Kamis, 26 November 2009

Transportasi darat Banda Aceh-Calang masih terganggu

Thursday, 26 November 2009 13:29 Warta - Aceh
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Belum selesainya pembangunan jalan dan jembatan di lintasan Banda Aceh-Calang yang didanai USAID mengakibatkan arus transportasi darat dari ibukota Provinsi Aceh ke delapan kabupaten/kota di pesisir pantai barat selatan masih terganggu.

“Masyarakat berharap komitmen semua pihak yang terkait dengan pembangunan jalan dan jembatan di lintasan Banda Aceh-Calang untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga pembangunan di pantai barat selatan dapat berjalan seperti yang diharapkan,” kata juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal, di Banda Aceh, siang ini.

Selain harus menggunakan rakit penyeberangan untuk melintasi sungai lambeso, pada musin hujan pengguna Jalan Banda Aceh-Calang juga harus melewati tiga titik banjir akibat luapan sungai di kawasan Lhok Kruet, Sampoiniet dan Lamno.

Pemerintah didesak untuk segera melakukan koordinasi terkait penyelesaian jalan utama yang menghubungkan ibukota provinsi dengan delapan kabupaten/kota di wilayah pesisir pantai barat selatan Aceh itu. Sudah hampir lima tahun bencana gempa dan tsunami berlalu, tapi pembangunan jalan sepanjang 150 km dan beberapa unit jembatan belum juga diselesaikan.

"Pemerintah harus bersikap tegas terhadap persoalan yang timbul pada proyek jalan dan jembatan di lintasan Banda Aceh-Calang itu, jika dibiarkan berlarut akan berdampak tidak baik terhadap proses pembangunan di daerah pantai barat selatan," katanya.

KPBS juga meminta pemerintah Aceh dan USAID selaku penyandang untuk melanjutkan pembangunan jalan pada section IV termasuk pembangunan jembatan Lambeso.

Menurutnya, jembatan Lambeso di kawasan Lamno sangat mendesak untuk diselesaikan pembangunannya agar arus transportasi menjadi lancar sehingga pasokan kebutuhan pokok untuk wilayah pantai barat selatan tidak terkendala.

Selama ini untuk melintasi sungai Lambeso, armada angkutan barang harus mengarungi sungai atau melewati jembatan belly yang dibangun pada masa tanggap darurat, sementara kendaraan angkutan penumpang dan sepeda motor terpaksa antri untuk menggunakan rakit penyeberangan.
(dat06/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=69374:transportasi-darat-banda-aceh-calang-masih-terganggu&catid=13:aceh&Itemid=26

Kamis, 19 November 2009

MDF Setuju Membangun Jalan Teunom-Meulaboh


Harian Serambi Indonesia, 17 November 2009
JAKARTA - Negara-negara donor yang tergabung dalam Multidonor Fund (MDF) dan Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) menyetujui untuk membiayai pembangunan ruas jalan nasional Teunom-Meulaboh sepanjang 50 kilometer (km) dan pembangunan jembatan Kuala Bubon dengan dana Rp 330 miliar.

Persetujuan negara-negara donor bersama Bappenas itu dicapai dalam pertemuan steering committee (SC) yang dihadiri Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, 15 negara donor, Duta Besar Uni Eropa, Kepala Perwakilan Bank Dunia, Deputi Otonomi dan Regional Bappenas Max Pohan, serta Deputi Pendanaan Bappenas Dr Lukita di Jakarta, Senin (16/11).

Selain mengusulkan pembangunan jalan Teunom-Meulaboh dan jembatan Kuala Bubon, Gubernur Irwandi dalam pertemuan itu juga menyampaikan tiga program lainnya. Yakni, community based settlement rehabilitation and recontruction project (Rekompak), capacity building, program penguatan pengelolaan keuangan publik yang meliputi perencanaan dan penganggaran, sistem pengadaan barang dan jasa, monitoring dan evaluasi (monev), serta pengelolaan aset.

“Diharapkan dengan selesainya pembangunan jalan yang menghubungkan Banda Aceh dengan Meulaboh akan menjadikan kawasan itu sebagai urat nadi peningkatan pertumbuhan ekonomi,” ujar Gubernur Irwandi Yusuf. Dalam kesempatan itu, gubernur menjelaskan rinci berbagai kebutuhan pembangunan infrastruktur dan kendala-kendala yang dihadapi Aceh saat ini. “Persoalan infrastruktur adalah yang utama menjadi perhatian kita,” kata Irwandi. Kepala Badan Kesinambungan Rehabilitasi-Rekonstruksi Aceh (BKRA), Ir Iskandar MSc menjelaskan, melalui supervisi Bappenas, Pemerintah Aceh sudah menyiapkan draf rencana aksi kesinambungan rekonstruksi dan percepatan pembangunan Aceh 2010 sampai 2012. “Salah satu yang paling penting adalah penuntasan rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap pembangunan jalan nasional, provinsi, dan kabupaten,” ujar mantan pegawai Bappeda Aceh ini.

