Rabu, 18 Februari 2009

Pemerintah Harus Awasi Lahan Gambut


Thursday, 19 February 2009 09:21 WIB
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH -Terbakarnya hutan gambut yang terjadi di Aceh Barat dan Aceh Jaya, dikarenakan lemahnya pengawasan pemerintah daerah dalam menjaga kawasan yang dijadikan lahan perkebunan oleh masyarakat.

Menurut Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan, TAF Haikal, "Kebakaran terjadi akibat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit oleh masyarakat. Ini juga dikarenakan lemahnya pemantauan dan koordinasi para dinas terkait," ujarnya kepada wartawan, tadi siang di Banda Aceh.

Kata dia, pembukaan lahan jika tidak ditangani dengan baik sering mengakibatkan kebakaran. Belum lagi wilayah tersebut dalam beberapa pekan terakhir bercuaca panas, sehingga sangat rawan kebakaran. Dia menyebutkan, jika tidak segera ditangani, api bisa semakin meluas.

"Tidak menutup kemungkinan hal yang sama juga akan terjadi di Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Apalagi sebelumnya juga pernah muncul asap tebal di Singkil, tapi kemudian tidak meluas," kata Haikal, sembari meminta instansi terkait untuk meningkatkan pengawasan.

Untuk itu, lanjut dia, Kaukus Pantai Barat Selatan meminta pemerintah segera melakukan langkah-langkah penanganan secara berlanjut dengan perencanaan yang terpadu di seluruh instansi terkait. Khususnya untuk meminimalkan kebakaran yang sedang terjadi dan pencegahan terhadap hal sama yang mungkin terulang lagi ke depan.

Dia juga berharap masyarakat lebih berhati-hati dalam melakukan pembersihan lahan. Haikal meminta masyarakat selalu melakukan koordinasi dengan instansi terkait, jika ingin membuka lahan di wilayah yang rawan kebakaran hutan.

Sementara dari Aceh Barat dilaporkan, sekira 200 Kepala Keluarga (KK) di Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat terpaksa mengungsi akibat kebakaran lahan gambut di wilayah itu. "Kobaran api akibat kebakaran lahan gambut semakin meluas dan mendekati permukiman penduduk sehingga ratusan KK terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman," kata T Syahluna Polem kepada antara di Meulaboh, kemarin.

Menurut Kepala Kantor Pemadam Kebakaran dan Pengelolaan Alat Berat Kabupaten Aceh Barat ini, warga Desa Leuhan untuk sementara mengungsi di lapangan sepakbola yang berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi kebakaran lahan gambut itu.

Kata dia, kebakaran yang menghanguskan hampir 30 hektare lahan gambut di Desa Leuhan itu berhasil dipadamkan sejak tadi malam namun asap tebal masih mengganggu penglihatan. Selain di Kecamatan Johan Pahlawan, kebakaran lahan gambut juga terjadi di Kecamatan Arongan Lambalek dan Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya. "Kami masih berusaha memadamkan kobaran api di dua kecamatan itu," katanya.

Selain mengerahkan armada pemadam kebakaran, pemerintah setempat juga mengerahkan sejumlah alat berat untuk menghambat meluasnya kobaran api. Kebakaran yang terjadi sejak sepekan terakhir di Johan Pahlawan dan Arongan menghanguskan ratusan hektar lahan gambut yang direncanakan menjadi lahan perkebunan..

Disebutkannya, kobaran api di Kecamatan Arongan juga mengancam kawasan hutan dan perkebunan kelapa sawit bantuan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias.
(eko/b05/*)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=68423&Itemid=26

Korban Tsunami Resah Belum Miliki Sertifikat Tanah


By Republika Newsroom
Kamis, 12 Februari 2009 pukul 23:37:00

BLANGPIDIE--Sebanyak 42 Kepala Keluarga (KK) korban tsunami desa Ujung Serangga Padang Baru, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) yang direlokasi ke desa Ladang mengaku resah akibat belum memiliki sertifikat tanah.

"Kami butuh kepastian terhadap tanah yang saat ini kami tempati, agar anak cucu kami tidak terkatung-katung di masa yang mendatang," kata seorang warga korban tsunami, Muntari (51) di Blangpidie, Kamis.

Bencana gempa dan tsunami 2004 lalu mengakibatkan puluhan KK warga desa Ujung Serangga Padang Baru harus direlokasi sebab rumah dan tanah yang mereka tempati dulu telah menjadi bagian dari laut Samudera Hindia dan pembangunan Tempat Pendaratan Ikan (TPI).

