Minggu, 13 Juni 2010

BARAT-SELATAN BUKAN "ANAK TIRI" PROVINSI ACEH OLEH AZHARI

Friday, 11 June 2010 04:47
Jika ada pepatah yang mengatakan, "banyak orang meninggal dunia di pesisir barat dan selatan Aceh karena diterkam harimau, lalu diinjak gajah dan dimakan buaya", itu sah-sah saja.
Banda Aceh, 10/6 (Antara/FINROLL News) - Jika ada pepatah yang mengatakan, "banyak orang meninggal dunia di pesisir barat dan selatan Aceh karena diterkam harimau, lalu diinjak gajah dan dimakan buaya", itu sah-sah saja.

Pepatah itu secara tidak langsung menyiratkan situasi nyata tentang ketertinggalan kawasan pesisir barat dan selatan, dibanding yang telah dinikmati masyarakat pesisir timur Provinsi Aceh, kata tokoh masyarakat barat-selatan Aceh, TAF Haikal.

"Artinya, kondisi ril pembangunan di barat dan selatan Aceh jauh tertinggal dibanding wilayah timur, dengan jalan aspal hotmix dan gebyarnya pembangunan berbagai fasilitas publik lainnya," katanya.

Bahkan, ia menyebutkan program Pemerintah Provinsi Aceh akan menambah "kecewa" penduduk di pesisir barat dan selatan Aceh, terkait dengan rencana pembangunan jalan bebas hambatan yang akan menelan anggaran mencapai sekitar Rp57 triliun.

"Kalau rencana pembangunan jalan `highway` sepanjang pesisir timur (Banda Aceh-Aceh Tamiang) terealisasi, sementara barat dan selatan Aceh terus tertinggal, maka itu akan menambah luka masyarakat wilayah ini," kata dia.

Wilayah pesisir barat dan selatan, meliputi Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Kota Subulussalam. Sementara timur yakni Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Kota Langsa dan Aceh Tamiang.

Untuk itu, Pemerintah Aceh di bawah pimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wagub Muhammad Nazar diharapkan merancang program pembangunan yang realistis dan terukur bagi percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

"Masyarakat pantai barat dan selatan butuh program nyata dan realistis, bukan lagi sekedar janji yang bertahun-tahun diucapkan para pemimpin Aceh, termasuk pemerintahan saat ini," katanya.

Program-program pembangunan yang dikomunikasikan pemimpin Aceh diharapkan tidak hanya untuk menyenangkan masyarakat, apalagi sekedar tujuan politik menjelang suksesi 2011.

"Jangan membuat program pembangunan yang terkesan meninabobokkan rakyat. Sementara masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan dan ekonomi hanya sebatas menyenangkan segelintir orang," katanya menambahkan.

Ia mencontohkan, pembangunan jalan raya yang dilakukan atas donasi lembaga bantuan Amerika Serikat (USAID) yakni Aceh Besar-Calang (Aceh Jaya) senilai sekitar Rp2 triliun, tapi sampai saat ini belum selesai.

Oleh karena itu, Haikal yang juga juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh menilai pasangan Irwandi-Nazar belum sungguh-sungguh melaksanakan pembangunan berkeadilan antara pantai barat dan selatan dengan pesisir timur Aceh.

Pengusaha asal Korea Selatan (Korsel) yang tergabung dalam Vogo Kora Group menyatakan bersedia membiayai proyek jalan bebas hambatan Aceh lintas timur-utara (Banda Aceh-Aceh Tamiang) sepanjang 560 kilometer jika Pemerintah Aceh dan Pusat menjamin cicilan utang jangka panjangnya.

Tidak bedakan

"Bagi saya tidak ada barat atau timur. Provinsi Aceh satu dari Sabang sampai ke Aceh Tamiang," kata Gubernur Irwandi Yusuf saat dialog dengan sejumlah tokoh masyarakat pesisir barat dan selatan di Meulaboh, belum lama ini.

Namun, ia mengakui adanya kelambanan pembangunan di wilayah barat dan selatan Aceh, dibanding pesisir timur provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut.

Ketertinggalan dari pesisir timur itu disebabkan letak pesisir barat dan selatan Aceh yang tidak masuk dalam zona kurang strategis. Pesisir timur berada dan berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, kata Irwandi.