Iskandar menambahkan, sesuai Peraturan Presiden (PP) Nomor 47/2007 tentang Revisi Masterplan, berarti masih terdapat 121 km lagi ruas jalan nasional yang dibangun di pantai barat serta ratusan kilometer jalan provinsi dan jalan kabupaten. “Karena itu kita minta agar seluruh pembangunan ruas jalan itu dialokasikan dalam APBN 2010,” tambah Iskandar.

Gubernur Irwandi juga mengharapkan hal yang sama. Menurutnya, pemerintah pusat harus bertanggung jawab terhadap seluruh rencana yang belum selesai tersebut. “Kita desak draf final rencana aksi tersebut melalui Bappenas segera dapat disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk dibahas dengan badan anggaran DPR RI,” ujar Irwandi yang dalam waktu dekat terbang ke Tanah Suci, Mekkah, menunaikan rukun Islam kelima bersama istrinya, Darwati A Gani.

Dipertanyakan
Sementara itu, menjelang berakhirnya Sidang Paripurna Penetapan Empat Orang Pimpinan DPRA, Senin (16/11) kemarin, empat anggota DPRA berturut-turut melakukan interupsi kepada pimpinan sidang, Hasbi Abdullah. Mereka mendesak agar pembangunan jalan di lintas barat Aceh yang rusak akibat tsunami itu segera dilanjutkan.

“Supaya ruas jalan Banda Aceh-Meulaboh tidak dijadikan komoditas politik, maka Pemerintah Aceh dan Pimpinan DPRA perlu membentuk pansus dan mempertanyakan kembali komitmen USAID untuk melanjutkan pekerjaan Section IV jalan Banda Aceh-Meulaboh yang pekerjaannya telah ditinggalkan 18 bulan lebih,” ujar anggota DPRA dari Partai Demokrat, Iskadar Daud.

Dalam ruang sidang itu, Iskandar mengatakan hampir tiap hari berita soal jalan Meulaboh-Banda Aceh diributkan warga pantai barat-selatan Aceh, karena sudah lima tahun tsunami berlalu, tapi pembangunan kembali ruas jalan itu belum juga tuntas. Ruas jalan tersebut, menurut Iskandar Daud, terkesan sudah menjadi komoditas politik bagi para elite maupun pihak lainnya di Aceh. Supaya ia tidak terus menjadi komoditas politik, maka kelanjutan pembangunan kembali ruas jalan Banda Aceh-Meulaboh itu, termasuk ruas jalan Section IV yang telah ditinggalkan 18 bulan lebih, ada baiknya usulan pembentukan Pansus Jalan Banda Aceh-Meulaboh ditindaklanjuti segera.

Sebab, lanjut Iskandar, akibat USAID belum melanjutkan pekerjaan ruas jalan pada Section IV, sepanjang 13 km pembukaan rute baru bersama pelebaran badan jalan, telah membuat masyarakat pantai barat-selatan Aceh susah. Pada musim hujan mereka mandi lumpur, pada musim kemarau mandi debu. Pihak USAID yang ditanya, kata Iskandar, selalu menjawab akan melanjutkannya, tapi setelah ditinggalkan kontraktornya (PT Wika) selama 18 bulan--akibat perintah penghentian sementara oleh USAID selaku penyandang dana--sampai kini belum ada tanda-tanda ruas jalan itu dikerjakan kembali.

Untuk itu, kata Iskandar, Pemerintah Aceh bersama DPRA perlu mempertanyakan kepada USAID tentang komitmennya melanjutkan kembali pembangunan jalan itu. Saran hampir serupa juga dilontarkan Djuriat Suparjo, anggota DPRA dari Partai Golkar, Abdullah Saleh dari Partai Aceh, dan Jamaluddin T Muku dari Partai Demokrat.

Menanggapi interupsi keempat anggota DPRA itu, Pimpinan Sidang, Hasbi Abdullah, menyatakan pembentukan Pansus Kelanjutan Jalan Banda Aceh-Meulaboh akan dibentuk setelah pimpinan definitif DPRA periode 2009-2010 dilantik. Wakil Gubernur Muhammad Nazar yang hadir dalam sidang paripurna itu kepada pers menyatakan untuk biaya pembangunan kembali ruas jalan Calang-Banda Aceh via pantai, akan diusulkan melalui sumber sisa dana multidonors fund (MDF) rehab dan rekon di Aceh senilai 45 juta dolar AS. Untuk melanjutkan ruas jalan itu diperkirakan butuh biaya Rp 220 miliar. Sedangkan untuk kelanjutan ruas jalan Section IV di Lanmo, akan dimasukkan ke dalam proyek penuntasan rehab dan rekon pascatsunami.

