Kamis, 17 Desember 2009

Pimpinan Dewan Tolak Teken Kontrak Politik

17 December 2009, 15:04
* TAF Haikal: Kita Tunggu APBA Berpihak Rakyat
Utama
BANDA ACEH - Pelantikan Pimpinan DPRA 2009-2014 di Gedung DPR Aceh, di Banda Aceh, Rabu (16/12) diwarnai aksi demo puluhan mahasiswa Unsyiah dan IAIN Ar-Raniry yang menamakan diri Gerakan Mahasiswa Penyelamat Uang Rakyat (Gempur). Aksi demo tersebut juga ditandai dengan penyerahan dokumen kontrak politik yang sudah disiapkan mahasiswa namun tak bersedia diteken oleh Pimpinan DPRA. Mahasiswa berada di luar Gedung DPRA sekitar pukul 10.00 WIB dengan pengawalan ketat aparat kepolisian dan Satpol PP. Mereka tidak diizinkan masuk ke halaman DPRA, namun diizinkan berorasi di luar pagar gedung.

Demonstran membawa poster dengan aneka macam tulisan, di antaranya; “jangan langgar hukum dan mau dikemanakan UU Nomor 27 Tahun 2009.” Ada pula poster lain bertuliskan; “kasus besi rangka baja harus diusut tuntas.” Para pendemo menyatakan, terlepas baik buruknya proses pemilihan, dewan gagal menjalankan tugas dengan baik. “Ini akibat ego golongan yang telah menjebak mereka. Tiga bulan pascapelantikan hanya dihabiskan untuk membahas tatib penentuan pimpinan dewan,” teriak Koordinator Aksi, Wira Winardi.

Menurut Wira, dalam membahas penentuan empat pimpinan dewan, diajukan dua orang dari partai yang sama (PA). Karena kontroversi antara UUPA dan UU Nomor 27 Tahun 2009, Mendagri tidak bisa mensahkan langsung keempat pimpinan yang diajukan itu. Padahal operasional pembahasan tatib itu menggunakan uang rakyat. “Uang rakyat dimakan,” tegas Wira.

Teatrikal
Saat aksi berlangsung, Ketua DPRA Hasbi Abdullah, Wakil Ketua Sulaiman Abda, dan beberapa anggota menjumpai massa. Saat itu, empat mahasiswa yang memakai topeng, seorang di antaranya berperan sebagai Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, sedangkan tiga lainnya sebagai Pimpinan DPRA. Dalam teatrikal itu, mahasiswa yang berperan sebagai gubernur memegang seutas tali yang diikatkan pada tiga Pimpinan DPRA lalu menarik-narik tali tersebut. Aksi ini sebagai penggambaran bahwa legislatif tidak mempunyai komitmen, sehingga bisa diatur sesuka hati gubernur.

Tolak teken
Selanjutnya, Presiden Mahasiswa Unsyiah, Mujiburrahman meminta DPRA menandatangani lima kontrak politik mahasiswa dengan DPRA. Sebelum diteken, ia membacakan kelima poin kontrak politik tersebut. Kelima poin tersebut masing-masing, DPRA harus menjalankan prosedur hukum sesuai aturan yang mengatur tentang susunan dan kedudukan dewan, DPRA didesak segera menuntaskan pembentukan perangkat dewan paling telat seminggu setelah pelantikan, DPRA harus menuntaskan penyusunan RAPBA 2010 paling telat 31 Desember 2009. DPRA didesak mengawasi kinerja eksekutif melalui rapat kerja dengan mitra sejajar, rapat dengar pendapat, dan rapat dengar pendapat umum secara berkala.

Pada poin terakhir, mahasiswa mendesak DPRA bertindak nyata memberantas korupsi. Karena berdasarkan data, 21 kasus di Aceh tidak tersentuh hukum, yang paling besar kasus penjualan delapan set besi jembatan diduga melibatkan orang nomor satu di Aceh. Ketua DPRA, Hasbi Abdullah diminta menandatangani kontrak politik. Suasana pun sempat tegang ketika anggota DPRA, Abdullah Saleh merebut mike dari demonstran. “Kalian jangan memaksakan kehendak. Kalian jangan ‘membonceng’ kepentingan pihak tertentu,” teriak Abdullah Saleh berapi-api.

Mahasiswa tersinggung dengan pernyataan Abdullah Saleh. “Kami memang ditunggangi oleh kepentingan rakyat karena wakil rakyat takut menjalankan amanah rakyat. Jangan menuding kami dengan gaya intimidasi,” balas Faisal, seorang orator aksi. Saat itu, Pimpinan DPRA meninggalkan pendemo. Suasana di DPRA masih cukup ramai. Kemudian, lima perwakilan mahasiswa diizinkan masuk untuk berdiskusi di salah satu ruangan di ruang panitia anggaran DPRA.

Dalam diskusi sekitar satu jam itu, Hasbi Abdullah tetap tidak mau menandatangani kontrak politik yang disampaikan mahasiswa. Ia berjanji menampung aspirasi mahasiswa. Hal itu diperkuat oleh anggota DPRA, Adnan Beuransyah. Adnan meminta Ketua DPRA tidak meneken kontrak politik karena menurutnya DPRA memang berkomitmen untuk melakukan lebih baik dari apa yang diminta mahasiswa. “Tak perlu diseret seperti itu,” kata Adnan.

Perdebatan politik mahasiswa dengan anggota dan Pimpinan DPRA berlangsung alot. Dua dari lima perwakilan mahasiswa meninggalkan ruangan dan mengancam akan melakukan aksi serupa dengan jumlah massa lebih banyak. “Ketua DPRA seperti boneka. Beliau tidak ada argumen. Beliau bisa diatur-atur oleh anggotanya. Kami akan melakukan aksi serupa ke DPRA,” tegas Presiden Mahasiswa Unsyiah. Pada pukul 12.15 WIB, aksi berakhir ketika semua mahasiswa meninggalkan Gedung DPRA.

APBA berpihak rakyat
Secara terpisah, seorang aktivis LSM yang juga pengamat sosial, TAF Haikal mengatakan, ada tiga agenda prioritas DPRA pascapelantikan pimpinan yang berlangsung Rabu (16/12). Prioritas pertama, menurut Haikal--setelah terbentuk alat kelengkapan Dewan--adalah membahas dan mensahkan APBA 2010. “Kita menunggu APBA yang berpihak publik berdasarkan skala prioritas,” tulis Haikal dalam siaran pers-nya. Prioritas kedua yang tak kalah penting, menurut Haikal adalah evaluasi anggaran 2009 yang akan segera berakhir. Sedangkan yang ketiga melakukan pembahasan kebijakan-kebijakan atau qanun yang

sudah masuk dalam prolega, termasuk memaksimalkan UUPA dalam kerangka mendorong percepatan pembangunan Aceh seperti Freeport Sabang. “Kalau ketiga prioritas ini bisa terlaksana, ini otomatis Dewan sudah menjalankan tiga fungsi,” demikian TAF Haikal yang juga dikenal sebagai Jubir Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS). (sal/swa/nas)

http://www.serambinews.com/news/view/20039/pimpinan-dewan-tolak-teken-kontrak-politik