puteh, TAF Haikal dan sejumlah tokoh lain," sambung Irwandi.

Bantah

Sedangkan Hamidi sendiri yang ditemui di ruang pemeriksaan Sat Reskrim Polresta Banda Aceh, dengan tegas membantah dirinya tidak pernah melakukan hal yang dituduhkan terhadap itu. Melainkan dia menjadi korban orang lain.

"Saya adalah orang yang teraniaya sejak di BPKS, yang dilakukan oleh orang-orang gubernur. Aku dianggap sebagai orang yang berbahaya yang harus disingkirkan dari BPKS," ujar Hamidi, mantan pegawai Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS).

Hamidi mengaku, dirinya mengetahui hal karena pernah dipanggil oleh Ruslan, Kepala BPKS beberapa waktu lalu dan menceritakan kalau diminta Gubernur Aceh untuk memberhentikan Hamidi dari tugas-tugasnya di BPKS dengan alasan telah menghina pribadi gubernur melalui jejaring sosial facebook.

Sementara, Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Armensyah Thay yang ditemui di tempat yang sama mengatakan, pihaknya akan terus menyelidiki motif pelaku mengirimkan pesan fitnah dan pencemaran nama Gubernur Aceh itu. (irn)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=72360:jadi-korban-fitnah-irwandi-maafkan-jika-pelaku-mau-mengaku&catid=799:16-oktober-2010&Itemid=221

Jumat, 15 Oktober 2010

Konflik satwa liar harus diatasi

Thursday, 14 October 2010 18:01
Warta
WASPADA ONLINE

TAPAKTUAN - Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, minta pemerintah dan instansi terkait untuk menangani konflik satwa liar dengan manusia di Kabupaten Aceh Selatan.

"Konflik satwa liar seperti harimau dan gajah di Kabupaten Aceh Selatan sudah sangat meresahkan, bahkan telah menimbulkan korban jiwa. Kami berharap pemerintah dan instansi terkait untuk menanggulangi masalah itu secara berkesinambungan," kata Juru Bicara KPBS TAF Haikal, tadi sore.

Didampingi Direktur Institute of Society Devolopment Strategy (Insosdes) T Masrizar, seusai menyerahkan santunan kepada keluarga Martunis (25) korban dimangsa harimau di Desa Panton Luas, ia mengharapkan pemerintah untuk membangun pos penanggulangan satwa liar di daerah yang berada di kaki gunung Bukit Barisan dan Leuser itu.

"Pos penanggulangan satwa liar seperti harimau, gajah, buaya dan hewan pemangsa lainnya harus dibangun di pantai barat selatan Aceh itu, terutama di wilayah yang rentan gangguan binatang buas, kalau tidak pasti akan menimbulkan korban jiwa lagi," katanya.

Selama empat tahun terakhir, sekitar tujuh orang ditemukan tewas akibat diterkam harimau sumatra, dua meninggal akibat diinjak gajah dan dimangsa buaya di Kabupaten Aceh Selatan.

Korban terakhir bernama Martunis (25) warga Desa Panton Luas, Kecamatan Tapaktuan, ditemukan dalam kondisi mengenaskan akibat dimangsa harimau pada Selasa (12/10) saat berkebun dan mencari rotan di gunung Serindit yang berjarak sekitar tiga kilometer dari pemukiman penduduk.

"Kami berharap tidak ada korban lagi dimasa yang akan datang. Dengan adanya pos penanggulangan satwa liar diharapkan dapat segera diatasi apabila satwa liar mendekati pemukiman penduduk," kata mantan Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh itu.

Editor: SASTROY BANGUN
(dat04/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=149793:konflik-satwa-liar-harus-diatasi&catid=13:aceh&Itemid=26

USAID Diminta Koordinasikan Kelanjutan Jalan Banda Aceh-Calang

Banda Aceh, (Analisa)
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meminta badan pembangunan internasional AS (USAID) selaku pihak yang membiayai pembangunan jalan Banda Aceh-Calang (Aceh Jaya)
agar selalu berkoordinasi dengan Pemkab Aceh Jaya dan Pemerintah Aceh jika ada hambatan untuk melanjutkan pembangunan jalan itu terutama pada Section IV.

Karenanya, kalau nantinya masih terjadi kendala di lapangan yang dinilai dapat menganggu pembangunan jalan, USAID jangan langsung menghentikan pekerjaan, karena hambatan itu bisa diselesaikan.

"Kalau USAID mau melanjutkan pembangunannya, kita sangat mendukung. Tapi jangan cari-cari alasan jika ada sedikit gangguan langsung menghentikan proyek," ujar Wakil Ketua DPRA, Amir Helmi, SH kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (6/10).

Pembangunan jalan Banda Aceh-Calang, khususnya yang masuk dalam proyek section IV di Kecamatan Jaya (Lamno), Aceh Jaya yang sempat terhenti hampir dua tahun, pada pertengahan Oktober ini akan dilanjutkan kembali.

Namun, USAID selaku pihak yang membiayai pembangunan jalan itu, mengancam akan menyetop proyek section IV itu jika di lapangan masih terjadi masalah seperti pemagaran jalan dan berbagai gangguan lainnya.

Seperti diketahui, Section IV lintas Banda Aceh-Calang meliputi pembangunan jalan sepanjang 13 kilometer mulai dari depan SMPN 1 Jaya di Dusun Meulhah Desa Gle Putoh hingga ke Kuala Unga plus empat jembatan di sepanjang jalan yang melintasi sebelas desa di kecamatan tersebut.

"Kami berharap tidak ada lagi barikade atau pemagaran jalan saat proyek section IV kita lanjutkan pembangunannya dalam bulan ini. Jika masih tetap ada, pekerjaannya akan langsung kami hentikan. Karena itu, kami minta pemerintah daerah mengecek kembali apakah masih ada tanah di lokasi pembangunan jalan yang bermasalah atau tidak," kata Tim Leader USAID untuk Pembangunan Jalan Banda Aceh-Calang, Roy R Ventura Jr PE.

Disebutkan, jika USAID seenaknya menghentikan lagi pembangunan jalan itu dengan alasan ada gangguan\, tapi tidak meminta Pemkab dan aparat kepolisian setempat untuk menyelesaikannya, maka patut dipertanyakan sejauhmana komitmen mereka untuk membantu kelancaran transportasi masyarakat pantai Barat- Selatan Aceh.

Sementara Juru Bicara Kaukus Pantai Barat- Selatan (KPBS), TAF Haikal menyatakan, hingga kini lintas Barat-Selatan Aceh masih sulit dilalui. Pembangunan jalan Banda Aceh-Calang yang didanai Pemerintah Amerika Serikat masih menemui kendala.

Dengan dalih pembebasan tanah yang tidak kunjung selesai, beberapa pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah sempat memblokade jalan tersebut. Tentu saja hal ini berdampak pada pembangunan kawasan barat selatan Aceh.

"Kami memberikan apresiasi kepada pihak USAID yang telah berani bersikap tegas. Komentar dari Team Leader Pembangunan Jalan USAID, Roy R Ventura merupakan respon yang sangat tepat. Tinggal bagaimana sikap Pemkab aceh Jaya dan Pemerintah Aceh dalam mengatasi persoalan pembebasan tanah," ujarnya.

Menurut Haikal, masyarakat kawasan Barat-Selatan seperti Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Abdya, Aceh Selatan, Simeulue, Subulussalam dan Aceh Singkil, selama sudah cukup bersabar. Masyarakat hari ini pemerintah.

"Jangan sampai pemerintah dilecehkan dikarenakan beberapa kelompok yang mengklaim kepemilikan tanah atau siapapun yang menghambat pembangunan jalan tersebut," sebutnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=71513:usaid-diminta-koordinasikan-kelanjutan-jalan-banda-aceh-calang&catid=792:09-oktober-2010&Itemid=221

Selasa, 12 Oktober 2010

Judi Togel Kembali Marak di Aceh

Sabtu, 09 Oktober 2010, 15:58 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,BANDA ACEH--Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) minta aparat kepolisian mengusut tuntas dan menangkap bandar judi toto gelap (togel) di provinsi Aceh.

"PraktIk judi togel sangat meresahkan, terutama di wilayah pantai barat selatan Aceh. Kami berharap aparat penegak hukum menangkap aktor dan bandar judi itu," kata aktivis LSM Aceh, TAF Haikal di Banda Aceh, Sabtu.

Sejak beberapa bulan terakhir, judi togel kembali marak di kalangan masyarakat yang berada di daerah yang diberlakukan syariat Islam tersebut. "Ini salah satu bukti lemahnya penegakan syariat Islam di Aceh sehingga togel berkembang pesat di daerah ini," kata juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) itu.

Berkembangnya judi togel produk luar negeri di wilayah Aceh juga telah membawa dampak psikologi yang tidak baik terhadap masyarakat daerah itu. Ia pernah mendengar ada seorang warga yang menanyakan angka togel kepada orang gila dengan imbalan sebatang rokok dan uang Rp1.000 serta seorang anak ditanyai bapaknya mimpi apa tadi malam.

"Di Aceh Singkil ada orang tua yang menanyakan mimpi anaknya, kemudian mimpi itu diramal dengan angka togel. Perbuatan itu tentu menimbulkan dampak yang tidak baik bagi masyarakat," kata mantan Direktur Eksekutis Forum LSM Aceh itu.

Maraknya judi togel menyebabkan seorang aktivis LSM Subulussalam menjadi korban pemukulan oleh orang tidak dikenal (OTK) setelah mengikuti rapat koordinasi antar elemen masyarakat belum lama ini.

Rapat yang membahas upaya pemberantasan judi togel di gedung pertemuan Sekdakot Subulussalam pada Selasa (21/9) berakhir dengan pemukulan yang menyebabkan seorang aktivis menjadi korban.

Menurut Haikal, korban Zulyadi yang juga ketua Komunitas Muda Subulussalam (KMAS) dianiaya oleh sekelompok orang di salah satu warung internet di pusat kota Subulussalam pada Kamis (23/9) yang mengakibat bagian muka memar dan kepala berdarah.

"Pemukulan itu merupakan salah satu ancaman bagi aktivis kemanusiaan di Aceh. Kami mengecam aksi premanisme itu dan minta aparat penegak hukum mengusut tuntas tindakan tersebut," katanya.
Red: taufik rachman
Sumber: antara

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/10/09/139261-judi-togel-kembali-marak-di-aceh

Jumat, 08 Oktober 2010

KPBS Dukung Sikap Tegas USAID

hu, Oct 7th 2010, 09:48
Aceh Jaya
BANDA ACEH - Ancaman USAID (United States Agency for International Development) akan menyetop proyek section IV--lintas Banda Aceh-Calang--jika di lapangan masih terjadi masalah seperti pemagaran jalan dan berbagai gangguan lainnya didukung oleh berbagai kalangan, termasuk Kaukus Pantai Barat-Selatan (KBPS).

“Kami berharap tidak ada lagi barikade atau pemagaran jalan saat proyek section empat kita lanjutkan pembangunannya bulan ini. Jika masih tetap ada, pekerjaannya akan langsung kami hentikan. Karena itu, kami minta pemerintah daerah mengecek kembali apakah masih ada tanah di lokasi pembangunan jalan yang bermasalah atau tidak,” kata Tim Leader USAID untuk Pembangunan Jalan Banda Aceh-Calang, Roy R Ventura Jr PE.

