Senin, 26 April 2010

Bupati Aceh Selatan Dinilai Abaikan Surat DPRK

Sat, Apr 24th 2010, 10:31
Terkait Penambangan Bijih Besi di Mengga
Aceh Selatan
BANDA ACEH - Deputi Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Insosdes, Irwandi M Pante, menilai Bupati Aceh Selatan, mengabaikan surat DPRK. Tudingan itu dilontarkan terkait tak ada tindak lanjut dan sikap tegas eksekutif terhadap penambangan bijih besi yang dikelola PT Pinang Sejati Utama (PSU) di Desa Simpang Dua, Menggamat, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan. Didampingi dua Anggota Komisi C DPRK Aceh Selatan, T Mudasir dan Deni, serta Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal, Irwandi menyorot lemahnya kinerja dan pengawasan Badan Eksekutif Kabupaten Aceh Selatan. “Hal ini merujuk pada surat yang dikirim DPRK kepada Bupati Aceh Selatan tanggal 1 April 2010, bernomor 170/189/2010, perihal tindak lanjut permasalahan PT PSU. Tapi, sejauh ini tidak ada tindakan apa-apa dari bupati, sehingga hak-hak rakyat terus terabaikan. Bahkan secara tidak langsung merugikan Pemda Aceh Selatan,” sebut Irwandi.

Ia menyarankan agar DPRK segera membentuk Panitia khusus (pansus) dalam menyikapi permasalahan itu serta eksekutif dan legislatif duduk bersama membicarakan permasalahan itu. “Jika sikap cuek dan pembiaran yang ditunjukkan oleh eksekutif akan berdampak buruk terus terhadap masyarakat,” ungkapnya. Sementara Anggota Komisi C DPRK Aceh Selatan T Mutasir, menambahkan surat yang dikirim ke bupati tanggal disepakati rekomendasi itu yakni 1 April 2010, setelah pihaknya melakukan kunjungan kerja ke Menggamat tanggal 30 Maret 2010. Selanjutnya pada 31 Maret 2010, sebut Mutasir, mereka menindaklanjutinya dengan menggelar rapat yang melibatkan dinas terkait. Di antaranya dilibatkan saat itu Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Kadis Perhubungan serta Kadis Keuangan Asisten II, Kepala Kantor Pedalda dan PT PSU.

“Dari rapat itu diperoleh tiga kesepakatan untuk ditindaklanjuti. Salah satunya pengoperasional PT PSU dihentikan sementara waktu menggingat dampak lingkungan yang terjadi dan ditinjau kembali kelayakan yang berkenaan dengan izin pengoperasional penambangan oleh PT PSU,” sebut Mutasir. Selanjutnya, sebut Mutasir, hasil kesepakatan itu diteruskan ke bupati dengan dikirimkan surat bernomor 170/189/2010, tanggal 1 April 2010, perihal tindak lanjut permasalahan PT PSU. Namun, kenyataannya lanjutnya hingga kini belum ada tindakan dan realisasi apa-apa. Bahkan upaya menyelesaikan persoalan bijih besi di Simpang Dua, Menggamat, itu ungkapnya, telah dicari solusi agar persoalan itu tercover, sebelum demo dari massa Aliansi Peduli Menggamat di Gedung DPR Aceh, pada Kamis 15 April 2010 lalu.

“Rekomendasi yang disepakati bersama-sama sudah. Tapi, sejauh ini belum direspons secara positif oleh eksekutif. Jadi terkesan DPRK Aceh selatan mandul, padahal kita sudah cukup banyak dalam hal itu,” ungkap Mutasir. Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal, yang turut hadir saat itu mengatakan, persoalan tersebut tidak mesti para investor harus hengkang. Tapi, menurutnya semua harus melalui prosedural dan tak mengabaikan hak rakyat dan pemkab setempat.(mir)


http://www.serambinews.com/news/view/29274/bupati-aceh-selatan-dinilai-abaikan-surat-dprk

Kamis, 15 April 2010

Bantuan Sosial Hampir Rp1 Triliun Rawan Penyimpangan

Banda Aceh, (Analisa)
Sejumlah kalangan mempertanyakan pengalokasian dana yang begitu besar hampir mencapai Rp1 triliun untuk pos bantuan sosial dan dana hibah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2010, yang diperkirakan rawan mengundang terjadinya penyimpangan.

Hal ini disebabkan tidak diketahui dengan jelas siapa yang berhak menerima bantuan tersebut, apa kriterianya, bagaimana mekanisme penyalurannya.

