Sabtu, 25 Juli 2009

Menagih Janji “Sehat” Pemimpin Negeri

Oleh TAF Haikal
25 July 2009, 08:57 Opini Administrator

TAK lazim usianya yang hampir memasuki tujuh tahun dan setara dengan murid kelas satu SD itu hanya terbaring lemas dan sesekali duduk di atas ranjang. Itulah satu topik berkait gizi buruk yang dilansir harian ini (Serambi, 18/7/2009) lalu. “ Tubuhnya hanya daging yang masih dibalut oleh kulit,” ungkap Nazariah, ibu bocah Muhammad Kausar (6,5 tahun). Di tengah gencar-gencarnya pusat pelayanan kesehatan yang dibangun begitu megah, realitas masih ada anak manusia di Aceh yang tinggal kulit sebagai pembalut tulang akibat tidak mendapat pelayanan.

Persis di Afrika, negara yang sedang dilanda konflik atau kekeringan yang menyebabkan rawan pangan di belahan. Sungguh, apa yang dialami Muhammad Kausar dan juga terakhir kita tahu dialami Muhammad Afdhal (7 tahun), suatu yang sangat ironi. Sebab penderitaan para bocah itu bukanlah hal yang serta merta seperti kejadian kecelakaan lalu lintas. Gizi buruk adalah realitas dari investasi buruk di tengah program pemerintah sedang gencarnya mengundang investasi mega proyek ke Aceh. Sejatinya soal kesehatan juga tidak terabaikan. Sebab lebih urgen karena langsung menyangkut hidup dan kelangsungan generasi Aceh masa depan. Apabila perbaikan gizi anak-anak bangsa ini tidak terhiraukan tentu akan menimbulkan penyakit infeksi kronis yang tentunya sangat merugikan ivestasi generasi mendatang.

Memang sangat tragis ketika anggaran untuk kesehatan setiap tahun meningkat yang dialokasikan untuk pengadaan peralatan yang serba canggih dan modern kemudian tidak ada tenaga yang ahli untuk mengoperasionalkannya. Masalahnya, pengadaan peralatan kesehatan hanya sebagai proyek dan untuk menyerap anggaran. Belum lagi bicara tentang bagaimana pemeliharaan untuk jangka panjang bagaimana peralatan yang sudah dibeli tetap dapat digunakan alias tidak rusak atau karatan. Patut saat ini mempertanyakan janji pemimpin ketika mereka mempromosikan diri akan membuat perubahan. Kita membayangkan ketika mereka berkampanye seolah-olah besok setelah terpilih semua rakyat akan sehat, akan sejahtera. Sekarang, mana janji -janji itu. Atau mungkin makin terlena dengan rutinitas, atau hanya sekedar menanda tangani surat keluar masuk di atas meja sambil menghitung berapa fee yang akan masuk?

Saatnya patut direnung, dimana komitmen sebagai abdi rakyat ketika usai dilantik menjadi pejabat negeri. Nyatanya untuk mengatasi gizi buruk saja sudah tidak becus, dan ini dikhawatirkan akan menjadi gunung es masalah kesehatan di Aceh. Padalal sesuai UUPA pasal 16 pasal 1 “urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah Aceh sebagaimana yang dimaksud pada pasal (14) ayat 3 dalam urusan skala Aceh yang meliputi : huruf e “ penanganan bidang kesehatan”. Pasal 17 urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi : huruf e “ penanganan bidang kesehatan”. Jelas dalam UUPA sudah sangat luas memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk mengembangkan strategi pelayanan kesehatan yang prima bagi rakyatnya.

Masyarakat sebenarnya, tidak berharap banyak kepada pemerintah, kecuali mewujudkan janji terutama bagaimana meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan rakyat. Inilah yang terlihat terabaikan dari perhatian pemerintah Aceh, baik provinsi maupun di level kabupaten/kota. Progran dan rencana kerja yang telah disusun baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang, masih sebatas di atas meja beluim diimplementasikan sesuai harapan masyarakat. Seperti penempatan para petugas medis sesuai keahliannya yang benar-benar menguasai kesehatan di lokasi kerja mereka. Pemerintah mesti komit, dengan memberi penghargaan kepada petugaskesehatan yang bekerja baik dan memberi sangsi kepada mereka yang tidak bertanggungjawab terhadap tugasnya. Bahwa masalah kesehatan bukanlah persoalan ringan, maka sudah sepantasnya pemimpin mengevaluasi kinerja aparatur dan proyek-proyek “copy-paste” yang terus terulang dari tahun ke tahun. Para pemimpin hendaknya mampu menterjemahkan janji-janji mereka ketika mereka membutuhkan rakyat untuk memilihnya.