Penegasan itu disampaikan Roy dalam pertemuan dengan para keuchik, imum mukim, tokoh masyarakat, dan tokoh agama se-Kecamatan Jaya, KPA, dan Unsur Muspika Jaya di Kantor Parsons-USAID Lamno di Desa Leupee, Kecamatan Jaya, Selasa (5/12).

Menanggapi ancama tersebut, Juru Bicara KBPS, TAF Haikal menyatakan dukungan dan memberikan apresiasi kepada pihak USAID yang telah berani bersikap tegas. “Ini respons yang sangat tepat dari pihak USAID agar pembangunan untuk kepentingan rakyat tidak terganggu,” kata Haikal.

Menurut Haikal, masyarakat kawasan barat-selatan Aceh, seperti Aceh Jaya, Aceh Barat Barat, Nagan Raya, Abdya, Abdya, Aceh Selatan, Simeulue, Subulussalam, dan Singkil sudah cukup bersabar. “Masyarakat menunggu ketegasan pemerintah. Jangan sampai pemerintah dilecehkan dikarenakan beberapa kelompok yang mengklaim kepemilikan tanah atau siapapun yang menghambat pembangunan jalan tersebut,” tegas Haikal.

KBPS melihat solusi yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Aceh dan Aceh Jaya adalah dengan membangun dialog dengan masyarakat. Jika hal ini juga tidak menemui kata sepakat, maka jalur hukum menjadi alternatif.

Bentuk terorisme
Haikal mengatakan, jika berbagai upaya mediasi dengan jalan damai sudah dilakukan oleh Pemerintah Aceh, maka jika nantinya masih ada juga pihak yang menghambat pembangunan jalan tersebut, hal itu merupakan bentuk terorisme gaya baru.

KBPS juga mengimbau kepada seluruh komponen, termasuk pihak keamanan untuk mengambil sikap tegas apabila masih ditemukan hambatan nonteknis di lapangan. “Jangan sampai ada pihak-pihak yang mengambil untung dari situasi seperti ini,” demikian Juru Bicara KBPS.(nas)


http://serambinews.com/news/view/40220/kpbs-dukung-sikap-tegas-usaid

Rabu, 06 Oktober 2010

KPBS Dukung Sikap USAID


Zal | The Globe Journal | Rabu, 06 Oktober 2010
Banda Aceh - Hingga kini, lintas barat selatan Aceh masih sulit dilalui. Pembangunan Jalan Banda Aceh-Calang yang didanai oleh Pemerintah Amerika Serikat masih menemui kendala. Dengan dalih pembebasan tanah yang tidak kunjung selesai, beberapa pihak yang mengaku sebagai pemiliki tanah sempat memblokade jalan tersebut. Tentu saja hal ini berdampak pada pembangunan kawasan Barat selatan Aceh. "Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh memberikan apresiasi kepada pihak USAID yang telah berani bersikap tegas. Komentar dari Team Leader Pembangunan Jalan USAID, Roy R Ventura Jr PE merupakan respon yang sangat tepat. Tinggal bagaimana sikap dari Pemerintah Aceh dan Kabupaten Aceh Jaya mengatasi persoalan pembebasan tanah tersebut," Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh TAF Haikal kepada The Globe Journal, Rabu (5/10).

Dalam pernyataan tertulis disebutkan, masyarakat kawasan Barat Selatan seperti masyarakat Aceh Barat, Nagan Raya, Abdya, Aceh Selatan, Simeuleu, Subulussalam dan Singkil sudah cukup bersabar. "Jangan sampai pemerintah dilecehkan dikarenakan beberapa kelompok yang mengklaim kepemilikan tanah atau siapapun yang menghambat pembangunan jalan tersebut," sebut Haikal.

Dia menambahkan, jika berbagai upaya media dengan jalan damai sudah dilakukan oleh pemerintah Aceh, jika masih ada pihak yang menghambat pembangunan jalan tersebut, maka hal itu merupakan bentuk terorisme gaya baru. "Apa yang dilakukan menyebabkan kemelaratan ribuan masyarakat Aceh di kawasan pantai barat selatan," ungkapnya. [rel/003]


http://www.theglobejournal.com/kategori/hukum/kpbs-dukung-sikap-usaid.php

Sabtu, 02 Oktober 2010

Penilaian Akademisi dan LSM: Rapor Kinerja DPRA Merah

Fri, Oct 1st 2010, 11:32
* Pendemo Pertanyakan Kinerja Dewan

BANDA ACEH - Kalangan akademisi, mahasiswa, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) menilai, kinerja anggota dan Pimpinan DPRA periode 2009-2014--pascasetahun dilantik--ternyata belum memberikan kinerja yang baik untuk rakyat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Akademisi mengklaim, kinerja tahun pertama DPRA masih mengecewakan, sementara pegiat LSM menilai rapornya masih merah atau pontennya paling banter baru mencapai 5.

Sementara itu, puluhan mahasiswa Unsyiah, Kamis (30/9) siang, menyambangi Gedung DPRA di Jalan Tgk Daud Beureueh, Banda Aceh. Kedatangan mereka untuk mempertanyakan kinerja DPRA yang dinilai lamban. Soalnya, sudah setahun memangku amanah rakyat Aceh, tapi mereka belum mampu mewujudkan banyak hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat.

Dalam orasi bergantian yang dimulai pukul 11.30 WIB itu, para pengunjuk rasa mengkritisi kinerja tahun pertama DPRA masa bakti 2009-2014. Seharusnya, sebut pengunjuk rasa, anggota legislatif itu lebih produktif, sehingga menghasilkan banyak hal yang bersinggungan langsung dengan kepentingan rakyat Aceh.

“Tapi, kenyataannya kinerja DPRA malah terkesan mandul,” tuding seorang demonstran. Para demonstran yang mengenakan jaket almamaternya itu, silih berganti berorasi. Kedatangan mereka akhirnya disambut Abdullah Saleh SH, anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh. Setelah demonstran membacakan apa yang menjadi tuntutan mereka, Abdullah Saleh sempat memberi penjelasan. Tapi, saat sebuah paket kado yang berisi potongan kertas tentang janji politik yang pernah diutarakan para anggota dewan itu akan diserahkan, Abdullah Saleh langsung berlalu, meninggalkan para pengunjuk rasa.

Presiden Mahasiswa (PEMA) Unsyiah, Alfiyan Muhiddin menyebutkan, banyak harapan rakyat kepada anggota dewan baru ini. Bahkan rakyat menanti gebrakan para anggota dewan untuk mempercepat pembangunan Aceh. Tapi apa kenyataannya, semua ucapan itu cukup terlontar dalam janji-janji politik saja.

Menurutnya, tak ada perubahan signifikan yang tampak selama anggota legislatif itu dipercayakan menjadi lembaga pengontrol dan pengawas Pemerintah Aceh. Bahkan setiap ada permasalahan yang melibatkan eksekutif, DPRA dinilai hanya mampu menyuarakan di belakang, tanpa ada upaya konkret. “Belum lagi masalah SKPA yang tak kunjung selesai, dana abadi pendidikan yang tak tahu di mana. Bahkan banyak kasus korupsi yang melibatkan para eksekutif. Semua itu tak ada penyelesaiannya,” sebut Alfiyan.

Sorotan tentang kinerja DPRA juga disampaikan dosen Fakultas Hukum dan Fisipol Unsyiah, Saifuddin Bantasyam SH MA. Saat dimintai Serambi tanggapannya kemarin, Saifuddin menilai kinerja tahun pertama DPRA pontennya belum baik dan masih mengecewakan masyarakat, khususnya para konstituen.

Menurut Saifuddin, anggota dan Pimpinan DPRA menjelang genap setahun masa kerjanya sebagai anggota legislatif, bukannya menunjukkan prestasi kerja yang baik kepada publik, tapi malah mempertontonkan ketidakharmonisan antara anggota dan pimpinan dewan kepada publik melalui media massa.

Anggota dan Pimpinan DPRA saling menyalahkan dalam hal keterlambatan pembahasan lanjutan dan pengesahaan KUA dan PPAS RAPBA 2011, APBA-P 2010, dan LKPJ Gubernur 2009. Masalah internal dewan, menurut Saifuddin, seharusnya diselesaikan secara internal dengan arif dalam rapat Banmus dan penyelesaiannya diharapkan bisa mendorong kinerja dewan menjadi lebih baik lagi.

Selanjutnya, pihak legislatif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kata Saifuddin, jangan mencari-cari kesalahan eksekutif dan sebaliknya. Kalau fenomena seperti itu terus terjadi, kata Saifuddin, maka yang sangat dirugikan adalah rakyat. Dana migas dan otsus yang diterima mencapai 4-5 triliunan rupiah/tahun, akhirnya nanti tidak akan memberikan nilai tambah apa-apa untuk perbaikan tingkat kesejahteraan rakyat. Hal ini karena, eksekutif dan legislatif tidak mampu menghasilkan program pembangunan yang bisa meningkatkan taraf hidup rakyat dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

Yang diinginkan rakyat Aceh dari para pejabat eksekutif dan legislatif, menurut dosen Fisipol Unsyiah ini, adalah perbaikan taraf hidup, kenyamaman, dan ketenangan agar bisa hidup bahagia. Ini menjadi tugas para pejabat eksekutif bersama legislatif, untuk membahagiakan rakyatnya. Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomi (FE) Unsyiah, Ali Amin SE MSi dalam acara evaluasi dan doa satu tahun masa kerja DPRA periode 2009-2011 yang dilaksanakan GeRAK Aceh di kantornya kemarin mengatakan, untuk mengevaluasi kinerja DPRA bisa dlihat dari tiga aspek. Yaitu aspek hukum, tugas pokok dan fungsi (tupoksi), dan sense of crisis atau kepedulian dewan terhadap kondisi masyarakat Aceh.

Contohnya, ungkap Ali Amin, selama setahun bekerja, DPRA baru menghasilkan sebuah qanun, yakni Qanun tentang APBA 2010. Kalau ini yang dihasilkan, kinerjanya jelas belum terlihat, karena ini merupakan tugas rutin yang harus dilaksanakan legislatif dan eksekutif. Dewan baru dinilai berprestasi, jika dalam satu tahun menargetkan akan menyelesaikan 21 qanun. “Dari yang ditargetkan itu bila dapat diselesaikan seluruhnya atau lebih, itu baru dikatakan dewan berkinerja baik atau berprestasi di bidang legislasi,” kata putra Aceh Singkil ini.

Sekretaris Jenderal Forum LSM Aceh, Sudarman secara terpisah kepada Serambi juga menyatakan keprihatinannya terhadap kinerja DPRA periode 2009-2014. “Kalau saya lihat, cukup memprihatinkan. Sebab, sudah setahun berjalan periode dewan sekarang, tapi hanya satu qanun yang dihasilkan, yakni Qanun tentang APBA 2010. Ini kan tergolong qanun fardhu kifayah,” katanya.

Sudarman menambahkan, dari segi fungsi dan tugasnya sebagai legislatif, keberadaan anggota dewan yang tanpa prestasi, sementara gaji terus dibayar, jelas merugikan rakyat Aceh. “Kalau saya anggota dewan, sudah saya kembalikan gaji yang saya terima. Itu tindakan minimal. Kalau tindakan yang radikalnya, ya mundur,” ujar Sudarman.

Ia berharap, kinerja yang jeblok pada tahun pertama ini harus dijadikan bahan renungan untuk melakukan memperbaiki di masa mendatang. “Kalau ke depan juga tidak terjadi perubahan, saya kira, lebih baik tinggalkan saja gedung dewan itu dan jadi rakyat biasa kembali,” imbuh Sudarman.