Patut didukung
Pernyataan Wagub Muhammad Nazar yang akan memperjuangkan pembangunan ruas jalan Calang-Meulaboh ditanggapi oleh Juru Bicara (Jubir) Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal. “Komitmen Pemerintah Aceh patut didukung, termasuk oleh DPRA,” tulis Haikal dalam siaran persnya yang diterima Serambi, Senin petang.

Haikal berharap, siapa pun nantinya yang akan membantu pendanaan ruas jalan tersebut, yang penting jangan sampai terulang seperti penglaman USAID membangun ruas jalan Banda Aceh-Calang. Seperti diketahui, banyak sekali persoalan di lapangan sehingga berbuntut pada berlarut-larutnya penyelesaian ruas jalan tersebut. Bahkan, hingga saat ini, pekerjaan jembatan Lambeuso yang masuk Section IV ruas jalan Banda Aceh-Calang masih saja terbengkalai. “USAID belum juga ada pernyataan tegas apakah akan melanjutkan atau tidak pekerjaan di Section IV tersebut. Pemerintah Aceh seharusnya bisa secepatnya meminta jawaban USAID, sehingga bisa ditentukan langkah selanjutnya untuk kelanjutan proyek itu,” kata Haikal.

Agar pengalaman USAID tidak terulang, menurut Haikal, Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota selaku ujung tombak keberhasilan pembangunan di Aceh diharapkan benar-benar sinergis. Berbagai potensi munculnya masalah harus secepatnya dituntaskan. “Jangan biarkan masalah kecil meruyak yang akhirnya sulit diatasi. Saya pikir tak ada yang sulit dengan masyarakat, sejauh cara pendekatannya menggunakan bahasa rakyat,” demikian Haikal. (fik/her/nas)


http://www.serambinews.com/news/mdf-setuju-membangun-jalan-teunom-meulaboh

Dipertanyakan, Komitmen USAID Selesaikan Jalan Banda Aceh-Calang

Banda Aceh, (Analisa)

Sejumlah pihak mempertanyakan komitmen dari USAID untuk melanjutkan kembali hingga selesai pembangunan ruas Jalan Banda Aceh-Calang yang sudah lama ditinggalkan,

terutama pada section IV termasuk pembangunan jembatan Lambusoe.

Penyelesaian tersebut sudah sangat mendesak, karena dengan selesainya pekerjaan jembatan Lambusoe itu, arus transportasi Meulaboh-Banda Aceh sudah bisa lancar kembali, sehingga pelaksanaan pembangunan untuk wilayah pantai barat selatan Aceh sudah tidak terkendala. Apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan transportasi menuju ke barat selatan Aceh akan terus bermasalah.

Jembatan Lambusoe di Aceh Jaya seharusnya telah selesai dikerjakan PT Wijaya Karya, jika pada Februari 2008 pihak USAID selaku penyandang dana, tidak menghentikannya. Akibat penghentian, sampai saat ini jembatan itu belum ada tanda-tanda dilanjutkan/diselesaikan.

Padahal janji USAID saat itu, setelah dua bulan penghentian, pekerjaan jembatan akan dilanjutkan. Tapi, sekarang ini belum ada tanda-tanda dikerjakan kembali.

Informasi terakhir yang diterima dari mantan Deputi Infrastruktur BRR Aceh-Nias, Bastian Sihombing menyatakan, pekerjaan jembatan Lambusoe akan dilanjutkan kembali dan ditender ulang. Hal sama juga pernah dilontarkan Roy Ventura, pengawas lapangan pekerjaan jalan Calang-Banda Aceh dari USAID. Tapi hingga kini, hanya janji belaka.

Terus Menunggu

Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh, Ir Muhyan Yunan menyatakan, hingga kini Pemerintah Aceh masih terus menunggu komitmen dari USAID untuk melanjutkan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang.

"Beberapa waktu lalu kita dengar ada komitmen dari USAID untuk melanjutkan. Ini sudah sangat mendesak dan harus segera ditangani untuk mengatasi hambatan transportasi barat selatan Aceh," ujar Muhyan Yunan kepada wartawan, Selasa (17/11).

Dia sudah mengkonfirmasi USAID, dan berjanji segera ditangani. Namun demikian, jika hanya sekadar janji-janji saja, tentu Pemerintah Aceh punya batas kesabaran.