Penulis adalah Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh.

http://www.serambinews.com/news/menagih-janji-sehat-pemimpin-negeri

Jumat, 24 Juli 2009

Ekonomi lemah picu gizi buruk anak

Tuesday, 21 July 2009 21:49
Warta - Aceh
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Lemahnya tingkat ekonomi suatu keluarga sehingga tidak dapat memberikan asupan gizi yang baik menyebabkan timbulnya gizi buruk pada anak di Aceh.

"Tingkat ekonomi masyarakat yang masih lemah dapat memicu gizi buruk terhadap anak-anak terutama balita di Aceh," kata Kepala Rumah Sakit Ibu dan Anak, Rusdi Andi, di Banda Aceh, malam ini.

Menurutnya, gizi buruk rentan diderita oleh masyarakat yang cenderung ekonominya lemah. "Hal ini sering terjadi karena orang tua tidak mampu memberikan asupan gizi yang baik," kata Rusdi.

Selain itu, minimnya pengetahuan tentang asupan gizi juga menjadi faktor utama penyebab pemicu gizi buruk pada anak.

"Kadang kala orang tua juga tidak mau tahu tentang pentingnya gizi bagi anak-anak dalam membentuk pertumbuhan mereka," katanya.

Meskipun demikian, kata Rusdi peran aktif dari kedua pihak baik petugas medis dan masyarakat terutama para ibu sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kesadaran menjaga kesehatan gizi balita.

"Sosialisasi harus terus dilakukan dan peran masyarakat terutama ibu-ibu dalam menjaga kesehatan anak, sangat dibutuhkan," katanya.

Berkaitan dengan penanggulangan gizi buruk tersebut, TAF Haikal, Ketua Dewan Presidium Forum LSM Aceh menanggapi serius permasalahan penanganan yang dilakukan di Provinsi Aceh.

Haikal mengatakan, sangat ironis di tengah gencarnya pusat pelayanan kesehatan dibangun dengan megahnya di Provinsi Aceh, masih ditemukan kasus gizi buruk di Aceh.

"Sangat ironis disaat pelayanan kesehatan tengah dibangun, masih ditemukan ada anak manusia tinggal kulit pembalut tulang, seperti kita lihat di Afrika," kata Haikal.

Aktivis LSM itu menilai, apabila gizi buruk masih terjadi di Aceh, hal tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi kronis yang berdampak buruk bagi masyarakat.

"Tentu saja itu sangat merugikan generasi mendatang, bahkan investasi juga ikut memburuk," katanya.

Karena itu, dia berharap, petugas kesehatan di Aceh harus gencar melakukan razia atau sweeping terhadap masyarakat yang tidak mampu.

"Memang benar bahwa ketidakmampuan ekonomi itu dapat memicu peningkatan gizi buruk di daerah Aceh, karena itu pemerintah melalui petugas medisnya harus lebih siap dalam melakukan upaya pencegahan," kata mantan Direktur Forum LSM Aceh itu.

Di Provinsi Aceh baru ditemukan seorang penderita gizi buruk yang saat ini ditangani di rumah sakit umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh.

Sementara itu, berdasarkan catatan Rumah Sakit Ibu dan Anak di Banda Aceh pada 2008 juga ditemukan seorang penderita gizi buruk.

"Saat ini kita masih dapat menekan tingginya laju penderita gizi buruk di Aceh," kata Rusdi.
(dat05/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=38944:-ekonomi-lemah-picu-gizi-buruk-anak&catid=13:aceh&Itemid=26

Selasa, 14 Juli 2009

Lintas Banda Aceh-Calang Belum Bebas dari Rakit

17/05/2009 - 22:32 WIB

Juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan TAF Haikal mengatakan, masyarakat dan pengguna jalan Banda Aceh - Calang sangat berharap dapat bebas dari rakit penyeberangan di sungai Lambeusoe untuk menuju ibu kota kabupaten Aceh Jaya atau ke ibu kota Provinsi Aceh.//


Menurut Taff Haikal, pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Calang yang didanai USAID masih terbentur masalah ganti rugi tanah serta adanya alasan pelaksana kegiatan pembangunan yang mengaku tidak nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya.