Masih merah
TAF Haikal dari Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS) dan Teuku Ardiansyah dari Aksara Strategi Institute menilai, rapor kinerja tahun pertama DPRA periode 2009-2014 masih merah. Hal ini tidak hanya ditandai sejak dilantik 30 September 2009 sampai 30 September 2010, mereka baru menghasilkan sebuah qanun, tapi dapat pula dilihat secara menyeluruh dari tiga fungsi anggota legislatif itu yang nilainya baru mencapai 5. Ketiga fungsi itu adalah legislasi, penganggaran, dan pengawasan.

Misalnya, dari aspel kontrol, pengawasan yang dilakukan dewan terhadap penyusunan anggaran APBA juga masih terlihat boros, tidak mencerminkan anggaran yang bisa membangkitkan investasi Aceh di masa datang. Padahal, dengan dana Otsus yang besar itu, harusnya DPRA bersama Gubernur membuat terobosan baru pembangunan yang bisa menghasilkan energi baru untuk tumbuh dan berkembangnya investasi Aceh di masa datang. “Tapi ini belum dilakukan DPRA dan Gubernur secara maksimal. Program yang dibuat lebih banyak memanjakan rakyat untuk menjadi peminta-minta, bukan untuk mendorong rakyat menjadi masyarakat yang berproduktif tinggi, berinovasi, dan berkreasi,” ujar Ardi.

Belum maksimal
Menyikapi kritikan, sorotan, dan masukan dari akademisi dan pegiat LSM yang hadir dalam pertemuan evaluasi dan doa bersama satu tahun masa kerja DPRA 2009-2014 di Kantor GeRAK Aceh itu, Wakil Ketua I DPRA, Amir Helmi SH mengatakan, dalam satu tahun masa kerja yang telah berlalu, DPRA memang belum bekerja maksimal.

Menurutnya, masih banyak hal yang perlu dibenahi. Misalnya, mengenai perbedaan-perbedaan pandangan yang muncul dalam menyikapi berbagai hal dalam rapat-rapat Panggar, Pokja, Panmus, dan musyawarah.

Perbedaan pandangan itu, kata Amir Helmi, memasuki tahun kedua ini sudah mulai bisa disatukan dan semua anggota dewan maupun Pimpinan sama-sama mengoreksi diri agar kelemahan dan keterlambatan pekerjaan yang pernah terjadi pada tahun pertama, dicari penyebab dan solusi penyelesaiannya agar kinerja pada tahun kedua nanti lebih baik, atau rapornya sudah tidak merah lagi, sebagaimana penilaian LSM, mahasiswa, dan akademisi.

Amir Helmi menjelaskan, banyak yang sudah dikerjakan DPRA selama setahun, tidak hanya qanun APBA 2010, tapi sudah membahas sembilan rancangan qanun (raqan) dari 23 raqan prioritas yang telah ditetapkan. Dari sembilan raqan yang telah dibahas, tiga di antaranya sudah siap untuk dibawa ke sidang paripurna, yaitu Raqan Penanganan Bencana Alam, Stok Badan Bencana Alam, dan Raqan Kesehatan.

Sedangkan pembahasan APBA-P 2010 belum dilakukan, karena terganjal dua hal, yaitu belum tuntasnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) APBA 2009 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan menjadi dasar perhitungan APBA 2009. Kendala kedua, sebelum APBA-P dilaksanakan, harus dilakukan Pansus Perhitungan APBA tahun sebelumnya. “Sedangkan mengenai KUA dan PPAS 2011, belum disahkan, karena pagunya setelah pembahasan Pokja DPRA membengkak, sehingga perlu dirasionalkan kembali,” demikian Amir Helmi. (her/mir/sup)


http://www.serambinews.com/news/view/39804/rapor-kinerja-dpra-merah

Rabu, 22 September 2010

Dikecam, Dugaan Bupati Simeulue Ancam Wartawan

Mon, Sep 20th 2010, 11:04
Utama
BANDA ACEH - Perasaan tidak aman yang dihadapi wartawan peliput aksi demo di Simeulue, karena pernyataan Bupati Simeulue, Drs Darmili yang dinilai bernada ancaman, dikecam oleh elemen sipil di daerah ini. “Kalau benar begitu yang dihadapi oleh wartawan di Simeulue, sangat disesalkan,” begitu inti pernyataan yang diterima Serambi dari berbagai kalangan, Minggu (19/9).

Tanggapan dan pernyataan bernada kecaman tersebut, antara lain disuarakan oleh Koordinator Tim Pembela Kasus Aceh (TPKA) Imran Mahfudi SH, Jubir Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) TAF Haikal, Ketua Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Simeulue (Ippelmas) Abdullah Dagang, dan Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) Banda Aceh Yayan Zamzami.

Imran Mahfudi menyatakan, jika benar Bupati Darmili telah ‘mengarahkan’ wartawan agar pergi dari Simeulue jika tidak bisa menulis yang baik-baik tentang daerah itu, ini sungguh ironis. Ini mengindikasikan Bupati Darmili tidak demokratis dan terkesan otoriter karena tidak siap dikritik.

Pernyataan Bupati Darmili di hadapan wartawan Metro TV yang memunculkan perasaan tidak aman dalam bertugas, pihaknya meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas karena ada dugaan telah terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers oleh pejabat publik. “Kita akan lihat apakah polisi mampu berperan untuk penegakan hukum atau sebaliknya cenderung membela kepentingan penguasa,” ujar Imran Mahfudi.

Jubir KPBS, TAF Haikal juga menilai sikap dan tindakan Bupati Simeulue Darmili sudah merusak pilar demokrasi. “Kalau kebebasan pers sudah tidak ada lagi, maka demokrasi sudah mati,” katanya. TAF Haikal juga mendesak agar kasus dugaan tindak pidana korupsi dana APBK (2005-2009) Simeulue sekitar Rp 90 miliar juga diusut tuntas. “KPK atau kejaksaan harus mengusut kasus dugaan koruspi yang telah didengungkan masyarakat kepulauan itu,” ujar Haikal.

Ketua Umum Ippelmas, Abdullah Dagang meminta masyarakat Simuelue secara bersama-sama mengawal proses demokrasi yang kini sedang dicoba untuk dimatikan di daerah tersebut. “Kita harus melawan siapa pun yang mengebiri demokrasi. Namun yang terpenting perlawanan itu tidak dalam bentuk anarkis. Demokrasi dimatikan itu berarti petanda korupsi akan merajalela. Kami mengecam atas tindakan Bupati Darmili yang diduga telah mengancam wartawan,” tegas Abdullah Dagang.

Yayan Zamzami dari Divisi Advokasi AJI Banda Aceh juga mengecam tindakan Bupati Darmili yang diduga telah bersikap dan bertindak hingga memunculkan rasa tidak nyaman dan tidak aman terhadap wartawan. “Kebebasan informasi dan kebebasan pers adalah satu indikator tegaknya demokrasi. Jika kebebasan pers dikekang, maka korban pertamanya adalah matinya daya kritis dan melemahnya kelompok-kelompok kritis,” kata Yayan.

Seperti diberitakan, aksi demo besar-besaran yang terjadi di Simeulue selama dua hari berturut-turut, Kamis-Jumat (16-17/9) berimbas pada munculnya rasa tidak aman terhadap sejumlah wartawan yang meliput aksi tersebut. Dua wartawan Metro TV, yaitu Chairan Manggeng dan Safwan dijemput dari penginapan mereka di Wisma Harti Sinabang untuk menghadap Bupati Simeulue, Drs Darmili di pendapa. Penjemputan itu dilaporkan terjadi sekitar pukul 18.00 WIB.

Dalam keterangannya kepada rekan-rekan seprofesinya di Sinabang, Sabtu (18/9), Chairan mengungkapkan, dalam pertemuan di pendapa pada sore itu, Bupati Darmili yang didampingi para pendukungnya juga sempat mengeluarkan kata-kata, “...kalau tidak mengangkat berita baik-baik tentang Simeulue, lebih baik tak usah di sini.”

Pernyataan ini dianggap oleh Chairan sebagai bentuk menghalang-halangi tugas wartawan sekaligus bernada ancaman. “Saya merasa tidak nyaman dan sekaligus tidak aman bertugas karena pernyataan yang dikeluarkan Bupati Darmili. Kami juga merasa dipermalukan di hadapan orang-orang bupati,” ujar Chairan. Sehubungan munculnya rasa tidak aman itu, pada Jumat (17/9) malam, pihak Polres Simeulue mengerahkan personel untuk mengamankan Chairan dan Safwan di Wisma Harti, Sinabang. Hingga tadi malam, belum ada konfirmasi dari Bupati Simeulue terhadap dugaan pengancaman terhadap wartawan peliput demo di Sinabang yang berbuntut pada bergulirnya laporan/pengaduan ke pihak kepolisian.(sup)


http://www.serambinews.com/news/view/39086/dikecam-dugaan-bupati-simeulue-ancam-wartawan

Sabtu, 18 September 2010

Pemimpin Paranoid

Sat, Sep 18th 2010, 08:42
TAF Haikal - Opini
DALAM Wikipedia Bahasa Indonesia, paranoid adalah ajektiva kata sifat untuk penderita paranoia yang didefinisikan sebagai penyakit mental, di mana seseorang meyakini bahwa orang lain ingin membahayakan dirinya. Sedangkan dalam kamus Webster, paranoia didefinisikan sebagai gangguan mental yang ditandai dengan kecurigaan yang tidak rasional/logis.

Dalam kamus kedokteran, Dorland, paranoid atau perilaku menyerupai paranoia diartikan sebagai kelainan jiwa kronik (gangguan kejiwaan), ditandai oleh perkembangan ambisi atau kecurigaan yang berlebihan. Gejala-gejala penderitanya adalah: adanya keyakinan palsu yang dipertahankan, yaitu keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu sedang mengancam atau berencana membahayakan dirinya. Keyakinan ini menjadikan penderita paranoid selalu curiga akan segala hal dan berada dalam ketakutan karena merasa diperhatikan, diikuti, dan diawasi. Ada juga keyakinan bahwa dirinya memiliki suatu kelebihan dan kekuatan serta menjadi orang penting.

Karena yakin ada kekuatan dari luar yang sedang mencoba mengendalikan pikiran dan tindakannya, akibatnya muncul persepsi palsu pada si paranoid atau menganggap suatu hal ada dan benar-benar nyata, padahal kenyataannya hal itu hanyalah khayalan si paranoid belaka.

Biasanya pada aspek motorik, gejala paranoia ini dapat dilihat dari ekspresi wajah yang aneh dan khas, diikuti dengan gerakan tangan, jari dan lengan yang juga aneh dan dapat dilihat dari cara berjalannya. Dalam konteks interaksi sosial, si paranoid pada umumnya tidak menyukai orang lain dan menganggap orang lain tidak menyukai dirinya, sehingga dia hanya memiliki sedikit teman. Diduga, penyebab gangguan kepribadian ini disebabkan oleh respons pertahanan psikologis (mekanisme pertahanan diri) yang berlebihan terhadap berbagai stres atau konflik terhadap egonya dan biasanya sudah terbentuk sejak usia muda.