Untuk merelokasi korban bencana di wilayah itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat membebaskan sekitar 1,5 Ha lahan di desa tetangganya yang berjarak sekitar tiga kilometer dari desa Ujung Serangga Padang Baru.

Sementara pembangunan rumah bagi korban bencana tersebut dibantu oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat dari Negara Jerman.

"Rumah bantuan LSM Help yang kami tempati sekarang sudah memiliki sertifikat. Kami sangat berharap Pemkab juga memberikan kepastian hukum terhadap tanah yang telah dibangun rumah itu," katanya.

Sementara mantan Asisten Satker Perumahan dan pemukiman Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias Kabupaten ABDYA, Fadli Ali mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan tanah yang dialami korban bencana Pemkab harus "duduk" bersama.

"Solusinya mereka harus melakukan musyawarah terkait masalah kepemilikan tanah ini. Biar ada kejelasan dan status hukum sehingga mereka lebih tenang dalam menjalani kehidupan," katanya.

Menurutnya, status tanah yang ditempati warga di pisisir pantai Bali Kecamatan Susoh itu masih hak pakai. Ia juga mengaku sering didatangi warga mempertanyakan masalah kepemilikan tanah tersebut.

Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal minta BRR dan Pemerintah memberi kepastian hukum terhadap lahan yang didirikan rumah korban bencana, baik yang dibangun Non Goverment Organitation (NGO) maupun yang dibangun BRR.

"Semua korban tsunami yang direlokasi menanti kepastian hukum terhadap lahan yang mereka tempati. Kami berharap BRR dan Pemkab segera menyelesaikan masalah ini sebelum berakhirnya masa tugas April 2009," katanya. ant/pt


http://www.republika.co.id/berita/31250/Korban_Tsunami_Resah_Belum_Miliki_Sertifikat_Tanah

Haikal : Lemah Pengawasan Hutan di Aceh Barat

Junaidi | The Globe Journal

Banda Aceh – Terbakarnya hutan gambut yang terjadi di Aceh Barat dan Aceh Jaya yang sudah terjadi semenjak sepekan terakhir dan hingga saat ini belum bisa ditangani, hal ini terjadi akibat lemahnya pengawasan pemerintah daerah dalam menjaga kawasan yang dijadikan lahan perkebunan oleh masyarakat. "Kebakaran hutan di lahan gambut tersebut terjadi akibat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit oleh masyarakat. Ini juga dikarenakan lemahnya pemantauan dan koordinasi para dinas terkait," ujar Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan, TAF Haikal kepada wartawan, Rabu (18/2).



Menurutnya, pembukaan lahan jika tidak ditangani dengan baik sering mengakibatkan kebakaran, belum lagi wilayah tersebut dalam beberapa pekan terakhir bercuaca panas, sehingga sangat rawan kebakaran. Haikal menyebut, jika tidak segera ditangani, api bisa semakin meluas. Dan tidak menutup kemungkinan hal yang sama juga akan terjadi di Aceh Selatan dan Aceh Singkil. "Sebelumnya juga pernah muncul asap tebal di Singkil, tapi kemudian tidak meluas," ujarnya.



Untuk itu, Kaukus Pantai Barat Selatan meminta pemerintah segera melakukan langkah-langkah penanganan secara berlanjut dengan perencanaan yang terpadu di seluruh instansi terkait. Khususnya untuk meminimalkan kebakaran yang sedang terjadi dan pencegahan terhadap hal sama yang mungkin terulang lagi ke depan.



Dia berharap masyarakat lebih berhati-hati dalam melakukan pembersihan lahan. Haikal meminta masyarakat selalu melakukan koordinasi dengan instansi terkait, jika ingin membuka lahan di wilayah yang rawan kebakaran hutan.[003]

http://www.tgj.co.id/detilberita.php?id=1686

Jumat, 13 Februari 2009

Pemerintah diminta realisasikan jalan Kuala Baru-Buluhseuma

Sunday, 08 February 2009 21:22 WIB
WASPADA ONLINE

ACEH SINGKIL - Warga yang berdomisili di kecamatan Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) meminta pemerintah untuk segera merealisasikam peningkatan jalan Kuala Baru-Buluhseuma.

"Untuk membebaskan kami dari keterisolasian, Pemerintah harus segera membangun jalan Kuala Baru-Buluh Seuma," kata tokoh masyarakat Kuala Baru, Anwar (45) di Aceh Singkil, tadi malam.