Proyek pembangunan jembatan telah berhenti sejak April 2008, namun hingga saat ini pengguna jalan Banda Aceh-Calang masih menggunakan rakit penyebrangan dengan ongkos 20.000 rupiah per-kendaraan roda empat.


Selain jembatan Lambeusoe, Taff Haikal juga meminta pihak rekanan untuk menyelesaikan beberapa unit jembatan lainnya serta memperbaiki beberapa ruas jalan yang sering digenangi banjir.



Mantan Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh itu juga mempertanyakan tim terpadu yang yang dibentuk Pemerintah Provinsi Aceh untuk menyelesaikan masalah yang muncul di lapangan terkait pembangunan jalan yang hancur akibat bencana tsunami. .(onezoel/A1)


http://www.rribandaaceh.net/berita/lintas-darat-banda-aceh-calang-belum-bebas-dari-rakit-penyeberangan-karena-pembangunan-jalan-dan-jembatan-belum-tuntas-kendati-brr-aceh-nias-telah-dibubarkan/

Jumat, 10 Juli 2009

Percepatan Jalan Banda Aceh-Calang ; Pemerintah Aceh Diminta Ambil Alih Jembatan Lambeusoe

Banda Aceh, (Analisa)

Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh mendesak agar Pemerintah Aceh untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna percepatan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang.

“Menurut kami, perbaikan dua jembatan yang diharapkan oleh USAID harus segera dilaksanakan. Jika jembatan ini menjadi faktor penghambat penyelesaian jalan ini, maka kami meminta kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh untuk segera menangani dengan APBA dan jika perlu diusulkan dalam APBN,” ujar TAF Haikal, Jurubicara KPBS kepada wartawan, Rabu (8/7).

Ia menyatakan, pembangunan jalan Banda Aceh-Calang hingga kini belum menunjukkan titik terang yang mengembirakan. Berbagai masalah muncul silih berganti, seolah-olah pemerintah, lembaga yang memberikan bantuan, dalam hal ini USAID tidak berdaya berhadapan dengan kondisi yang muncul di lapangan dengan waktu yang semakin panjang dibutuhkan.

Ini jauh dari harapan masyarakat pengguna jalan Pantai Barat Selatan Aceh itu dan terkesan kurang bersungguh-sungguh. Setelah proses pembebasan tanah selesai, kini muncul masalah yang lain lagi. Kontraktor rekanan USAID meminta Pemerintah Aceh untuk merehab jembatan yang akan dilalui guna mempercepat proses pengaspalan badan jalan.

Padahal, lanjut Haikal, bila jembatan Lambeusoe sudah selesai dikerjakan, persoalan jembatan darurat dapat teratasi dan jarak tempuh semakin cepat dan transportasi di pantai barat selatan terbebas dari rakit. Muatan barang yang diangkut bisa semakin maksimal dan berdampak semakin stabilnya harga kebutuhan pokok masyarakat di wilayah tersebut.

Cukup Lama

“Menurut kami, proses pembangunan jalan ini sudah cukup lama. Masih segar dalam ingatan kita ketika proses peresmian pertama dimulainya pembangunan jalan pada 25 Agustus 2005. Berbagai masalah muncul, proses pembebasan tanah adalah proses yang cukup lama menyita waktu dan berdampak terhadap penyelesaian pembangunan jalan itu,” terangnya.

KPBS juga mendesak USAID untuk segera melanjutkan pembangunan jalan pada section IV yang sudah lama belum tertangani yang sampai hari ini belum jelas kelanjutannya.

Disetkannya, pembangunan jalan ini merupakan komitmen dari masyarakat Amerika Serikat kepada rakyat Aceh melalui USAID.
“Kami sangat menghargai niat baik dari masyarakat Amerika. Selaku masyarakat yang berbudaya, kami merasa bantuan tersebut sangat bermakna. Akan tetapi, rakyat Aceh juga menunggu janji tersebut. Jika janji tersebut, tidak dapat diwujudkan, maka kami segenap rakyat Aceh bahu-membahu bersama dengan pemerintah Aceh akan mencoba menyelesaikannya,” sebut Haikal.