Paranoid ini dapat menjangkiti siapa saja, terutama mereka yang dalam kesehariannya perlu untuk terus mempertahankan sesuatu yang diyakini menjadi miliknya. Paranoia ini malah paling sering menjangkiti mereka yang sedang memegang tampuk kekuasaan atau penguasa negara yang ingin mencengkeramkan kuku hegemoninya secara luas dan mendalam.

Paranoia tentu berbeda dengan sikap hati-hati dan waspada. Sikap hati-hati dan waspada tentu saja diperlukan untuk berjaga-jaga, proteksi diri, dan keamanan secara proporsional. Namun, sikap paranoid sebaiknya harus dijauhi, karena sikap tersebut tidak proporsional, sehingga justru akan kontraproduktif dan akan menyebabkan kepanikan.

Mereka yang mengalami paranoid, meminjam istilah Martin Heidegger dalam Discourse on Thinking (1966), banyak yang terjebak dalam kondisi “ketidakberpikiran” (thoughtlessness). Mereka tidak pernah berpikir panjang atau bahkan tidak pula berpikir pendek. Dalam suasana “ketidakberpikiran” itu mereka hanya “berhasrat” melakukan sesuatu, lalu menggunakan segala cara dan media untuk melampiaskan hasrat itu dengan cara, misalnya, menuduh dan menyerang pihak-pihak yang tidak sejalan dengan mereka.

Paranoid politik
Sikap paranoid akan sangat bahaya bila menghinggapi para pemimpin publik, karena akan sangat berimbas pada berbagai kebijakan dan dinamika politik dalam sebuah wilayah. Di titik inilah dikhawatirkan akan muncul pernyataan dan kebijakan yang tidak proporsional dan populis, karena didasari oleh sikap paranoid politik. Sebab, akan muncul sikap reaktif berlebihan. Sikap reaktif biasanya akan diimplementasikan dengan cara membuat pernyataan dan kebijakan yang tidak disertai dengan pertimbangan matang, melainkan berdasarkan emosi dan bisa dalam waktu sangat singkat semua itu terjadi.

Akhir-akhir ini masyarakat luas di Aceh semakin sering membaca informasi di media tentang para pemimpin yang saling menyerang di media. Pada awal-awal kepemimpinan, mereka terlihat sangat mesra, berjalan bergandeng dan seiya-sekata dalam menjalankan roda pemerintahan. Mereka saling berbagi tugas dan peran. Malah ada yang rela berbagi pendapa atau meuligoe untuk ditempati bersama.

Dalam perjalannya, semua itu mulai berubah dan masyarakat luas makin kerap disajikan tontonan yang kadang bagi sebagian orang, masih bertanya-tanya, apa betul ya sampai begitu para pemimpin mereka. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah karena momentum suksesi sudah semakin dekat, yakni tahun 2011. Akan ada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di tingkat provinsi yang diikuti oleh 16 kabupaten/kota. Apakah gara-gara momentum politik yang tentunya sangat kompetitif itu, lalu muncul “wabah” paranoia (penyakit khayal) yang menjangkiti banyak aktor politik?

Mungkin masih segar dalam ingatan publik Aceh, bagaimana berita di Serambi Indonesia edisi 9 September 2010 yang mengutip siaran pers Wakil Gubernur Aceh berjudul “Wagub Terkejut atas Pergantian Karo Isra”.

Seperti diketahui, Kepala Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Aceh (Karo Isra), Drs Syaiba Ibrahim dan beberapa pejabat eselon III dan IV di biro yang sama diganti secara mendadak oleh Gubernur Aceh. Publik di Aceh bertanya, apakah ini bagian dari “genderang perang terbuka” mulai ditabuh menjelang 2011 antara Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh?

Sehari sebelumnya juga pada harian yang sama pada halaman Droe keu Droe seorang Karo Isra menulis surat pembaca dengan judul “Pak Gubernur, Saya Difitnah!” yang juga menyampaikan tentang kebijakan yang diambil Gubernur Aceh harus di-crosscheck lagi kebenarannya. Syaiba juga menginformasikan adanya mafia di Biro Isra, dan itu yang seharusnya “dilibas” Gubernur.

Dari kedua pernyataan media tersebut, publik di Aceh bertanya-tanya, kok bisa seorang kepala biro yang hanya berlapis hierarki seorang Sekda harus membuat surat pembaca di koran? Lebih konyol lagi, seorang Wakil Gubernur yang langsung tanpa ada hierarki harus membuat siaran pers ke media berkaitan dengan kebijakan tata pemerintahan yang diambil oleh atasannya.

Bila ini dilakukan oleh seorang Kolonel Penerbang Adjie Suradjie dalam tulisannya di sebuah harian nasional, mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang diambil Presiden SBY, ini memang hierarki sangat jauh! Atau para aktivis yang sering membuat siaran pers menanggapi kebijakan gubernur atau bupati/wali kota masih tergolong hal yang wajar, karena memang tidak ada hierarkinya. Tapi, ini dilakukan seorang Wakil Gubernur. Bagaimana pula ke depan dengan semakin dekatnya momentum Pemilukada 2011. “Kicauan” atau bocoran apalagi yang akan dibaca oleh publik Aceh berkaitan dengan tindak tanduk para pemimpinnya?

Terakhir yang lebih tragis dan sudah muncul di sebuah situs media online tentang pergantian khatib shalat Idul Fitri, dilakukan oleh Gubernur Aceh secara mendadak dikaitkan dengan masalah pertarungan politik antara dirinya dengan Wagub Muhammad Nazar yang konon sedang menyusun kekuatan menuju “Aceh 1”. Dan, info itu konon hanya didasarkan sebuah notulensi rapat rahasia mirip surat kaleng yang belum teruji kebenarannya.

Padahal, pihak panitia sudah mencetak 6.000 teks ceramah khatib Hari Raya Idul Fitri 1413 Hijriah yang dilaksanakan di Blang Padang Banda Aceh. Selain itu, ribuan koran Gema Baiturrahman yang memuat teks khotbah tersebut juga terpaksa urung diedarkan. Belakangan, kalangan santri dayah pun bersuara dan protes, karena khatib dari jajaran mereka diganti Gubernur dengan khatib jebolan kampus. Semua jadi serbapelik akhirnya.

Sulit berharap
Apabila para pemimpin dan aktor politik di Aceh makin terjangkiti paranoia, maka rakyat jangan banyak berharap ke depan bahwa proses tata pemerintah dan pembangunan akan semakin fokus menjelang periode duet sang pemimpin berakhir. Tentunya ini disebabkan para pemimpin justru ke depan semakin fokus berpikir bagaimana “cara saya mempertahankan jabatan periode kedua” dan bagi yang belum menjadi orang nomor satu, sedang berupaya dengan sematang mungkin mempersiapkan diri menjadi yang nomor satu.

Yang menariknya, bila kita bertanya apa yang menyebabkan mereka maju kembali, mungkin alasan klasik yang kita sering dengar mulai dari dulu sampai sekarang adalah “demi kesinambungan pembangunan” atau “lanjutkan!” dalam jargon politik SBY.

Fenomena di atas sekarang menjadi tren di Aceh yang mewarnai demokrasi dan realitas politik kekinian. Intinya, kekuasaan itu memang begitu menggoda dan menyilaukan. Padahal, kekuasaan yang sengaja diincar tidak hanya cenderung korup, tetapi juga membuat mereka yang duduk di singgahsana kekuasaan sangat mudah menjadi paranoid.

Memang tidak ada tabu politik di dalam alam demokrasi yang sudah sangat maju sekarang ini, bahwa setiap orang berhak memilih dan dipilih. Tapi apakah untuk mencapai itu semua harus dibangun dengan segala cara yang terkadang naif dan bahkan menjijikkan? Sehingga orang-orang yang belum tentu bersalah, hanya dengan surat kaleng atau isu-isu yang belum tentu kebenarannya, harus menjadi korban? Jangan-jangan, sang pemimpin paranoid tersebut, dengan segala waham curiga dan ketakutan yang berlebihan, justru sedang mempertinggi tempat jatuhnya, atau bahkan sedang menggali kuburnya sendiri. Mudah-mudahan saja tidak. Wallahu a’lam.

* Penulis adalah Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan dan peminat masalah sosial.


http://www.serambinews.com/news/view/38994/pemimpin-paranoid

Selasa, 07 September 2010

Menunggu Pembuktian Terbalik Irwandi

Mon, Sep 6th 2010, 08:36
TAF Haikal dan Arman Fauzi

POLEMIK seputar isu suap kepada Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf sebesar Rp 10 miliar dari PT Medco sudah menjadi bola liar. Isu suap ini ditengarai sebagai kompensasi dari perpanjangan kontrak pengelolaan gas di Blok A yang berlokasi di Aceh Timur. Berbagai pihak pun angkat bicara memberikan pemikiran dan pendapat.

Isu yang berkembang, bukan hanya diembuskan kepada Gubernur Aceh, tetapi juga Hasbi Abdullah, Ketua DPRA ini disebut-sebut juga menerima sejumlah fee dari pihak yang sama. Kini, isu tersebut sudah mengerucut pada satu kesimpulan bahwa gubernur Aceh dan Ketua DPRA harus melakukan pembuktian terbalik kepada publik Aceh.

Isu suap tentu bukan sesuatu isu yang mengenakkan telinga. Siapapun dia, bahkan kita sekalipun pasti tidak rela bila disebut-sebut pernah menerima suap. Apalagi perbuatan itu memang tidak pernah dilakukan. Tentu rasa kecewa dan marah menjadi pelampiasan emosi untuk merespons keadaan. Hal itu pun dilakukan Gubernur Aceh, Jumat (3/9) Irwandi Yusuf menbantah keras isu suap sebesar Rp 10 miliar dari Medco yang dituduhkan pada dirinya.

Kini desakan untuk pembuktian terbalik pun menjadi satu-satunya jawaban dalam upaya menuntaskan isu suap tersebut. Kalangan LSM mendorong agar Gubernur Irwandi Yusuf segera menyampaikan kepada publik terkait dengan kekayaan yang dimiliki selama menjadi Gubernur. Hal ini penting untuk membuktikan kepada seluruh masyarakat bahwa apa yang dtuduhkan kepada dirinya tidak benar.

Pada prinsipnya, kita sangat setuju bila Gubernur bersedia melakukan hal itu. Pembuktian terbalik tersebut sebagai bagian dari tanggungjawabnya untuk mendorong mekanisme yang baru dalam rangka pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di Aceh. Penyelesaian hukum belum tentu sepenuhnya diterima masyarakat. Apalagi kalau proses hukum yang dijalankan terkesan dipenuhi dengan tekanan politik dan kepentingan tertentu. Maka salah satu alternatif untuk menyelesaikan persoalan ini, menurut kami adalah dengan menyampaikan secara terbuka kekayaan pejabat yang dituduhkan.