"Artinya, geografis wilayah pesisir timur Aceh itu langsung berhubungan dan berhadapan dengan dunia luar. Sementara pesisir barat dan selatan Aceh berbatasan dengan laut luas. Itu mempercepat pertumbuhan pesisir timur Aceh," katanya menambahkan.

Akan tetapi, Irwandi Yusuf menyebutkan alokasi dana pembangunan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) lebih besar diterima wilayah pesisir barat dan selatan dibanding timur provinsi ini dalam beberapa tahun terakhir.

"Wilayah barat dan selatan Aceh tercatat sebagai penerima terbesar dana otonomi khusus (otsus) dalam beberapa tahun terakhir," katanya menambahkan.

Bahkan, gubernur menyebutkan `kabinet` dalam pemerintahannya saat ini terdapat sedikitnya tiga pejabat (Kepala Dinas) yang merupakan putra asal wilayah pesisir barat dan selatan Aceh.

"Keterwakilan daerah dalam struktur pemerintahan kami ini sangat penting, selain dedikasi dan kemampuan seseorang untuk menjadi pejabat setingkat kepala dinas," kata dia menjelaskan.

Soal keterlambatan pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Meulaboh (Aceh Barat), menurut dia, itu disebabkan faktor kerusakan akibat bencana tsunami yang cukup parah.

"Artinya, keterlambatan itu bukan karena kurangnya kepedulian kami terhadap infratsruktur di pantai barat dan selatan Aceh, tapi memang kerusakan yang cukup parah sehingga dibutuhkan waktu lama untuk menormalkan kembali," ujarnya.

Kendati demikian, gubernur menyatakan rasa optimistis bahwa pesisir barat dan selatan Aceh akan cepat maju jika masalah energi listrik bisa teratasi dalam waktu dekat.

"Kurun waktu satu atau dua tahun lagi, energi listrik dari PLTU di Nagan Raya akan beroperasi. Jika itu terwujud maka saya yakin pertumbuhan ekonomi wilayah barat dan selatan akan lebih cepat," kata Irwandi.

Karena itu, menurut ubernur, potensi alam terutama bidang perkebunan, perikanan dan pariwisata yang terkandung cukup besar maka ke depan akan menjadi modal utama bagi percepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah ini.

"Asalkan, seluruh komponen masyarakat bersatu untuk sebuah kemajuan dan saya juga meyakini bahwa penghambat kemajuan itu ada pada `orang malas` yang tidak mau berkembang dan berusaha," kata dia menjelaskan.

Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, menilai salah satu faktor penyebab lambannya pembangunan di wilayah barat dan selatan Aceh itu terletak di ruas jalan Banda Aceh-Meulaboh.

"Kenapa, karena lintasan Banda Aceh-Meulaboh itu adalah urat nadi vital perekonomian masyarakat. Kita dapat bayangkan berapa jarak tempuh yang harus dilalui dengan jalan darat jika jalan tersebut belum selesai," kata dia.

Diperkirakan jika arus transportasi darat Banda Aceh-Meulaboh lancar, maka jarak tempuhnya sekitar empat jam, sementara saat ini delapan jam dengan jarak 230 kilometer.

"Itu kondisi normal, belum lagi jika ada jalan longsor atau tergenang banjir saat hujan deras. Karenanya, saya menilai satu-satunya upaya percepatan pertumbuhan ekonomi pantai barat dan selatan Aceh itu yakni pembangunan jalan dipercepat," katanya.

Karena itu, Sulaiman telah minta Pemerintah Aceh dan pihak lembaga bantuan Amerika Serikat (USAID) yang mendanai pembangunan ruas jalan dari Banda Aceh hingga Calang (Aceh Jaya) segera menuntaskan pembangunan ruas jalan tersebut.

"Kami bukan anak tiri, dan bukan pula menuntut berpisah dari Aceh dengan mendirikan provinsi `ABAS` (Aceh Barat Selatan), seperti yang pernah mencuat selama ini. Tapi, perhatikan dan kami juga anak kandung dari Provinsi Aceh," kata tokoh masyarakat barat-selatan, Tgk Faisal Ali. (T.A042/)

http://news.id.finroll.com/dunia/101-columnist/278117-barat-selatan-bukan-anak-tiri-provinsi-aceh-oleh-azhari.html

Kamal Farza Calonkan Diri Jadi Ketua KPK

Kamis, 10 Juni 2010 | 10:39
Rakyat Aceh Online
Banda Aceh-Salah seorang advokat Aceh, Jamalul Kamal Farza menegaskan akan maju mencalonkan diri menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti Antasari Azhar.