Pemerintah Aceh dan DPR Aceh perlu segera mempertimbangkan serta mengkomunikasikan dengan USAID untuk mengambil alih penyelesaian pembangunan jembatan Lambeusoe yang sampai hari ini belum dilanjutkan.

“Menurut kami, bila jembatan Lambeusoe bisa dilewati, semakin mendukung percepatan pembangunan jalan Banda Aceh-Calang. Angkutan barang yang selama ini harus melewati jembatan Kartika, karena menghindari rakit di dekat jembatan Lambeusoe tidak bisa dilewati mobil barang dengan muatan besar. Jalan ini merupakan urat nadi pertumbuhan ekonomi di kawasan pantai barat selatan Aceh,” ungkapnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=20749:percepatan-jalan-banda-aceh-calang--pemerintah-aceh-diminta-ambil-alih-jembatan-lambeusoe&catid=42:nad&Itemid=112

Pesan Warga Aceh Untuk SBY

Jakarta (ANTARA) -- "SBY... Presidenku," demikian sepenggal syair lagu yang dilantunkan penyanyi Mike dalam iklan kampanye yang ditayangkan televisi menjelang pemilihan presiden beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT

Pesan iklan pilpres yang dilantunkan bintang Idol itu tampaknya merasuk sampai ke sanubari sebagian besar penduduk di Provinsi Aceh.

Pasalnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Boediono, menurut penghitungan sementara, berhasil meraih suara terbanyak di Aceh pada pemungutan suara 8 Juli.

Pilpres dengan jumlah pemilih 176 juta orang, berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari 33 provinsi, itu diikuti tiga pasangan; Megawati Soekarnoputri-Prabowo, SBY-Boediono, dan HM Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win).

Mengapa harus SBY?

"Masyarakat Aceh masih cinta perdamaian. Pasca-konflik dan musibah tsunami, Aceh membutuhkan perhatian dan kelanjutan pembangunan. Sosok SBY masih tepat untuk melanjutkan itu semua," kata TAF Haikal.

Juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) itu menyatakan, dirinya optimistis perdamaian yang telah terjalin di Provinsi Aceh tetap langgeng pada pemerintahan mendatang.

"Saya optimistis perdamaian Aceh tetap langgeng, terutama jika Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Boediono terpilih sebagai Presiden/Wakil Presiden periode 2009-2014," katanya.

Apalagi, katanya, pasangan SBY-Boediono hingga saat ini masih mendominasi perolehan sementara pilpres di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

TAF Haikal mengatakan, keunggulan perolehan suara sementara bagi pasangan SBY-Boediono menunjukkan bahwa masyarakat Aceh juga tetap komit terhadap perdamaian setelah ditandatanganinya nota kesepahaman damai (MoU) di Helsinki.

"Masyarakat berkeyakinan bahwa di bawah Pemerintahan SBY-Boediono di masa mendatang, situasi keamanan akan terus membaik dan perdamaian Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga," kata dia.

Selain itu, ia juga berharap jika terpilih, maka SBY-Boediono tetap memperhatikan kelanjutan pembangunan Aceh.

"Pasca-konflik dan tsunami, rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh memang sudah dilakukan, namun tetap membutuhkan perhatian pemerintah pusat terutama dalam mengalokasikan dana pembangunannya," kata TAF Haikal.

Masih percaya

"Sangat jelas kemenangan pasangan SBY-Boediono membuktikan masyarakat Aceh masih mempercayai kepemimpinan Presiden SBY untuk dilanjutkan," kata pengamat politik Mawardi Ismail.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) itu mengatakan, masyarakat Aceh cerdas dalam memilih calon yang memiliki visi dan misi membangun Indonesia ke arah lebih maju di masa mendatang.

"Masyarakat Aceh tentu saja sudah melihat kinerja yang dilakukan SBY selaku Presiden saat ini, terlepas baik dan buruknya, namun masyarakat terlihat masih menunjukkan kepercayaannya terhadap Presiden SBY," katanya.

Arus dukungan untuk pasangan SBY-Boediono di Aceh juga mengalir dari arus bawah, misalnya dari kaum nelayan yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di daerah itu.