Isu-isu seperti ini harus segera diselesaikan dalam waktu cepat, kalau tidak, isu seperti ini akan mengganggu jalannya proses pembangunan di Aceh. Apalagi Gubernur merupakan orang nomor satu di pemerintahan yang menjadi panutan serta harus mampu menggerakkan semua roda pembangunan di Aceh. Jangan sampai isu ini menjadi bola panas dan berdampak pada pembangunan di tingkat masyarakat Aceh. Aceh baru saja menikmati perdamaian serta melewati bencana gempa dan tsunami yang dasyat. Jangan kemudian persoalan ini menjadi kerikil tajam yang justeru menjadi penghalang menuju pembangunan yang berkeadilan seperti yang dicita-citakan oleh para endatu kita

Daftar kekayaan
Kita tentu tidak akan pernah lupa, ketika Irwandi Yusuf berkampanye, bahwa ke depan ia akan mendorong sebuah pemerintahan yang transparan dan bertanggungjawab. Tentu kini, banyak pihak menunggu untuk dibuktikan komitmen dan statemen yang dulu pernah disampaikan ketika kampanye. Jangan slogan anti KKN dan mendorong pemerintahan yang baik hanya menjadi janji-janji ketika Pilkada. Rakyat Aceh membutuhkan seorang kesatria yang dengan berani mengatakan sesuatu itu benar, bila itu benar dan sesuatu itu salah, bila itu salah. Aceh tidak butuh pemimpim pengecut yang selalu berkedok di balik kesederhanan, anti kemapanan atau religius .

Bila Gubernur berkomitmen ingin menyampaikan secara transparan seluruh kekayaannya, maka tidak sulit untuk rakyat menilai siapa yang salah dan siapa yang benar. Selama ini, rakyat selalu dihadapkan pada suasana yang abu-abu antara benar dan tidak. Selayaknya Gubernur tampil menjadi orang yang pertama mendeklarasikan pembuktian terbalik terkait isu suap yang menimpa dirinya.

Menurut kami belum pernah ada seorang pejabat pun di negeri ini yang dengan berani menyampaikan pembuktian terbalik mengenai dugaan suap atau perbuatan korupsi. Meskipun perangkat hukum di Indoensia belum tersedia untuk menyelesaikan persoalan seperti ini. Namun tidak ada larangan dan alangkah indahnya jika Gubernur serta pejabat lainnya di Aceh memulainya dan memberi contoh bagi daerah lain.

Diharapkan hal ini juga mampu mendorong perubahan yang fundamental di tingkat aparatur di bawahnya. Selama ini birokrasi selalu dianggap sangat korup. Saatnya Gubernur Irwandi menjadi panglima untuk membuka jalan bagi terciptanya semangat transparansi di birokrasi. Kami yakin, bila seorang Gubernur Aceh saja mau menyampaikan pembuktian terbalik terkait tuduhan suap atau tindak pidana korupsi, apalagi staf atau pejabat dibawahnya. Ini akan menjadi multiplayer effect bagi sebuah perubahan fundamental di pemerintahan Aceh.

Qanun Pembuktian terbalik
Secara nasional, undang-undang pembuktian terbalik sudah ada lama didesak oleh para aktivis anti korupsi untuk disahkan, tapi sampai saat ini belum kunjung diundangkan. Seperti pernyataan Ketua MK Mahfud MD “Undang-undang pembuktian terbalik mutlak harus ada,” saat berbicara dalam seminar Hukum Beracara di Surabaya, Minggu (18/4). Dengan diberlakukannya undang-undang itu, pihak penyidik, baik di kejaksaan maupun di kepolisian, tidak perlu susah-susah mendapatkan bukti tindak kejahatan seseorang. Tapi sampai saat ini perangkat hukum yang sangat vital ini, tak pernah lolos menjadi undang-undang dan Indonesia tetap pada peringkat ketiga koruptor. Bagaimana dengan Aceh, dari hasil servey persepsi korupsi di Indonesia yang dilakukan Transparansi Internasinal (TI), Aceh berada pada peringkat ke 7.

Pascalahirnya UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, banyak hal dan gagasan serta pemikiran dapat kita lakukan. Bahkan Aceh menjadi pioner untuk lahirnyan Partai Politik Lokal di Indonesia dan masih banyak lompatan kewenangan yang kita dimiliki dari Undang-undang tersebut. Bukan hanya itu, sejak dulu Aceh menjadi generator perubahan (meminjam istilah Risman A. Rahman) di Indonesia. Banyak lembaga dan kebijakan yang berangkat dari inovasi dan pemikiran dari Aceh. Kita mencatat lahirnya lembaga BAPPEDA, MUI, MPD dan Pemilihan kepala daerah langsung diawali dari tanah rencong. Maka tidak salah bila kita yang memulai melakukan perubahan secara fundamental di Aceh dan Indoensia.

Jika dilihat dari peta politik saat ini, di mana Gubernur Irwandi Yusuf memiliki latar belakang politik yang sama dengan partai yang dominan di DPRA dan DPRK, yakni Partai Aceh. Maka selayaknya ini menjadi peluang untuk kita melahirkan sebuah legislasi yang mengatur mengenai pembuktian terbalik. Sebagaimana kita ketahui bahwa PA dan Gubenrur Irwandi Yusuf merupakan pihak yang selama ini melawan ketidakadilan pemerintah pusat. Sudah barang tentu, semangat untuk mendorong pembangunan yang berkeadilan menjadi tujuan strategis bersama yang harus kita dukung. Diharapkan dengan lahirnya Qanun ini, maka akan menjawab sebuah tantatangan dan ruang kosong dalam upaya pemberantasan korupsi di Aceh.

Kalau hal ini tidak terwujud, maka jangan salahkan rakyat bila berkesimpulan pemberantasan korupsi yang selama ini digembar-gemburkan Gubernur Irwandi hanya sebagai retorika belaka dan kampanye untuk meraut popularitas. Jika hal ini benar, maka pemberantasan korupsi selama ini hanya untuk menghambat lawan atau kelompok yang tidak mendukung eksistensi Irwandi Yusuf atau dalam filsafat minang disebut, tibo dimato dipicingkan, tibo diperut dikempiskan. Semoga ini hanya isu.

* Penulis adalah aktifis Forum LSM Aceh


http://www.serambinews.com/news/view/38536/menunggu-pembuktian-terbalik-irwandi

Kamis, 02 September 2010

Pemerintah Tolak Gunakan Qanun Pelayanan Publik

Thu, Sep 2nd 2010, 11:06
* Dinilai Prematur dan Kontra UU No 25/2009
Utama
BANDA ACEH - Nasib Qanun Aceh No 8/2008 tentang Pelayanan Publik di Aceh hingga saat ini masih terkatung-katung. Pemerintah Aceh menyatakan menolak menggunakannya sebagai produk hukum karena tidak memuat rincian dan aturan yang jelas, meskipun sudah disahkan DPRA menjadi lembaran daerah.

“Bahkan pasal-pasal di dalamnya tidak rinci dan banyak yang bertentangan dengan UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Karena itu pemerintah tidak bisa menggunakannya,” kata Kabag Mukim dan Gampong Pemerintah Aceh, Kamaruddin Andalas. Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Pertemuan Refleksi Pelayanan Qanun Aceh No 8/2008 tentang Pelayanan Publik di Hotel Oasis, Rabu (1/9).

Hadir dalam acara yang dirangkai dengan buka puasa bersama itu antara lain unsur dari Pemerintah Aceh, organisasi masyarakat sipil, akademisi, media dan lembaga donor. Menurut Kamaruddin, sejauh ini pemerintah menilai Qanun No 8/2008 masih belum sempurna atau prematur. Bahkan subtansinya banyak mengadopsi UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Bila dilihat dari jumlah pasalnya yang hanya 40 pasal, tidak jauh lebih baik dari UU No 25/2009 dengan 60 pasal dan lebih rinci dalam penjelasannya.

Menurut Kamaruddin, pemerintah secara internal sudah membentuk tim evaluasi untuk meninjau kembali subtansi Qanun tersebut, terutama tentang pasal-pasal yang bertentangan dengan UU No 25/2009. “Perlu ditinjau kembali, karena memang tidak bisa digunakan. Isinya sangat normatif, karena itu perlu ada draf baru untuk diajukan ke dewan sebagai penggantinya,” uajrnya. Dia sebutkan, terkait pelayanan publik di Aceh, pemerintah saat ini masih berpedoman pada UU No 25/2009 meskipun telah ada Qanun No 8/2008 yang disahkan DPRA.

Tinjau kembali
Sementara itu, TAF Haikal dari Forum LSM Aceh menyebutkan, pemerintah dan DPRA harus melihat kembali sejumlah produk hukum dalam bentuk qanun yang sudah disahkan. “Sudah saatnya pemerintah dan legislatif untuk melihat lagi qanun yang sudah disahkan untuk disinkronkan kembali dengan peraturan yang lebih tinggi,” ujarnya.

Menurutnya, sinkronisasi tidak hanya dilakukan terkait masalah Qanun No 8/2008. “Tapi harus mencakup semua produk hukum yang sudah disahkan dewan. Ini saya rasa yang belum dilakukan dewan,” tegasnya. Hal senada juga diungkapkan perserta lainnya, Sayuthi Aulia. Ketua Presidium KoBar GB Aceh itu meminta agar Qanun No 8/2008 untuk direvisi kembali, bahkan bila perlu dicabut, untuk digantikan qanun yang baru yang lebih representatif dengan kebutuhan aturan pelayanan publik di Aceh. “Dicabut saja, untuk selanjutnya disusun kembali dengan melibatkan partisipasi publik,” tegasnya.(sar)


http://www.serambinews.com/news/view/38296/pemerintah-tolak-gunakan-qanun-pelayanan-publik

KPBS SURATI KEDUTAAN AMERIKA TERKAIT PEMBANGUNAN JALAN

Tapaktuan, 31/8 (ANTARA) - Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh menyurati Duta Besar Amerika Serikat terkait belum tuntas pembangunan jalan Banda Aceh - Calang (Kabupaten Aceh Jaya) bantuan rakyat negara tersebut.

"Pembangunan ruas jalan pada section IV Lamno - Calang dan jembatan empat unit hingga saat ini belum dikerjakan. Kami sangat berharap perhatian serius dari Kedutaan Amerika Serikat terkait hal itu," kata juru bicara KPBS Aceh, TAF Haikal di Banda Aceh, Selasa.

Untuk menuju ke wilayah pantai barat selatan Aceh melalui lintas Calang, warga masih menggunakan rakit penyeberangan untuk melintasi sungai Lambeuso, Lamno, Aceh Jaya.

Mantan Presiden Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh itu mengatakan sekitar 150 kilometer badan jalan Banda Aceh-Calang rusak total akibat bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004.

Masyarakat Amerika Serikat melalui USAID berkomitmen membangun kembali jalan yang menghubungkan ibukota Provinsi Aceh dengan delapan kabupaten/kota di pantai barat selatan daerah itu.

Ruas jalan tersebut sangat penting untuk perkembangan di sektor perekonomian, sosial, budaya dan pembangunan di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Simeulue, Subulusalam dan Aceh Singkil.

TAF Haikal mengatakan pembangunan kembali jalan tersebut sudah dimulai sejak 2006, meski telah terjadi beberapa hambatan namun Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Jaya telah mengatasinya.

"Persoalan pembebasan tanah dan beberapa permasalahan lainnya sudah diatasi, namun pembangunan jalan di section IV hingga pertengahan 2010 belum ada kemajuan yang signifikan," kata aktivis Forum LSM Aceh itu.

Informasi yang diperoleh KPBS Aceh, proyek kelanjutan pekerjaan section IV telah ditenderkan oleh Perwakilan USAID Indonesia di Banda Aceh pada Februari 2010 namun hingga saat ini belum diumumkan pemenangnya.

"Perwakilan USAID Indonesia, Roy Ventura pernah mengatakan bahwa pemenang tender proyek section IV itu akan diumumkan kepada masyarakat Aceh paling lambat awal Juli 2010, namun hingga saat belum diketahui perusahaan mana yang akan melanjutkan pembangunan jalan itu," katanya.

