Kamis, 02 September 2010

Pemerintah Tolak Gunakan Qanun Pelayanan Publik

Thu, Sep 2nd 2010, 11:06
* Dinilai Prematur dan Kontra UU No 25/2009
Utama
BANDA ACEH - Nasib Qanun Aceh No 8/2008 tentang Pelayanan Publik di Aceh hingga saat ini masih terkatung-katung. Pemerintah Aceh menyatakan menolak menggunakannya sebagai produk hukum karena tidak memuat rincian dan aturan yang jelas, meskipun sudah disahkan DPRA menjadi lembaran daerah.

“Bahkan pasal-pasal di dalamnya tidak rinci dan banyak yang bertentangan dengan UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Karena itu pemerintah tidak bisa menggunakannya,” kata Kabag Mukim dan Gampong Pemerintah Aceh, Kamaruddin Andalas. Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Pertemuan Refleksi Pelayanan Qanun Aceh No 8/2008 tentang Pelayanan Publik di Hotel Oasis, Rabu (1/9).

Hadir dalam acara yang dirangkai dengan buka puasa bersama itu antara lain unsur dari Pemerintah Aceh, organisasi masyarakat sipil, akademisi, media dan lembaga donor. Menurut Kamaruddin, sejauh ini pemerintah menilai Qanun No 8/2008 masih belum sempurna atau prematur. Bahkan subtansinya banyak mengadopsi UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Bila dilihat dari jumlah pasalnya yang hanya 40 pasal, tidak jauh lebih baik dari UU No 25/2009 dengan 60 pasal dan lebih rinci dalam penjelasannya.

Menurut Kamaruddin, pemerintah secara internal sudah membentuk tim evaluasi untuk meninjau kembali subtansi Qanun tersebut, terutama tentang pasal-pasal yang bertentangan dengan UU No 25/2009. “Perlu ditinjau kembali, karena memang tidak bisa digunakan. Isinya sangat normatif, karena itu perlu ada draf baru untuk diajukan ke dewan sebagai penggantinya,” uajrnya. Dia sebutkan, terkait pelayanan publik di Aceh, pemerintah saat ini masih berpedoman pada UU No 25/2009 meskipun telah ada Qanun No 8/2008 yang disahkan DPRA.

Tinjau kembali
Sementara itu, TAF Haikal dari Forum LSM Aceh menyebutkan, pemerintah dan DPRA harus melihat kembali sejumlah produk hukum dalam bentuk qanun yang sudah disahkan. “Sudah saatnya pemerintah dan legislatif untuk melihat lagi qanun yang sudah disahkan untuk disinkronkan kembali dengan peraturan yang lebih tinggi,” ujarnya.

Menurutnya, sinkronisasi tidak hanya dilakukan terkait masalah Qanun No 8/2008. “Tapi harus mencakup semua produk hukum yang sudah disahkan dewan. Ini saya rasa yang belum dilakukan dewan,” tegasnya. Hal senada juga diungkapkan perserta lainnya, Sayuthi Aulia. Ketua Presidium KoBar GB Aceh itu meminta agar Qanun No 8/2008 untuk direvisi kembali, bahkan bila perlu dicabut, untuk digantikan qanun yang baru yang lebih representatif dengan kebutuhan aturan pelayanan publik di Aceh. “Dicabut saja, untuk selanjutnya disusun kembali dengan melibatkan partisipasi publik,” tegasnya.(sar)


http://www.serambinews.com/news/view/38296/pemerintah-tolak-gunakan-qanun-pelayanan-publik

KPBS SURATI KEDUTAAN AMERIKA TERKAIT PEMBANGUNAN JALAN

Tapaktuan, 31/8 (ANTARA) - Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh menyurati Duta Besar Amerika Serikat terkait belum tuntas pembangunan jalan Banda Aceh - Calang (Kabupaten Aceh Jaya) bantuan rakyat negara tersebut.

"Pembangunan ruas jalan pada section IV Lamno - Calang dan jembatan empat unit hingga saat ini belum dikerjakan. Kami sangat berharap perhatian serius dari Kedutaan Amerika Serikat terkait hal itu," kata juru bicara KPBS Aceh, TAF Haikal di Banda Aceh, Selasa.

Untuk menuju ke wilayah pantai barat selatan Aceh melalui lintas Calang, warga masih menggunakan rakit penyeberangan untuk melintasi sungai Lambeuso, Lamno, Aceh Jaya.

Mantan Presiden Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh itu mengatakan sekitar 150 kilometer badan jalan Banda Aceh-Calang rusak total akibat bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004.

Masyarakat Amerika Serikat melalui USAID berkomitmen membangun kembali jalan yang menghubungkan ibukota Provinsi Aceh dengan delapan kabupaten/kota di pantai barat selatan daerah itu.

Ruas jalan tersebut sangat penting untuk perkembangan di sektor perekonomian, sosial, budaya dan pembangunan di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Simeulue, Subulusalam dan Aceh Singkil.

TAF Haikal mengatakan pembangunan kembali jalan tersebut sudah dimulai sejak 2006, meski telah terjadi beberapa hambatan namun Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Jaya telah mengatasinya.

"Persoalan pembebasan tanah dan beberapa permasalahan lainnya sudah diatasi, namun pembangunan jalan di section IV hingga pertengahan 2010 belum ada kemajuan yang signifikan," kata aktivis Forum LSM Aceh itu.

Informasi yang diperoleh KPBS Aceh, proyek kelanjutan pekerjaan section IV telah ditenderkan oleh Perwakilan USAID Indonesia di Banda Aceh pada Februari 2010 namun hingga saat ini belum diumumkan pemenangnya.

"Perwakilan USAID Indonesia, Roy Ventura pernah mengatakan bahwa pemenang tender proyek section IV itu akan diumumkan kepada masyarakat Aceh paling lambat awal Juli 2010, namun hingga saat belum diketahui perusahaan mana yang akan melanjutkan pembangunan jalan itu," katanya.

Dalam surat yang juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR RI, Steering Commite Multi Donor Trust Fund (MDF) Aceh-Nias dan beberapa komponen lainnya mempertanyakan keseriusan atau komitmen USAID dalam pembangunan jalan bantuan rakyat Amerika itu.

Menurutnya, komitmen itu sangat penting bagi masyarakat Aceh, jika USAID tidak mampu mengerjakan pembangunan jembatan dan jalan di section IV agar membuat pernyataan resmi.

"Pernyataan resmi itu penting agar Pemerintah Indonesia mengambil alih pembangunan jalan dan empat unit jembatan," kata TAF Haikal.


http://www.antaraacehinvestment.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=11:kpbs-surati-kedutaan-amerika-terkait-pembangunan-jalan