Karena tidak ada kejelasan dalam penggunaan terhadap bantuan sosial Rp986 miliar, dan dana hibah Rp26,2 miliar, Gubernur Aceh juga didesak untuk segera mengeluarkan peraturan tentang tata cara dan mekanisme seleksi penerima, penggunaan, dan pertanggungjawaban belanja hibah kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, sehingga alokasi dana publik tersebut dapat diakses secara terbuka, serta dikelola secara transparan dan akuntabel.

Bahkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga mempertanyakan pos bantuan sosial yang nilai bantuannya mencapai Rp986 miliar atau 12,90 persen dari total APBA tahun ini.

Menurut Mendagri, pengalokasian bantuan sosial sebesar itu sangat tinggi, sehingga perlu dirasionalkan serta dilakukan secara selektif dan jumlahnya tidak melebihi batas maksimum sesuai yang dipersyaratkan dalam Permendagri Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD.

Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal menyatakan, alokasi anggaran yang sangat besar pada jenis bantuan yang masih belum ada datanya pada anggaran 2010 menandakan Pemerintah Aceh dari tahun ke tahun tidak memperlihatkan kinerja yang baik.

Tahun lalu ada juga mata anggaran yg diberikan tanda bintang oleh DPRA artinya datanya minim sekali, tapi ironisnya tahun ini terulang kembali.

"Dana yang dialokasikan tanpa ada data sangat berpotensi terjadi penyimpangan atau tidak tepat sasaran atau memang sengaja dilakukan untuk membantu kelompok tertentu yang sebenarnya tidak berhak menerimanya. Untuk menghindari persepsi-persepsi seperti itu sebaiknya setiap anggaran yang akan dianggaran selalu harus data penerimanya," jelas Haikal.

Ia juga menyatakan keheranannya mengapa Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Gubernur Irwandi Yusuf tidak pernah belajar atau mempersiapkan dari tahun sebelumnya.

"Saya yakin tahun depan hal seperti akan terulang kembali. Jangan sampai rakyat selalu mengatakan kita katanya banyak uang, tapi mengapa mereka sulit dalam menjalan usahanya, kalaupun ada hanya mereka yang memiliki akses kepada penguasa," jelasnya.

Perlu Diatur

Koordinator Badan Pekerja Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Indonesia, Akhiruddin Mahjuddin menyatakan, dalam penggunaan dana bantuan sosial itu, perlu diatur dulu secara jelas mekanisme penyalurannya, termasuk siapa yang berhak menerima dan bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya serta perlu dibentuk tim untuk melakukan penilaian dan verifikasi siapa saja calon penerima.

"Jika tidak, maka dana Rp1 triliun ini tidak akan bermanfaat dan berpotensi terjadi penyimpangan. Bahkan bisa juga ini by design untuk kepentingan kelompok tertentu, sehingga nanti kita akan melihat begitu banyak organisasi-organisasi yang bermunculan, yang tidak jelas aktivitasnya juga alamat," ungkapnya.

Koordinator Badan Pekerja Solidaritas untuk Anti Korupsi (SuAK) Aceh, Teuku Neta Firdaus menduga ada makelar anggran di DPR Aceh.

"Belum puas dengan dana aspirasi, DPRA kembali menganggarkan dana hibah yang begitu besar. Alokasi dana bantuan merupakan strategi koruptif Pemerintah Aceh agar lebih mudah penggunaanya tanpa melalui mekenisme tender. Mungkin dengan cara ini Gubernur Aceh bisa menganalogikan kemerdekaan dalam penggunaan anggaran, yaitu kemerdekaan yang koruptif. Bukan anggaran yang berpihak kepada rakyat," ujarnya.

Potensi penyimpangn dari berbagai sudut akan terjadi. Tidak ada pengawasan yang mampu merubah penggunaan dana tersebut menjadi accountable. Karena tidak jelas mata anggaran maka pnggunaannya tidak diatur, jadi tergantung selera pengelola anggaran.

"Penetapan anggaran Aceh untuk dana hibah/bantuan yang begitu besar mengindikasikan eksekutif tahun ini melalui pos sosial akan bagi-bagi duit. Tidak terprogramnya bantuan anggaran tersebut sarat dengan muatan politis, artinya Gubernur bisa sesuka hati menggunakan dana tersebut untuk kampanye terselubung, karena Pilkada 2011 menanti," ujarnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=51120:bantuan-sosial-hampir-rp1-triliun-rawan-penyimpangan&catid=617:14-april-2010&Itemid=215