Dalam surat yang juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR RI, Steering Commite Multi Donor Trust Fund (MDF) Aceh-Nias dan beberapa komponen lainnya mempertanyakan keseriusan atau komitmen USAID dalam pembangunan jalan bantuan rakyat Amerika itu.

Menurutnya, komitmen itu sangat penting bagi masyarakat Aceh, jika USAID tidak mampu mengerjakan pembangunan jembatan dan jalan di section IV agar membuat pernyataan resmi.

"Pernyataan resmi itu penting agar Pemerintah Indonesia mengambil alih pembangunan jalan dan empat unit jembatan," kata TAF Haikal.


http://www.antaraacehinvestment.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=11:kpbs-surati-kedutaan-amerika-terkait-pembangunan-jalan

Senin, 30 Agustus 2010

Lintas Tengah Barat Selatan Aceh Rawan Perampokan

Minggu, 29 Agustus 2010 21:24 WIB | Peristiwa | Hukum/Kriminal

Banda Aceh (ANTARA News) - Pemudik dari kota Banda Aceh dan pantai timur utara menuju pantai barat selatan Aceh takut melewati lintas tengah (Geumpang - Tutut - Meulaboh) karena dianggap rawan perampokan.

Wartawan ANTARA dari Banda Aceh, Minggu, melaporkan para pemudik menuju delapan kabupaten/kota di pantai barat selatan Aceh lebih memilih jalur Banda Aceh - Lamni - Calang dari pada lintas Geumpang - Tutut - Meulaboh.

Meski jalan jalur alternatif menuju Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya, Simeulue, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Kota Subulussalam itu lebih baik namun pemudik lebih memilih melewati lintas Banda Aceh - Lamno - Calang.

H Nasruddin (52), pemudik dari kota Banda Aceh mengatakan ia bersama keluarga lebih memilih jalur Banda Aceh - Lamno - Calang menuju Desa Damar Tutong Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan.

Menurutnya, walaupun jalan Banda Aceh - Lamno - Calang masih harus menggunakan rakit penyeberangan untuk melintasi sungai Lambeuso dan jalan berkerikil serta berdebu namun lebih aman dari pada lintas tengah.

"Kami takut melewati lintas Geumpang - Tutut - Meulaboh, sebab beberapa hari lalu terjadi perampokan di jalur tersebut," kata H Nasruddin.

Pada Selasa (17/8) sekitar pukul 02.30 WIB para perampok yang berjumlah lima orang dan bersenjata api laras panjang serta menggunakan penutup wajah menghadang satu keluarga yang menggunakan mobil pribadi di jalur kilometer 19 Kecamatan Geumpang.

Para korban dalam perjalanan dari Aceh Utara menuju Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat tersebut dipaksa masuk ke jurang dan komplotan perambok melarikan mobil Kijang kapsul warna silver dengan nomor polisi BL 788 J.

Selain mengambil mobil korban, kawanan perampok juga menguras seluruh harta benda milik korban, seperti dompet, uang tunai dan handphone.

Sementara itu juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal mengharapkan aparat kepolisian menyiagakan personilnya untuk mengamankan arus mudik Idul Fitri 1431 Hijriyah.

"Kami berharap aparat keamanan menyiagakan personilnya pada arus mudik di titik yang dinilai rawan kriminal dan kecelakaan guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.(*)
(IRWH011/R009)


http://www.antaranews.com/berita/1283091864/lintas-tengah-barat-selatan-aceh-rawan-perampokan

Rabu, 18 Agustus 2010

Membangun Aceh Dari Gampong

Wednesday, 18 August 2010 15:01
Written by TAF Haikal | Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh, Fasilitator Impact

Pesawat Lion Air baru saja tinggal landas dari bandara Sultan Babullah Ternate , namun pikiran saya tidak pernah lepas dari pulau yang menyimpan sejarah Kesultanan Ternate dengan gunung berapi Gamalamanya. Saya dan teman-teman berada disana untuk melakukan sharing pengalaman dalam hal peningkatan kapasitas masyarakat sipil. Salah satu yang menurut saya menarik dan bagi saya sangat berkesan adalah keberadaan sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Saya terkesan dengan keberadaan BPR Malifut yang diinisiasi oleh seorang dokter malaria yang sudah pensiun. Adalah Aziz Angkat yang hingga kini eksis, terus saja menginspirasi saya dan membuat saya tercengang. Sebuah pertanyan kritispun muncul: Mungkinkah solusi untuk rakyat desa yang dipraktekkan di Ternate itu bisa diterapkan di Gampong-Gampong yang ada di Aceh, yang notabene juga memiliki sejarah Kesultanan yang megah saat Sultan Iskandar Muda?.

Bersamaan dengan roda pesawat menyentuh landasan bandara Internasional Sam Ratulangi Manado saya pun menemukan jawabannya, Aceh lebih dari sangat mungkin melakukannya. Tentunya jawaban ini tidak terlepas dari pengalaman Aceh dalam republik ini yang selalu memberikan inspirasi baik pada era perjuangan Indonesia menuju merdeka sampai era ini. Sebuah gagasan yang dilahirkan dari daerah yang disebut Aceh, banyak mewarnai perubahan dan dinamika di negeri ini. Maka pikiran saya menyatakan, kita akan mampu melakukan hal itu dengan memperkuat ekonomi rakyat yang berbasis gampong.

Dari Manado saya berganti pesawat Garuda menuju Jakarta dan bersamaan dengan itu pula pikiran saya sepenuhnya tertuju ke Aceh. Pesawat terbang dengan tenang menembus awan yang sangat indah awan putih disekitar pesawat seperti kapas dan setenang itu pula pikiran saya menerawang apa yang dapat saya lakukan di Aceh dari hasil kunjungan yang di fasilitasi oleh Impact-UNDP Aceh.

ADG dan Impian Aceh

Saya teringat pada saat pasangan terpilih Gubernur Aceh Irwandi-Nazar melontarkan Pernyataan dimedia “ Membangun Aceh dari Gampong”. Kalimat tersebut bagaikan “magic” untuk masyarakat yang sebagian besar berada digampong-gampong yang jauh dari pusat kekuasaan. Lanjutan pernyataan tersebut dijabarkan dalam bentuk Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) yang di alokasikan dari provinsi. Kemudian ditambah oleh masing-masing kabupaten kabupaten/kota dalam bentuk Alokasi Dana Gampong, berdasarkan kemampuan keuangan kabupaten/kota.

Setelah berjalan selama satu tahun, program BKPG ini tentu banyak menghadapi kendala, baik secara teknis maupun secara financial.plotting anggarannya sudah ditentukan oleh kebijakan BKPG, seperti infrastruktur menjadi alokasi terbesar, padahal belum semua gampong membutuhkan infrastuktur. Namun memang program ADG dan BKPG ini juga tidak terlepas dari birokrasi yang masih menjadi hambatan dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas pemerintahan gampong. Jadi, kunci utama keberhasilan ADG atau BKPG memang harus didorong pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program ini hanya mampu bertahan dan dialokasikan pada Tahun 2009, sementara tahun 2010 hanya meneruskan penyaluran sisa dana BKPG tahun sebelumnya. Menurut saya, ada beberapa faktor yang menyebabkan dana tersebut belum mampu menggerakkan ekonomi rakyat atau sektor riil. Pertama, program ini masih menyentuh aspek infrastruktur, sehingga belum mampu meningkatkan ekonomi masyarakat. Kedua, program ini belum menjawab kebutuhan dari masyarakat, karena

ADG di dorong sebagai bagian terkecil sebagai stimulan bagi warga gampong dalam mendorong pembangunan dan sector ekonomi kelas bawah. Alokasi ADG saat ini banyak tersedot pada sector konstruksi kelas gampong, kalaupun ada dana bergulir itupun tidak bergulir-gulir. Nyaris seluruh alokasi ADG tersedot pada sector tidak produktif, padahal awal diluncurkan nya program tersebut dengan semangat ingin menggerakan sector ekonomi produktif (Sektor riil) di gampong. Belum lagi sikap saling mencuragai yang terjadi antara masyarakat versus aparatur Gampong atau diantara sesama masyarakat Gampong. Bila kita sedikit mengintip yang sudah dilakukan di Ternate, Gampong-gampong di Aceh saat ini, besar mendapat dukungan financial tentunya sangat berpeluang mewujudkan lebih dari yang ada di Ternate.

Beberapa kabupaten di Aceh seperti Sabang dan Abdya sudah mengalokasikan ADG mencapai 250 juta lebih pergampong. Meskipun tidak kita pungkiri, masih ada kabupaten/kota yang secara financial belum mampu mengalokasikan ADG bagi pemerintahan gampong. Melihat kondisi seperti ini, maka saya sangat yakin bila ADG atau BKPG ini akan mampu kita kelola secara baik dengan pondasi ekonomi dan pendanaan yang kuat.

Sebagai Jaminan/Agunan

BPR Malifut yang di prakarsai oleh seorang pensiunan PNS dr.Aziz Angkat, membangun kerjasama dengan LSM untuk menjaminkan simpanan mereka di BPR sebagai jaminan atau angunan kredit masyarakat dampingan. Bila masyarakat yang atas rekomendasi LSM tidak dapat mengembalikan cicilannya, maka otomatis BPR langsung memotong simpanan LSM tersebut. Dalam kerjasama ini masing-masing pihak melakukan peran-peran yang maksimal, BPR pihak profesional dalam mengelola keuangan publik tetap menggunakan standar perbankan dengan pengawasan Bank Indonesia.

Ada tiga pihak yang berperan besar dalam mendorong mengerakan sektor riel ditingkat masyarakat, BPR, LSM, masyarakat sendiri. Hasilnya dari kerjasama yang terjalain dengan baik tersebut, BPR selalu mendapat pujian dari BI karena tidak ada tunggakan kredit, LSM semakin kuat pendampingannya dengan membuat program-program life skill yang fokus ditambah lagi simpanan LSM di BPR semakin berkembang. Sedangkan masyarakat dapat mengakses permodalan di perbankan tanpa harus memiliki jaminan atau angunan.

Bagaimana di Aceh yang saat ini sedang eforia program-program yang langsung dilaksanakan di gampong-gampong dengan pendampingan oleh fasilitator gampong.

Semua gampong di aceh saat ini dialokasikan dana ADG antara 75 s/d 250 jt, bila ada kebijakan (Qanun, pergub, perbup) yang berani dari pemerintah Provinsi atau Kabupaten Kota untuk mengalokasikan 50 % dana tersebut sebagai jaminan atau angunan masyarakat Gampong mengakses dunia perbankan. Mungkin lima tahun kedepan semua gampong di Aceh sudah mandiri dalam pengelolan keuangan karena sudah memiliki aset yang dititip di BPR/Bank.

Selama ini ditingkat grossroet berkaitan dengan jaminan atau angunan menjadi masalah yang paling krusial. Mereka memiliki tanah atau aset lainya, tapi tidak memiliki sertifikat seperti yang disyaratkan pihak perbankan. Bilapun mereka mengurus sertifikat tersebut, tentunya memerlukan waktu, dana yang harus dikeluarkan tidak sebanding dengan jumlah permohonan kredit yang dibutuhkan. Lebih riskan lagi memang mereka tidak punya asset yang dapat dijaminkan, tapi mereka memiliki potensi untuk di kembangkan uasahanya, pertanyaannya di mana peran negara untuk membantu mereka?