"Kalau sampai Desember 2009, juga belum ditangani tentu akan kita ambil alih. Kita akan siapkan dana baik dari APBN maupun APBA. Kasihan masyarakat kalau begini terus," kata Muhyan.

Sebelumnya, Konsul Jenderal (Konjen) Amerika Serikat di Medan, Stanley Harsha, saat berkunjung ke Banda Aceh, menyatakan, Amerika Serikat (AS) sebagai negara penyandang dana pembangunan jalan lintas Calang-Banda Aceh melalui USAID memastikan komit untuk membiayai pembangunan jalan tersebut hingga selesai.

"Jalan USAID masih dikerjakan, kami masih meneruskan dialog dengan pemilik tanah dan mencari pemecahan mengenai segala masalah yang kami temui di lapangan. Saya kemari mewakili Amerika Serikat untuk banyak masalah, termasuk penyelesaian jalan lintas Calang-Banda Aceh. Target memang sudah lewat, tapi kami tetap komit menyelesaikannya," tegas Stanley.

Mendesak

Sementara itu, anggota DPR Aceh juga mendesak agar pembangunan jalan lintas barat Aceh yang rusak akibat tsunami itu segera dilanjutkan. "Supaya ruas jalan Banda Aceh-Calang tidak dijadikan komoditas politik, maka Pemerintah Aceh dan pimpinan DPRA perlu membentuk pansus dan mempertanyakan kembali komitmen USAID untuk melanjutkan pekerjaan Section IV jalan Banda Aceh-Calang yang pekerjaannya telah lama ditinggalkan," ujar anggota DPRA dari Partai Demokrat, Iskandar Daoed.

Menurut Iskandar, akibat USAID belum melanjutkan pekerjaan ruas jalan pada Section IV, sepanjang 13 km pembukaan rute baru bersama pelebaran badan jalan, telah membuat masyarakat pantai barat-selatan Aceh susah. Pada musim hujan mereka mandi lumpur, pada musim kemarau mandi debu.

Untuk itu, kata Iskandar, Pemerintah Aceh bersama DPRA perlu mempertanyakan kepada USAID tentang komitmennya melanjutkan kembali pembangunan jalan itu.

Ketua DPRA, Hasbi Abdullah menyatakan, Pansus Kelanjutan Jalan Banda Aceh-Calang akan dibentuk setelah pimpinan definitif DPRA periode 2009-2010 dilantik.

Juru Bicara (Jubir) Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal berharap, siapa pun nantinya yang akan membantu pendanaan ruas jalan tersebut, yang penting jangan sampai terulang seperti pengalaman USAID membangun ruas jalan Banda Aceh-Calang.

Agar pengalaman USAID tidak terulang, menurut Haikal, Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota selaku ujung tombak keberhasilan pembangunan di Aceh diharapkan benar-benar sinergis. Berbagai potensi munculnya masalah harus secepatnya dituntaskan. "Jangan biarkan masalah kecil berkembang yang akhirnya sulit diatasi. Tak ada yang sulit dengan masyarakat, sejauh cara pendekatannya menggunakan bahasa rakyat," katanya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=35157:dipertanyakan-komitmen-usaid-selesaikan-jalan-banda-aceh-calang-&catid=479:18-november-2009&Itemid=222

Jumat, 13 November 2009

Banjir genangi badan jalan Banda Aceh-Calang


Friday, 13 November 2009 18:16
WASPADA ONLINE

ACEH JAYA - Hujan deras yang terjadi selama tiga hari terakhir di pantai barat selatan Aceh mengakibatkan sungai Lhok Kruet kecamatan Sampoinet meluap dan menggenangi badan jalan negara Banda Aceh-Calang, kabupaten Aceh Jaya setinggi 30-50 cm.

Genangan air akibat luapan sungai di desa Lhok Kruet sepanjang 50 meter lebih itu mengakibatkan terganggunya arus lalu lintas baik dari Banda Aceh menuju Calang ataupun sebaliknya. Genangan banjir di ruas jalan tersebut juga mengakibatkan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang yang di danai USAID terganggu.

"Setiap hujan deras, sungai Lhok Kruet selalu meluap, akibatnya mobil dan sepada motor mogok karena memaksakan diri menerobos genangan air," kata seorang warga desa Lhok Kruet, Amirruddin (27), tadi sore.

Diharapkan, pihak terkait segera melakukan penanganan agar arus transportasi dari Banda Aceh dan Calang tidak terganggu meskipun pada musim penghujan. Hujan deras di wilayah pantai barat selatan itu juga mengakibatkan badan jalan Banda Aceh-Calang yang pembangunannya masih dalam tahapan pengerasan menjadi licin dan berlumpur.