Beberapa nelayan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Lampulo, Kota Banda Aceh, menyatakan mensyukuri kemenangan SBY-Boediono dalam Pilpres meski itu belum dinyatakan sebagaihasil akhir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat.

"Kami nelayan yang berada di Lampulo ini sangat senang karena Pak SBY terpilih kembali dalam pemilu ini," kata Marzuki (40).

Menurut dia, sebagai tanda syukur kemenangan pasangan SBY-Boediono tersebut, para nelayan memasang bendera SYB-Boediono di sepanjang PPI.

Dia mengatakan, kemenangan tersebut tidak lepas dari figur yang sudah lama dikenal masyarakat Aceh pada umumnya, termasuk nelayan yang berdomisili di daerah itu.

"Banyak hal yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan khususnya selama Pak SBY menjabat dan kita percaya itu," kata Sulaiman, nelayan lainnya.

Menurut dia, dengan terpilihnya kembali SBY, diharapkan kesejahteraan masyarakat kecil, khususnya nelayan, dapat terjamin.

"Saya cuma ingat satu janji beliau bahwa kesejahteraan rakyat kecil harus ditingkatkan dan itu semoga bukan sekadar janji, kita percaya itu," katanya.

Kemenangan rakyat

Ketua Tim Kampanye Daerah (Timkamda) SBY-Boediono Nova Iriansyah mengatakan, kemenangan pasangan SBY-Boediono di Aceh merupakan kemenangan masyarakat Aceh.

"Ini menunjukan sebuah kemenangan masyarakat Aceh dan masih mempercayakan kepemimpinan presiden SBY selama lima tahun ke depan," katanya.

Anggota DPR RI asal pemilihan Aceh Teuku Riefki menyatakan terima kasih atas simpati masyarakat di Aceh terhadap capres Susilo Bambang Yudhoyono dan cawapres Boediono.

"Kami yakin, masyarakat Aceh memilih SBY-Boediono karena pasangan capres dan cawapres tersebut mampu menjaga dan mengisi perdamaian serta berupaya meningkatkan kesejahteraan khususnya di Aceh dan umumnya di Indonesia," kata Teuku Riefki.

Keberhasilan pasangan SBY-Boediono meraih suara tebanyak dalam hitung cepat secara nasional bukan sulap, katanya, tapi hasil kerja keras dan proaktif tim sukses di seluruh Indonesia.

"Ini sebuah proses yang direncanakan secara profesional dengan hasil kerja bersama seluruh tim sukses SBY-Boediono, sehingga SBY-JK unggul di 30 provinsi di Indonesia," kata Ketua Badan Pengurus Kata Hati Institute Teuku Ardiansyah.

Kata Hati Institute merupakan sebuah lembaga yang berdiri pada tahun 2000 dan bekerja untuk proses demokrasi di Aceh.

Selain itu, tim sukses SBY-Boediono yang cukup banyak dan berasal dari berbagai kalangan juga sangat menentukan perolehan suara tersebut, seperti tim sukses daerah Aceh yang di dalamnya terlibat Gubernur Irwandi Yusuf sebagai dewan pakar dan sejumlah bupati/walikota.

Di samping itu peran mantan kombatan yang terlibat sebagai tim sukses SBY-Boediono juga cukup besar terutama untuk mempengaruhi suara di kalangan akar rumput.

"Ini suatu kerja yang sangat baik, artinya saya memberikan apresiasi yang sangat besar kepada tim kampanye SBY," kata Ardiansyah.

Dia menambahkan, selain kerja tim sukses yang sangat solid dan berhasil, juga diawali dengan kemenangan Partai Demokrat pada pemilihan umum legislatif 9 April.

Partai Demokrat berhasil meraih tujuh kursi untuk DPR RI pada pemilihan umum legislatif lalu di Aceh dengan jumlah suara 751.475 suara.

Ada beberapa sinyal sebagai pesan yang dititipkan masyarakat Aceh dengan harapan sebagai "PR" yang akan dituntaskan SBY-Boediono.

"Saya berharap, masalah yang belum tuntas bisa diselesaikan Pemerintah pusat untuk Aceh saat ini terkait dengan realisasi beberapa Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA)," kata anggota DPR RI M Nasir Djamil.


http://id.news.yahoo.com/antr/20090710/tpl-pesan-warga-aceh-untuk-sby-cc08abe.html