Peran-peran seperti inilah dapat digerakan dari line yang paling bawah yaitu gampong, persis seperti pernyataan orang nomor satu di Aceh saat ini ”membanguan aceh dari Gampong”. Ditambah lagi dengan dunia perbankan sangat tidak berminat untuk membiayai sektor-sektor informal kecil-kecil ini, lengkaplah penderitaan selalu rakyat kecil yang tidak akan pernah keluar dari mimpi buruknya. Perbankan lebih berminat pembiayaan pada sektor konstruksi, informal besar-besar apalagi PNS.

Kita semua harus belajar dari pengalaman kekuatan dan kelemahan program2 terdahulu yang bertujuan untuk mengerakan sektor ekonomi grossroet seperti DTD (Dana Tanggap darurat di Indonesia hanya Aceh dan Papua), PER (Pemberdayaan Ekonomi Rakyat), Gema Assalam, Pemakmu Nanggroe dan yang lain-lain.

Pemerintah memiliki wilayah, kebijakan, aparatur, dana serta rakyat, rasanya tidak mungkin cita-cita mulia membangun Aceh dari Gampong tidak dapat dicapai. Tinggal kita semua mau menggabungkan kekuatan profesional pada masing-masing pihak untuk membuktikan ”magic” itu menjadi kenyataan, hanya keiklasan, kesalehan sosial, kerja keras, dan waktu yang akan menjawab itu semua, semoga! TAF Haikal | Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh, Fasilitator Impact.

Catatan perjalan study banding ke Makasar-Ternate Masyarakat Sipil Aceh pada tanggal 8 s/d 14 Mei 2010 yang difasiitasi oleh IMPACT atas dukungan UNDP


http://www.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=273:membangun-aceh-dari-gampong&catid=72:ekonomi-a-pembangunan&Itemid=125

Kamis, 12 Agustus 2010

Warga Buloh Seuma Terancam Lapar

SEPUTAR ACEH.com
17/07/2010
Banda Aceh – Warga Buloh Seuma, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan, terancam lapar karena perairan laut yang sering digunakan sebagai transportasi untuk membeli kebutuhan pokok warga di sana ke ibukota kecamatan, Trumon, sedang dilanda badai.

“Sudah hampir tiga minggu berbagai kebutuhan pokok seperti beras dan gula sangat sulit diperoleh di Buloh Seuma. Dan jika ada, harganya pun sangat mahal,” kata Zulhadi, Kepala SMP 2 Trumon di Buloh Seuma, Jumat (16/7/2010).

Ia mengatakan kelangkaan kebutuhan pokok di Buloh Seuma, selain disebabkan oleh tingginya gelombang di laut dalam tiga minggu terakhir, juga disebabkan oleh mulai dangkalnya Kuala Buloh Seuma yang digunakan masyarakat untuk melaut dan ke kecamatan untuk membeli kebutuhan pokok.

“Kami terpaksa mengangkut kebutuhan pokok dengan kendaraan roda menelurusi bibir pantai yang ditempuh selama satu setengah jam. Itupun jika tidak terjadi hujan dan badai dilaut. Sebab jika terjadi badai bibir pantai itu sulit dilewati,” katanya.

Kata Zulhadi, jika melalui roda dua kebutuhan pokok yang diangkut pun sangat terbatas, beda dengan mengunakan boat yang bisa mengangkut hingga 20 sak beras dan gula.

“Jika dengan roda dua hanya satu sak yang bisa diangkut dan sesampai di Buloh Seuma pun langsung dibagi-bagikan pada warga dengan jatah satu liter per keluarga untuk bisa bertahan,” katanya.

Untuk itu, ia meminta Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan segera merealisasi pembangunan jalan Trumon Buloh Seuma sepanjang 30 kilmeter yang saat ini baru setengah jalan yang dibangun yang masih sulit dilewati.

“Segera realisasi pembangunan jalan itu. Jangan ada warga yang mati dulu akibat kelaparan, baru jalan itu cepat-cepat di selesaikan,” katanya.

Sementara itu, Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal mengatakan pemerintah terutama Pemkab Aceh Selatan kurang merespon terhadap kehidupan masyarakat di Buloh Seuma, sebab hal seperti ini terjadi setiap tahun.

“Ini bukan hal baru, sudah berulang-ulang kali setiap tiba musim badai, tapi pemerintah setempat seakan-akan tidak peduli terhadap mereka,” katanya.

Semetinya, kata dia, pemerintah setempat sudah mempunyai solusi untuk mengatasi ini. Apakah dengan subsidi anggaran untuk mengangkut kebutuhan pokok ke sana atau bisa saja dengan penyediaan atau stok kebutuhan pokok jauh hari sebelum tiba musim badai.

“Ini tidak dipikirkan pemerintahan di sana, mulai dari kepada desa, camat hingga bupati. Apa masyarakat di sana bukan warga Aceh atau tidak punya pemerintah sehingga mereka tidak pernah diperhatikan. Jangan tanah saja dipikir tetapi masyarakatnya juga diperhatikan,” kata Haikal.(*/ha/ bay)


http://seputaraceh.com/2010/07/17/warga-buloh-seuma-terancam-lapar

Sabtu, 07 Agustus 2010

Aceh Usulkan Kewenangan Daerah untuk Sumber PAD Diperluas

7 Agustus 2010
Banda Aceh, (Analisa)

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh mengusulkan kepada pemerintah pusat agar item yang menjadi sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) bagi provinsi maupun kabupaten/kota yang menjadi kewenangan daerah dapat diperluas dan diperbanyak lagi dalam Undang-Undang yang mengaturnya.

"Sumber-sumber PAD bagi daerah harus diperluas lagi, tidak seperti sekarang ini yang sangat sedikit sumbernya. Jangan semua menjadi pendapatan Negara," ujar Wakil Gubernur (Wagub) Muhammad Nazar di Banda Aceh, Jumat (6/8).

Menurutnya, termasuk sektor mineral, pertambangan dan perminyakan. Karena akan berbeda secara apapun ketika uang itu terlalu berputar secara administratif dan birokratif, misalnya setelah masuk sebagai pendapatan negara baru kembali ke daerah.

Dari sisi waktu s aja sudah tidak efesien, belum lagi di sisi transparansi perhitungan dan pemungutan. Jadi ruang PAD selama ini telah menciptakan disparitas fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah.

Salah satu kekokohan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah kokoh dan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti dijelaskan Wapres dan Menteri Keuangan dalam paparannya tentang APBN dan APBD.

Tetapi menurut Wagub, selama ini sebagian provinsi dan mayoritas kabupaten/kota di Indonesia masih sangat bergantung pada dana APBN.

Artinya, keberadaan APBD provinsi dan kabupaten/kota sekalipun bergantung pada anggaran negara. Hanya beberapa provinsi dan sebagian kecil saja kabupaten/kota yang masih sanggup bergerak dengan PAD-nya.

"Penyebabnya banyak sekali, di antaranya melambannya pertumbuhan berbagai sektor industri, investasi swasta yang tidak signifikan kecuali daerah-daerah tertentu saja, pariwisata tidak tumbuh di semua tempat dan lain-lain sebanya," terang Nazar.

Sementara menurut undang-undang, PAD itu hanya bisa diperoleh dari hal-hal yang sangat kecil seperti pajak kendaraan bermotor, pajak perhotelan, surat izin mendirikan bangunan (IMB), izin lokasi dan royalti.

"Syukur kalau pertumbuhan industri seperti di Jakarta, Surabaya, Sumatera Utara, Makassar dan beberapa yang lain terjadi signifikan. Tetapi coba bayangkan, kalau ada provinsi dan kabupaten/kota yang tidak punya sumber daya alam (SDA) apa-apa, tentu akan semakin bergantung pada APBN," ujarnya.

PKB

Aceh sendiri, ungkap Wagub, dalam upaya menggenjot pendapatan daerahnya hingga kini masih sangat bergantung pada sektor pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor (BBNKB). Sektor ini menyumbang hampir 50 persen lebih dari total PAD Aceh.

Target PAD tahun ini yang dibuat Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dalam APBA 2010 menurun sebesar Rp385 juta dari tahun 2009, sehingga terkesan Pemerintah Aceh tidak kreatif dalam menggali sumber-sumber PAD.

Target PAD tahun 2010 sebesar Rp795 miliar, sementara target tahun 2009 mencapai Rp795,8 miliar. Target PAD tahun ini di antaranya berasal dari pajak Aceh sebesar Rp476,9 miliar, retribusi Aceh Rp13 miliar, hasil pengelolaan kekayaan Aceh yang dipisahkan dan hasil penyertaan modal (investasi) Pemerintah Aceh Rp74,5 miliar, penerimaan dari zakat pegawai Rp3 miliar dan lain-lain pendapatan asli yang sah Rp228 miliar.

TAF Haikal, seorang pemerhati kebijakan pemerintah di Banda Aceh menyatakan, pihaknya merasa heran mengapa Provinsi Aceh sebagai daerah kaya dengan berbagai potensi sumber daya alam melimpah, namun PAD yang berhasil didapatkannya sangat kecil.

"Seharusnya Pemerintah Aceh lebih giat lagi dalam menggali sumber-sumber PAD yang selama ini belum tersentuh, ujarnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=64651:aceh-usulkan-kewenangan-daerah-untuk-sumber-pad-diperluas&catid=42:nad&Itemid=112

Jumat, 06 Agustus 2010

Aktivis Sentil DPRA ‘Lemah Syahwat’

Fri, Aug 6th 2010, 15:38
* Ketua Banleg Keluhkan Beban Kerja
Kutaraja
BANDA ACEH - Kinerja DPR Aceh yang dinilai melorot sejak pertama dilantik kembali mendapat kritikan tajam dari kalangan aktivis LSM di Aceh. Bahkan kalangan aktivis memberi sentilan pedas kepada wakil rakyat jangan sampai “lemah syahwat” dalam bekerja karena beban yang mereka pikul adalah untuk kepentingan publik.

Sentilan lemah syahwat yang indentik dengan makna, “tidak bergairah”, “tak bernergi” itu diungkapkan kalangan aktivis dalam diskusi publik antara Ketua Komisi A DPRA, Tgk Adnan Beuransah, Ketua Banleg DPRA, Tgk Harun dengan sejumlah perwakilan aktivis LSM, di Sekretariat Forum LSM Aceh, Kamis (5/08). Sentilan itu diungkap terkait lemahnya kinerja DPR Aceh yang hingga kemarin belum menghasilkan satu pun qanun. Bahkan jadwal pembahasan delapan raqan qanun dari 21 raqan yang masuk prioritas Prolega, belum satupun jelas jadwal pembahasannya. “Berapakah sudah yang diketok palu dari 21 raqan yang masuk prioritas? Jangan sampai nanti rakyat menganggap dewan lemah syahwat,” kata aktivis Forum LSM Aceh, TAF Haikal.

Menurut TAF Hailkal, sikap dewan yang sampai saat ini belum memperlihatkan kontribusi berarti sebagai lembaga legislasi memberi dampak signifikan dalam masyarakat. Terutama banyak kebijakan pemerintah yang berjalan tidak sesuai landasan hukum yang ada. Salah satu contoh terkait kebijakan pemerintah memberlakukan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), namun pada pratiknya di lapangan, JKA tidak didukung dasar hukum yang jelas, di samping memang raqan Kesehatan dan JKA hingga saat ini belum dibahas dan disahkan DPRA, tapi programnya sudah lebih dulu diluncurkan.