"Banyak sekali pengendara sepeda motor yang terjatuh akibat jalan licin dan terjebak lumpur," katanya.

Sementara, juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal dan aktivis Badan Koordinator Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Aceh, Devi Satria Saputra, meminta Pemerintah Aceh untuk menanggulangi banjir yang terjadi di ruas jalan utama dari ibu kota provinsi menuju ke delapan kabupaten/kota di pesisir pantai barat selatan Aceh itu.

"Yang kami khawatirkan apabila banjir dan jalan yang belum selesai dibangun itu dibiarkan berlarut akan mengakibat pasokan kebutuhan bahan pokok untuk daerah pantai barat selatan terganggu," kata Haikal.

Selain menyarakan pengguna jalan untuk berhati-hati saat melintas di jalan yang sedang dibangun USAID itu, diminta pemerintah Aceh mengambil sikap tegas terhadap pembangunan jembatan Lamno yang hingga saat ini belum dikerjakan.

"Jembatan Lamno merupakan salah satu sarana penghubung antara Banda Aceh-Calang, karena jembatan belum dibangun warga terpaksa menggunakan rakit untuk menyeberang sungai Lam Beso," katanya.
(dat06/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=66227&Itemid=

Warga Rawan Banjir Tagih Janji Gubernur Aceh

Ragam 13-11-2009

MedanBisnis – Banda Aceh
Masyarakat di sejumlah desa di Kecamatan Trumon dan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan, menagih janji Gubernur Propinsi Aceh Irwandi Yusuf, terkait rencana pembangunan kanal untuk mengatasi banjir tahunan yang kerap menerjang wilayah tersebut.
“Saya minta Gubernur Irwandi Yusuf segera merealisasikan janji yang pernah diucapkan kepada masyarakat saat dia (gubernur) berkunjung ke wilayah itu beberapa waktu lalu,” kata juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) TAF Haikal di Banda Aceh, Kamis.
Ia menilai, pembangunan kanal di kawasan tersebut sudah mendesak, sehingga masyarakat tidak lagi menjadi langanan banjir yang setiap musim hujan dan tahun menerjang pemukiman penduduk di wilayah itu.
Berdasarkan informasi warga, kata dia, rencana pembangunan kanal sebagai salah satu upaya mengatasi banjir tahunan itu diucapkan sendiri Gubernur Irwandi Yusuf ketika bertamah-ramah dengan tokoh masyarakat di salah satu masjid di Trumon pada Hari Raya Idul adha 1429 Hijriyah (2008).
“Saya menilai rencana pembangunan kanal tersebut merupakan gagasan yang cerdik dan spektakuler, sebab jika teralisasi maka gubernur telah ikut peduli terhadap masyarakat yang selama ini cukup menderita akibat bencana alam,” kata dia menyebutkan.
Tokoh pemuda Trumon Teuku Masrizal menyatakan bahwa ribuan warga di dua kecamatan itu sudah lama menjadi korban banjir tahunan akibat luapan sungai di kawasan tersebut.
“Seharusnya kekhawatiran akan banjir luapan sungai pada setiap musim hujan itu tidak perlu terjadi jika pemerintah membangun kanal antara kecamatan Trumon dengan Trumon Timur,” katanya.
Panjang kanal yang direncanakan dibangun untuk mencegah banjir luapan sungai (Krueng) Singkil itu sekitar delapan kilometer, dengan rencana anggaran mencapai sekitar Rp 40 miliar.
“Hingga saat ini, masyarakat masih diselimuti rasa khawatir terutama saat memasuki musim penghujan.
Ribuan kepala keluarga (KK) dari puluhan desa di Trumon Timur dan Trumon itu akan kehilangan mata pencarian sebagai petani, setiap datangnya banjir tahunan.
Mata pencaharian masyarakat di dua kecamatan tersebut adalah petani palawija dan perkebunan kelapa sawit.
“Artinya, setiap musim penghujan maka masyarakat tidak bisa bekerja karena lahan pertaniannya terendam air, selain ternak peliharaan yang menjadi korban dari bencana alam tahunan tersebut,” kata Teuku Masrizal. (ant)


http://www.medanbisnisonline.com/2009/11/13/warga-rawan-banjir-tagih-janji-gubernur-aceh/

Jumat, 06 November 2009

Elemen Sipil Desak Presiden SBY

Selasa, 3 November 2009 | 10:46
Lengserkan Kapolri dan Jaksa Agung
BandaAceh-Terkait proses hukum terhadap pimpinan KPK Nonaktif, Bibit SamadRianto dan Chandra M Hamzah, elemen sipil masyarakat di Aceh mendesakPresiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar mencopot Kapolri dan Jaksa Agung. Pasalnya, elemen sipil masyarakat di Aceh melihat Kapolri danKejagung tidak memiliki komitmen yang sama dengan SBY dalampemberantasan korupsi.