Bekas Koordinator Badan Pekerja Solidaritas Masyarakat Antikorupsi (SAMAK) dan Direktur Prakarsa Pembangunan Partisipatif BRR NAD-Nias itu, selain mendaftarkan diri secara online, ia juga mengirimkan berkas-berkas kelengkapan administrasi via kantor Pos Banda Aceh, Rabu (9/6).

”Ada tiga hal yang akan saya dilakukan, jika terpilih sebagai ketua KPK. Pertama, membuka kembali kasus dugaan korupsi keluarga cendana. Kedua, membuka kembali kasus dugaan korupsi dana Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Dan ketiga, melakukan treatmen khusus untuk daerah-daerah yang memerlukan perhatian khusus, salah satunya Aceh,” kata J.Kamal Farza di JK Lawfirm Lamtos Banda Aceh.

Penilaiannya terhadap perlakuan khusus, bukan berarti harus ada kantor perwakilan di daerah khusus tersebut. Melainkan, ujarnya, harus melakukan langkah yang bukan biasa-biasa saja, untuk daerah-daerah yang memiliki pelimpahan dana publik cukup besar ke daerah itu.

Kamal menyebutkan alasan mendaftar sebagai calon pimpinan lembaga yang disebut superbody itu tak lain, karena dia melihat selama ini pemberantasan korupsi belum maksimal dan belum memenuhi harapan masyarakat luas.

“Saya memiliki integritas dan komitmen agar institusi KPK bekerja lebih baik,” ucap Jamalul Kamal Farza.
Dia pun berharap masyarakat Aceh dan Indonesia, memberikan dukungan dan doa restunya. Dukungan dapat dirimkan via email dan surat dukungan baik secara individu maupun organisasi ke: PANITIA SELEKSI CALON PENGGANTI PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI d/a.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jl. HR Rasuna Said Kav. 6-7 Kuningan Jakarta Selatan, Telp. (021) 5274887, Fax. (021) 5274887, Email : pansel_kpk@yahoo.co.id.

Sementara itu, TAF Haikal Jubir Kaukus Pantai Barat Selatan Aceh mengungkapkan, Kamal Farza merupakan pendaftar pertama dari Aceh. Makanya, ujar Haikal lagi, apabila Kamal terpilih nanti, bisa jadi hal tersebut menjadi pionir untuk sebuah perubahan terhadap rasa keadilan yang selama ini dinilai agak pilih kasih.

Diungkapkan Haikal bahwa J Kamal Farza, lahir di Kota Bahagia, Aceh Barat Daya, 13 April 1969. Dia mendirikan Farza Law Firm pada 25 Agustus 2008, di Banda Aceh.

Sebagai advokat yang juga pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Banda Aceh dan belasan tahun terlibat aktif serta memimpin organisasi masyarakat sipil, Kamal memiliki keahlian unik dan khas untuk menyelesaikan masalah kliennya.

Namun, di Farza Law Firm Kamal berupaya fokus pada Corporate Legal, litigation public relation, Human Right Law dan aspek legal dari Good Governance dan Good Corporate Governance (GCG). Kamal juga menguasai pembuatan legal draft baik baik qanun, maupun peraturan perusahaan.

Ditambahkan Joe Samalangan, Budayawan Saman Aceh, Kamal lulus dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (1996) dan mengikuti berbagai pelatihan khusus profesi hukum dan HAM di Jakarta, Kamal memiliki keahlian teruji untuk menyelesaikan berbagai masalah di bidang hukum.

Ketika tengah menyiapkan pendirian kantor firma hukum ini, Kamal dipilih pula menjadi Wakil Sekretaris Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Banda Aceh pada 1 Juli 2008.

Kini, disela-sela kesibukannya mengelola firma ini dan menjadi pembicara utama talk show di media elektronik dan berbagai forum diskusi untuk isu-isu hukum dan HAM, Kamal menjadi “guru” pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dilaksanakan Peradi dan wajib diikuti para calon advokat. (ian)

http://rakyataceh.com/view-17405