Menurut Haikal, tidak ada hal yang perlu dikeluhkan sebagai seorang anggota Dewan jika sudah masuk dalam ranah politik praktis. Jika pun ada masalah yang mengganjal, para anggota dewan mempunyai dampingan expert (staf ahli) untuk berkonsultasi. Sehingga tidak ada alasan bagi anggota DPRA mengeluh karena beratnya beban kerja yang mereka pikul.

Berikan angka lima
Kritikan tak kalah pedasnya juga dilontarkan aktivis Kata Hati Institute, Teuku Ardiansyah. Dia menilai, melihat dari indikator yang ada, kinerja DPR Aceh masih harus dipertanyakan. Jika diibaratkan dengan standar nilai, kata Ardiansyah, kinerja lembaga dewan baru dapat diberi nilai lima. Nilai rapor merah ini diberikan sangat berlasan. “Kinerja itu dilihat dari indikator dan jumlah produk yang dihasilkan. Bisa dikatakan kinerja DPRA saat ini sangat lemah, produk dan kontribusi yang dihasilkan sangat kecil,” ujarnya. Namun dia memberi apresiasi positif bila anggota dewan masih mau terlibat dalam forum diskusi, untuk mencari pemecahan berbagai masalah.

Aktivis LSM lainnya, Saifullah Abdul Gani menyebutkan, perlu ada satu kerja sama yang sinergi antara DPRA dengan elemen sipil di Aceh dalam mengatasi kebuntuan masalah program legislasi. Terutama terkait dengan rancangan qanun yang akan dibahas, perlu dibentuk unit-unit kerja masing-masing bidang (task force) dengan melibatkan lembaga sipil yang berkompeten, sehingga tidak terlalu banyak menguras energi DPRA.

Selain itu, kata dia, DPRA juga perlu juga membentuk task force untuk mengawal UUPA agar dapat masuk menjadi kosideran dalam regulasi yang dibuat DPR dan pemerintah pusat yang berkaitan dengan Aceh.

Keluhkan beban
Menanggapi kritikan para aktivis LSM, Ketua Banleg DPRA Tgk Harun mengakui jika selama ini terdapat masalah dalam proses pembahasan raqan. Salah satu hal yang dikeluhkan terkait kurangnya tenaga di DPRA dalam proses perumusan raqan yang masuk prioritas. Selain itu, DPRA juga menghadapi masalah, jika sebagian raqan yang akan dibahas tahun ini masih bersifat copy paste sehingga perlu direvisi kembali. “Inilah yang kita sedihkan. Kita terpaksa harus perbaiki lagi draf yang sudah ada sebelumnya,” kata Harun didampingi Ketua Komisi A Tgk Adnan Beuransah.

Selain itu, keterlambatan pembahasan raqan di DPRA turut dipengaruhi oleh karena para anggota dewan juga harus membahas PPAS 2010, serta keterlambatan eksekutif menyerahkan draf qanun. Namun dia menyebutkan, ada lima raqan yang dalam waktu dekat akan mulai dibahas, namun belum ditentukan jadwal pasti.

Politisi Partai Aceh ini juga mengakui bila para anggota Dewan, terutama dari Partai Aceh adalah “orang-orang baru” yang masih butuh pembelajaran tentang banyak hal di DPRA. “Kritik itu hal yang biasa, dan juga menjadi semangat pendorong bagi kami untuk bekerja lebih baik. Kami ingin juga didukung dan dibantu teman-teman,” tukasnya.(sar)


http://www.serambinews.com/news/view/36650/aktivis-sentil-dpra-lemah-syahwat

Rabu, 04 Agustus 2010

Pembangunan Aceh Barat Lamban

Gerak Aceh Barat : Alokasi Anggaran Fokus ke Aparatur
Selasa, 3 Agustus 2010 | 13:41
Harian Rakyat Aceh
Meulaboh – Pembanguanan di kabupaten Aceh Barat terkesan minim progres (lamnan) dan tak berpihak pada publik. Hanya sejumlah infrastruktur pembiayaan era rehabilitasi – rekontruksi Aceh pasca tsunami yang terlihat berdiri kokoh.

Indikator tidak berpihak pada publik dapat dilihat dari statistik alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Bumi Teuku Umar selama beberapa tahun, lebih condong kepada pembiayaan “tidak langsung” (Aparatur, red), ketimbang plottan biaya langsung (publik, red).

Pembangunan sebuah daerah memang tidak lepas dari visi dan misi pemimpin. Paradigma pemimpin dan perangkatnya selaku pelaksana dan penyusun program kerja daearah untuk menuntaskan masalah yang ada di tengah masyarakat, perlu disusun sebagai solusi.

Perspektif Akselerasi pembangunan segala sektor perlu dimiliki oleh aktor pada Pemerintahan, sehingga proses pembangunan tetap berlangsung sesuai aspirasi masyarakat. “Makanya ada namanya Musrenbang, jadi tahu apa kebutuhan riil di tengah masyarakat,” ujar Taf Haikal, Jubir Kaukus Pantai Barat Selatan, Senin (2/8).

Pertumbuhan pembangunan segala sektor, seperti Infrastruktur, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat, pada hakekatnya harus mencerminkan perubahan secara total. Mememang prosesnya tetap step by step, karena menuntaskan pembangunan yang menjadi solusi sebuah masalah, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Tapi, Pembangunan di Kabupaten Aceh Barat tergolong minim progress. Contonya kerap terekspos pada sejumlah media terbitan lokal, maupun nasional, tentang kondisi masyarakat menghadapi sejumlah masalah. Padahal, permasalahan itu merupakan, penyakit yang terjadi secara berulang-ulang tiap tahun, tapi tidak disusunya program pencegahan. Seperti banjir dan keluhan infrastruktur jalan, serta jembatan yang rusak parah.

“Jadi Pemkab Aceh Barat perlu memantapkan lebih ekstra proses pembangunan pada daerah mereka,” harap Taf Haikal.Anehnya, Pembangunan di Bumi Teuku Umar, perjelas Taf Haikal, kalah pesat dengan Kabupaten tetangganya.

Padahal, Bumi Teuku Umar merupakan kabupaten tertua di wilayah Pantai Barat Aceh. Sehingga proses pembangunan dapat disimpulkan jalan ditempat.

Memang, lanjut Taf Haikal, sebuah pembangunan tak lepas dari alokasi dana dan sumber daya manusia (SDM) yang ada di Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, hingga sebuah terget transformasi dapat dicapai seefesien mungkin. “Makanya penggunaan APBK daerah itu, harus lebih condong pada kebijakan publik, dalam menyikapi hasil Musrenbang,” pinta Taf Haikal.

Tak Berpihak Rakyat
Mulyadi, Koordinator Gerak Aceh Barat mengatakan, melakukan pembangunan tentunya membutuhkan pembiayaan. Berbicara soal soal anggaran, memang dilihat pada pengalokasian sejak tahun 2006 hingga 2010, APBK Aceh Barat mangkin condong berpihak pada plottan biaya aparatur (Biaya tidak langsung, red), ketimbang

pembiayaan publik (langsung, red).
Salah satunya seperti pada Tahun 2010, lanjut Mulyadi. Total anggaran Aceh Barat tersedia Rp 443.419.004.994. Dari anggaran tersebut komposisi untuk belanja tidak langsung sebesar Rp. 314.276.221.389, atau 71 %, sedangkan belanja langsung 129.142.783.605 atau 29 % dari total APBK.

Berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan pengelolaan APBK telah melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh, Pasal 190, ayat 1 dan 3, yang mengamanahkan bahwa belanja langsung wajib lebih besar, dari pada belanja tidak langsung dalam sebuah belanja APBK.

Menurut GeRAK Aceh Barat, besarnya alokasi belanja tidak langsung disebabkan oleh beberapa hal, seperti Pemkab kaya struktur organisasi, tapi miskin fungsi dan kerja. Sehingga berdampak bagi tidak efektifnya penggunaan anggaran yang membiayai lima hari kerja.
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, terkesan terlalu memaksakan diri untuk mengalokasikan dana Tunjangan Prestasi Kerja (TPK).

Padahal, lanjut Mulyadi, pemberian TPK tidak menjadi sebuah kewajiban bagi Pemkab, karena harus melihat keserasian dengan kemampuan keuangan daerah.
”Jadi kalau tidak ada cukup anggaran, TPK hanya bisa diberikan kepada PNS yang bekerja sesuai dengan kebutuhan keahlian dimiliki.

Jadi jangan sampai Kadis pun, yang hanya kerja duduk dan paraf semata, mendapat tunjangan mencapai mencapai Rp. 4 per bulan. Jadi wajar kalau dikatakan kebijakan Pemkab Aceh Barat menutup diri dengan realita kondisi masyarakat,” terangnya.

Dimulai dari Desa ke Kota
Sabki Mustafa Habli, Presiden Mahasiswa Universitas Teuku Umar (UTU) mengakui jika kondisi pembangunan di Kabupaten Aceh Barat terlihat jalan ditempat. Sampai kini, dipersentasikan olehnya, dari 100 persen, diperkirakan sekitar 30 persen lagi infrastruktur yang tak kunjung tuntas pembangunan.

Sementara, infrastruktur diwilayah perkotaan telah didanai oleh dana bantuan rehabilitasi dan rekontruksi pesisir Aceh, pasca bencana tsunami, sedangkan desa tidak tersentuh.Wilayah paling parah, lanjutnya, dapat terlihat dari Dua Kecamatan, seperti Woyla Timur dan Woyla Barat.

Pada kawasan ini, kondisi prasarana jalan dan jembatan mengalami rusak berat, hingga sulit dilalui oleh masayarakat. Seperti kondisi jalan Kuala Bhee, yang dimanfaatkan sebagai koridor penghubung antar kecamatan. “Padahal, jalan ini merupakan hasil pembangunan tahun 1990-an, tapi, sampai sekarang belum ada dilakukan perawatan dan perbaikan ulang oleh Pemerintah,” kata Sabki.

Selain itu, kondisi penyakit banjir yang dialami oleh masyarakat disejumlah pelosok kabupaten Aceh Barat juga telah menjadi penyakit kronis. Namun, terkesan tidak ada upaya pencegahan dilakukan Pemerintah, sementara banjir telah menjadi kopi pagi bagi masyarakat. “Sebenarnya hanya dengan diperlebar atau diluruskan saja koridor sungai itu, tentu keadaan

banjir dapat terminimalisirkan,” ujarnya.
Selain pembangunan sektor infrastruktur, lini pendidikan juga memiliki permasalahan tersendiri, sebab, wilayah Kecamatan Woyla Barat dan Woyla Timur mengalami kekurangan tenaga didik (Guru, red). Diharapkan, pemerintah dapat memperhatikan pembangunan pada sektor pendidikan, sebab generasi muda daerah

ini, merupakan harapan bangsa, ucapnya.
Sebenarnya, dengan Visi dan Misi pemimpin Aceh Barat sangat jelas memulai pembangunan dari Desa ke Kota. Tapi faktanya berkata lain. Banyak perbukiman memiliki infrastruktur memprihatinkan.

Contoh terlihat pada masyarakat Kecamatan Woyla Timur dan Woyla Induk. “Bagi masyarakat setempat, merasa belum merasakan kemerdekaan ini, layaknya sebuah permukiman lain di Aceh,” keluh Sabki. (den)


http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=18338&tit=Berita%20Utama%20-%20Pembangunan%20Aceh%20Barat%20Lamban