“Kami melihat komitmen kedua petinggi penegak hukum itu, belum nampak.Dan anggapan kami, dengan dicopotnya kedua orang itu, diharapkan kasusini mampu diselesaikan secara cepat, adil, dan professional, tanpa adatekanan atau konflik kepentingan,” tukas TAF Haikal yang diamini elemensipil masyarakat Aceh lainnya, kepada wartawan, ketika mengadakankonferensi pers di Forum LSM, Lambhuk, Banda Aceh, Senin (2/11) sore.

TAF Haikal mengatakan, elemen sipil masyarakat Aceh bukan ‘latah’ atauikut-ikutan, hanya saja pihaknya menilai langkah yang diambil Kapolriyang menahan kedua pimpinan KPK Nonaktif, bisa berdampak pada ikutmelemahnya penanganan kasus korupsi di daerah.
Masih TAF haikal. Selain mendesak pencopotan dua petinggi aparatpenegak hukum tersebut, pihaknya juga meminta agar SBY segera mengambillangkah penyelesaian secara komprehensif. Apalagi, kasus kriminalisirKPK dinilai menjadi barometer masyarakat dalam mengukur komitmenpolitik SBY dalam memberantas korupsi.

Lalu, pihaknya mendesak mahkamah Konstitusi untuk segera menggelarsidang terkait penyelesaian hukum kasus tersebut. harapan elemen sipilmasyarakat ini, agar MK mampu menyelesaikan kasus ini secara adil,terbuka, dan professional. Sehingga uji materil Pasal 32 Ayat (1) Hurufc undang-undang No.30/2002 tentang KPK dapat memberikan titik terangterkait polemic kewenangan.

Kemudian, lanjut TAF Haikal, meminta pimpinan KPK saat ini, untuk tetapmenjalankan proses pemberantasan korupsi secara masif. Jangan sampaikasus ini, melemahkan semangat untuk mengusut tuntas kasus-kasus yangsudah masuk di KPK.

Sementara itu, Akhiruddin Mahjuddin, Ketua Koordinator GeRAK Acehmenambahkan, dikriminalisirnya lembaga KPK berdampak pada melemahnyaaksi pemberantasan korupsi di negara ini. Hal itu, ujar Akhiruddin,bisa terkontaminasinya aksi pemberantasan di daerah dan membuat aktifisanti korupsi ikutan melemah.

Serta masyarakat yang ingin melaporkan adanya dugaan korupsi, menjaditidak berani lagi, dikarenakan ketakutan bakal dikriminalisir sepertipetinggi KPK.
Senada itu, Mawardi Ismail, Pakar Hukum Universitas Syiah Kuala(Unsyiah) mengungkapkan, rencana SBY membentuk tim independent agarbenar-benar memilih tim yang independent.

Dan beberapa saat kemudian, Mawardi menuturkan, tim independent telahdibentuk oleh SBY dan pihaknya bersyukur atas pilihan orang-orang yangduduk di tim tersebut yang dinilai memang independent.

Dalam pandangannya, ujar Mawardi, ada upaya pengalihan isu dalam prosespemberantasan korupsi. Ia pun berharap, hal seperti itu tidak terjadidi Aceh, apalagi ada beberapa kasus korupsi yang dianggap kasus besaryang masih alot penanganannya.

Adapun elemen sipil masyarakat ini, meliputi Ahmad Humam Hamid (PakarSosiolog Unsyiah), Mawardi Ismail (Pakar Hukum dan Politik Unsyiah),Saifuddin bantasyam (Akademisi Fakultas Hukum Unsyiah), Tgk. H FaisalAli (Ulama Dayah), Akhiruddin Mahjuddin (Ketua Koordinator GeRAK Aceh),J Halim Bangun (Forum LSM Aceh), Azhari (Budayawan Komunitas TikarPandan), Zulfikar Sawang (Praktisi Hukum), Hendra Fahdli (KontrasAceh), TAF Haikal (Tokoh Masyarakat), Mustikal (LBH Banda Aceh), IlhamSinambela (TI-Indonesia, Local Unit Aceh), M.Nur (Walhi Aceh), Alfian(MaTA), dan Evi Narti Zain (Koalisi NGO HAM). (ian)( rakyataceh online )


