Kamis, 08 Juli 2010

Didamping Ibundanya, Amrul Tiba di RSUZA

Harian Serambi Indonesia
Thu, Jul 8th 2010, 12:07
* Sang Ayah belum Tertangkap
Utama

BANDA ACEH - Setelah hampir dua hari dirawat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Lhokseumawe, Muhammad Amrul (12), korban dibakar ayahnya, Senin (5/7), karena mengambil uang sang ayah Rp 20 ribu, kemarin diboyong ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh untuk menjalani perawatan lebih intensif.

Amrul yang dibawa dengan ambulance tiba di RSUZA sekira pukul 17.00 WIB. Selain didampingi ibunya Nurlela, keluarga, dan pihak RSUCM Lhokseumawe atas perintah Wali Kota Lhokseumawe, Munir Usman, seusai menjenguk bocah malang tersebut. Amrul juga didampingi sejumlah staf Pemberdayaan Perempuan (PP), Perlindungan Anak (PA), dan Keluarga Sejahtera, Lhokseumawe.

Setiba di RSUZA, Amrul yang tampak di sekujur tubuh telah diolesi obat oleh dokter RSUCM dimasukkan ke Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUZA. Di dalam sebuah kamar ruang IGD RSUZA, luka di badan Amrul dibersihkan dan kembali diolesi obat, selanjutnya diperban. Wartawan yang sudah menunggu di RSUZA hanya diizinkan sebentar untuk mengambil gambar Amrul yang sudah diperban.

Kepala Ruang IGD RSUZA, Murniati mengatakan seluruh badan Amrul sudah diperban untuk mencegah infeksi. Menurutnya, secara kasat mata kondisi Amrul mulai membaik, meski tidak sanggup berbicara. “Secara medis kami belum tahu berapa tingkat luka bakar dialami Amrul, nanti baru tahu ketika sudah ditangani oleh dokter bedah. Dia dirujuk karena di RSUZA ada dokter bedah plastik,” kata Murniati menjawab wartawan.

Hal sama dikatakan dokter umum di RSUCM yang mendampingi Amrul ke RSUZA. Menurutnya, shock berat dialami Amrul sudah terlewati, namun dia tetap dirujuk ke RSUZA karena di rumah sakit Pemerintah Aceh itu memiliki beberapa dokter bedah plastik. “Kami juga menghindari supaya luka bakar itu tidak lengket,” jawabnya.

Terus mengejar
Sementara Kapolres Lhokseumawe AKBP Kukuh Santoso SIK SH melalui Kapolsek Banda Sakti AKP Adi Sofyan SH MH, yang dihubungi Rabu (7/7) menyebutkan, terus mencari pelaku pembakar anak. Sampai kemarin belum diketahui jejaknya, namun pihak kepolisian terus mengejar pelaku, Mahyeddin, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Menurut Kapolres, kemanapun dia lari lambat laun dia akan tertangkap juga, karena itu dia meminta Mahyiddin, supaya lebih baik menyerah saja mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena, melarikan diri itu bukan menyelesaikan masalah, bahkan yang ada memperlambat penyelesaian proses hukum. “Karena itu, kita minta pelaku segera menyerahkan diri,” pinta Kapolres Kukuh Santoso.

Seperti diberitakan sebelumnya, Amrul dibakar ayahnya, Mahyeddin Abubakar (45), nelayan Gampong Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Senin (5/7) sekitar pukul 15.30 WIB. Penyebabnya Muhammad Amrul mengambil uang ayahnya tanpa izin Rp 20 ribu seusai dia menjual ikan hasil tangkapan ayahnya Rp 100 ribu. Sebelum dibakar, murid kelas IV SD itu diikat sang ayah di pohon jambu depan rumah mereka, lalu dia sirami minyak tanah dan disulut dengan api.

Namun, disaat Amrul sudah terbakar, Mahyeddin, bersama tetangganya yang melihat peristiwa itu sempat berusaha memadamkan api dengan menyiram air ke tubuh Amrul. Bahkan ayahnya juga ikut membawa Amrul ke Rumah Sakit PMI Lhokseumawe, sebelum lelaki itu melarikan diri. Kini, Amrul dirawat intensif di RSUZA Banda Aceh, sedangkan ayahnya sudah ditetapkan daftar pencarian orang (DPO) polisi. Atas perbuatannya itu, Mahyeddin diancam hukuman 10 tahun penjara, berdasarkan Pasal 1, 2, dan 4 UU Nomor 2002 tentang Perlindungan Anak.

Panik ekonomi
Seorang pengamat sosial yang juga aktivis LSM di Aceh, TAF Haikal mengatakan, apa yang terjadi di Lhokseumawe, yaitu seorang ayah tega membakar anaknya hanya disebabkan sang anak mengambil uang hasil penjualan ikan sebesar Rp 20.000, bisa juga diartikan sebagai bentuk kepanikan pelaku karena terkait sulitnya ekonomi.

Menurut Haikal, kejadian tersebut tidak bisa dipisahkan dengan persoalan ekonomi yang dihadapi orang tua dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. “Ekonomi semakin sulit ditambah lagi harga kebutuhan hari-hari terus melambung. Dalam kondisi begitu, apa saja bisa terjadi,” ujar Haikal.

Kejadian ini, lanjut Haikal harus bisa menjadi isyarat agar Pemerintah Aceh kembali mengkaji pendekataan atau program-program ekonomi bagi masyarakat lapis bawah yang dilakukan apakah masih tepat atau perlu dilakukan terobosan yang luar biasa. “Tampaknya cara-cara yang biasa belum juga berhasil, tentunya harus ada terobosan yang luar biasa,” demikian Haikal.(sal/ib/nas)

http://www.serambinews.com/news/view/34451/didamping-ibundanya-amrul-tiba-di-rsuza