http://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=ragam&id=147

Selasa, 03 November 2009

Presiden Bentuk TPF Kasus Bibit-Chandra

* Aktivis Aceh Turut Kenakan Pita Hitam
3 November 2009, 08:52 Utama Administrator
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Senin (2/11) kemarin, resmi membentuk tim pencari fakta (TPF) yang beranggotakan delapan orang. Tim ini akan meneliti kasus yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang kini ditahan Mabes Polri. Menko Polhukan Djoko Suyanto yang ikut mendampingi Presiden SBY saat pembentukan TPF tersebut, kepada wartawan menjelaskan bahwa tim ini diberi nama Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum. “Pembentukan tim ini tidak menghentikan proses hukum yang sedang dilakukan Polri,” katanya.

Dijelaskannya, tugas utama tim ini adalah melakukan verifikasi atas proses hukum kasus pidana yang polisi sangkakan terhadap Bibit dan Chandra. Termasuk juga klarifikasi atas temuan fakta dan hal-hal yang selama ini menjadi sumber kecurigaan masyarakat. “Tim bekerja mencari fakta tapi tidak menilai salah atau tidak. Itu prosesnya nanti di pengadilan,” jelas Djoko.

Hasil kerja ‘Tim Delapan’ nantinya akan dilaporkan ke Presiden SBY sebagai rekomendasi solusi atas kemelut hukum yang terjadi. Menko Polhukam menegaskan Presiden SBY tidak memberikan ‘titipan’ apa pun mengenai teknis berkerja tim tersebut. “Arahan presiden agar prosesnya berjalan sesuai UU, akuntabel dan transparan. Kita semua ingin prosesnya cepat selesai,” pungkasnya.

TPF yang akan menyelidiki kasus dugaan rekayasa yang menyebabkan Bibit-Chandra jadi tersangka itu diketuai oleh Adnan Buyung Nasution, Wakil Ketua Koesparmono Irsan dan Sekretaris Denny Indrayana. Sedangkan anggotanya masing-masing Anies Baswedan, Todung Mulya Lubis, Amir Syamsudin, Hikmahanto Juwana, dan Komaruddin Hidayat.

Tim tersebut diberikan waktu selama dua minggu dan hasilnya dilaporkan langsung kepada Presiden SBY. “Kami diberi waktu dua minggu, nanti hasilnya akan dilaporkan ke SBY langsung,” kata Ketua TPF Adnan Buyung Nasution, yang turut mendampingi Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam jumpa pers di Wisma Negara, Jakarta, kemarin.

Menurut Adnan Buyung yang sebelumnya juga dipercayakan terlibat dalam pembentukan Perppu pimpinan KPK, mengatakan bahwa pihaknya akan terbuka terhadap masukan-masukan yang disampaikan masyarakat luas. “Kita akan berusaha berkomunikasi dengan kalian (wartawan) agar transparan, tapi nanti hasilnya harus kita berikan dulu kepada Presiden,” katanya.

Ditambahkan, TPF yang dipimpinnya itu, nantinya akan memantau sidang uji materi yang diajukan Bibit-Chandra di Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk menyimak rekaman dugaan upaya kriminalisasi terhadap kedua pimpinan KPK nonaktif itu. “Itu (mencari kebenaran soal rekaman) bagian dari tugas kami, kerja kami,” kata Adnan Buyung.

Tak intimidasi
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai baik nama-nama yang masuk dalam TPF kasus Bibit-Chandra tersebut. Namun ICW meminta Presiden SBY untuk memastikan bahwa Kapolri dan Jaksa Agung tidak mengintimidasi kerja TPF dengan cara menonaktifkan keduanya. “SBY harus pastikan agar Kapolri dan Jaksa Agung tidak mengintimidasi kerja tim ini,” ujar Koordinator ICW Danang Widoyoko, di Jakarta, Senin (2/11).

Danang berharap TPF memiliki kewenangan yang jelas, mempunyai hak untuk melakukan pemeriksaan, dan bisa memeriksa orang-orang yang terlibat serta dapat mengakses semua data yang ada di Kejagung dan Mabes Polri. “Hasil rekomendasi TPF ini, juga diharapkan dapat diakses oleh publik, sehingga publik tidak penasaran dengan kasus yang menjerat dua pimpinan KPK nonaktif itu,” pungkasnya.

Polri juga diminta untuk segera menangguhkan penahanan terhadap Bibit-Chandra menyusul dibentuknya TPF oleh Presiden SBY itu. “Dengan dibentuknya tim Independen yang tugasnya baru akan memverifikasi proses dan fakta-fakta hukum kasus Bibit dan Chandra, maka saat ini Polri harus arif dan legowo untuk sementara waktu menangguhkan penahanan Bibit dan Chandra,” kata Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefuddin.

Menurut Lukman, kebutuhan verifikasi atas kasus yang menimpa Bibit dan Chandra menandakan adanya masalah dalam proses penahanan 2 pimpinan nonaktif KPK tersebut. “Karena proses dan dasar hukum penahanan tersebut bermasalah, tentunya harus diverifikasi dulu, maka mutlak penahanan tersebut harus secepatnya ditangguhkan,” tegas politisi PPP ini.

Pita hitam
Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat Aceh yang terdiri dari ulama, akademisi, seniman, dan para aktivis, Senin (2/11) kemarin, dilaporkan turut menyampaikan keprihatinannya terhadap penahanan dua pimpinan KPK nonaktif itu, dengan mengenakan pita hitam sebagai tanda berkabung di lengan banjunya.

Dalam temu pers yang digelar di Kantor Sekretariat Forum LSM Aceh, Jalan T Iskandar kawasan Lambhuk, Ulee Kareng, Banda Aceh, terkait dengan dugaan rekayasa dan upaya kriminalisasi terhadap kedua pimpinan KPK nonaktif itu, mereka juga mendesak Presiden SBY untuk mencopot Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji dari jabatannya.

Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Ahmad Humam Hamid, Mawardi Ismail, Saifuddin Bantasyam, Tgk Faisal Ali, TAF Haikal, Zulfikar Sawang, Akhiruddin (GeRAK Aceh), Azhari (Komunitas Tikar Pandan), Hendra Fahdli (Kontras Aceh), Mustikal (LBH Banda Aceh), Ilham Sinambela (TI-Indonesia unit Aceh), M Nur (Walhi Aceh), dan Rafli Kandee (seniman).

Mereka juga menyambut baik pembentukan TPF yang akan menyelidiki kasus rekayasa dan upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK nonaktif itu. “Dengan pembentukan tim tersebut, kita mengharapkan kasus yang cukup mendapat perhatian publik itu dapat segera diselesaikan dengan sebaik-baiknya,” sebut mereka dalam pernyataannya.(dtc/ask/sup)


http://www.serambinews.com/news/presiden-bentuk-tpf-kasus-bibit-chandra

Senin, 02 November 2009

SBY Harus Copot Kapolri dan Jaksa Agung

Oleh: Salman Mardira - 02/11/2009 - 19:51 WIB

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Penahanan terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) non-aktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah terus menuai kecaman.

Masyarakat sipil Aceh mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencopot Kapolri Jendral Bambang Hendarso Danuri dan Jaksaan Agung Hendarman Supandi, karena dinilai tak professional.

“Kami mendesak SBY segera mencopot Kapolri dan Jaksa Agung dari jabatannya,” kata TAF Haikal, seorang tokoh muda Aceh, di kantor Forum LSM Aceh, Banda Aceh, Senin (2/11).

Kedua petinggi penegak hukum itu perlu diberhentikan, kata Haikal, mengingat kasus yang melibatkan bekas dua petinggi KPK perlu diselesaikan secara cepat, adil dan profesional.

Saifuddin Bantasyam, praktisi hukum dari Universitas Syiah Kuala, menduga, selama ini Kapolri dan Jaksa Agung ikut melemahkan KPK secara sistematis.

Ia meminta SBY dengan kekuasaannya segera menyelesaikan kasus ini secara substantif, bukan secara normatif seperti yang ditunjukkan sekarang.

Jika tidak, Saifuddin menghkawatirkan, bakal lahir perlawanan hebat dari rakyat seluruh Indonesia alias people power terhadap Pemerintah SBY, yang telah dipercaya memimpin kembali negeri ini.

“Komitmen SBY dalam memberantas korupsi juga akan diragukan oleh rakyat,” ujarnya.

Senada dengan Saifuddin, pengamat hukum Aceh lain, Mawardi Ismail, meminta SBY jangan mempertaruhkan harga diri bangsa demi melindungi segelintir orang yang ingin melemahkan KPK.

Ia juga mendesak aparat hukum segera mencari kebenaran atas barang bukti rekaman diduga rekayasa kasus Bibit-Hamzah, yang kini dikuasai KPK.

“Bukan hanya menilai sah tidaknya barang bukti itu,” kata Mawardi.

Masyarakat sipil Aceh yang terdiri dari unsur akademisi, ulama, budayawan, aktivis LSM, seniman dan unsur lainnya, juga mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) segera menyidang kasus cicak vs buaya ini secara adil, profesional dan terbuka.[ ]


http://www.acehkita.com/berita/sby-harus-copot-kapolri-dan-jaksa-agung/