Kecamatan Kuala Baru memiliki empat desa yakni desa Kuala Baru Laut, Kuala Baru Sungai, Suka Jaya dan desa Kayu Menang dengan jumlah penduduk mencapai 640 Kepala Keluarga (KK) atau 2.650 jiwa.

Untuk menuju ke daerah yang berjarak sekira 20 Km dari pusat ibukota Kabupaten Aceh Singkil harus mengarungi sungai Singkil dan rawa Singkil dengan menggunakan perahu bermesin (robin) yang waktu tempuhnya antara 30-45 menit.

Menurut dia, sebelum Aceh Singkil dimekarkan dari Kabupaten induk Aceh Selatan, ruas jalan yang menghubungkan kedua daerah itu pernah ditingkatkan dari jalan setapak menjadi pengerasan.

Konflik bersenjata yang terjadi di Aceh menyebabkan ruas jalan yang telah dibangun itu kembali ditumbuhi ilalang dan pepohonan serta sembilan unit jembatan juga mengalami kerusakan akibat tidak adanya perawatan.

Juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal juga mengharapkan pemerintah segera merealisaikan peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kuala Baru kabupaten Aceh Singkil dengan Buluh Seuma Kabupaten Aceh Selatan sepanjang 18 km.

"Untuk memerdekakan ribuan jiwa warga di Kuala Baru dari keterisolasian selama puluhan tahun, Pemerintah harus membangun kembali jalan yang sempat terhenti akibat konflik bersenjata di Aceh itu," kata Haikal.
(amr/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=66332&Itemid=26

Selasa, 03 Februari 2009

Ratusan Keluarga di Aceh Singkil Terisolasi

Senin, 2 Februari 2009 | 12:46 WIB | Kategori: Berita Terkini, Sumatera | ShareThis

ACEH SINGKIL | SURYA Online - Sebanyak 640 keluarga atau sekitar 2.650 jiwa warga Kecamatan Kuala Baru, Kabupaten Aceh Singkil, yang berdomisili di empat desa masih terisolir akibat ketiadaan prasarana perhubungan darat.

“Masyarakat Kuala Baru sudah lama mengharapkan dibangunnya jalan yang dapat membuka keterisolasian wilayah yang berbatas dengan Kemukiman Buluh Seuma, Aceh Selatan,” kata juru bicara Kaukus Pantai Barat (KPBS) TAF Haikal di Aceh Singkil, Senin (2/2/2009).

Kehidupan masyarakat di empat desa yakni desa Kuala Baru Laut, Kuala Baru Sungai, Suka Jaya dan desa Kayu Menang sangat memprihatinkan akibat mahalnya harga barang, kurangnya akses kesehatan dan sulitnya memasarkan hasil bumi.

Satu-satunya prasarana transportasi menuju ke daerah yang berjarak sekitar 20 km dari ibukota Kabupaten Aceh Singkil ITU harus mengarungi sungai Singkil dan rawa Singkil dengan mengunakan robin (perahu bermesin) dengan waktu tempuh antara 30-45 menit.

Menurut Haikal, untuk membuka keterisolasian daerah yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian nelayan dan perajin tenunan itu, harus dibangun jalan yang menghubungkan Kuala Baru dengan Buluh Seuma sepanjang 18 km.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Demokrasi Untuk Negeri (DaUN) Kabupaten Aceh Singkil Yulihardi mengatakan, jalan setapak yang menghubungkan Kuala Baru dengan Buluh Seuma sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda.

Ruas jalan setapak di sepanjang pesisir pantai Samudera Hindia itu telah ditingkatkan menjadi jalan perkerasan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan ketika Aceh Singkil belum dimekarkan. Akan tetapi konflik bersenjata yang berkecamuk sejak 1998 menyebabkan ruas jalan yang telah dibangun itu kembali ditumbuhi pepohonan dan sembilan unit jembatan menjadi rusak akibat tidak adanya perawatan.

Menurut Yulihardin, Pemkab Aceh Singkil telah memprogramkan pembersihan kembali ruas jalan yang telah ditutupi pepohonan itu, namun terkendala surat dari Menteri Kehutanan, MS Kaban yang melarang peningkatan ruas jalan itu karena dianggap berada dalam kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil.

“Surat bernomor S. 261/Menhut-IV/2006 Tanggal 21 April 2006 tentang penghentian pembukaan jalan di SM Rawa Singkil yang ditujukan kepada Bupati Aceh Singkil dan Bupati Aceh Selatan menjadi hambatan program ini,” kata Yulihardin.

Ia berharap kepada Menhut agar meninjau kembali keputusan penghentian pembangunan jalan tersebut sehingga ke-640 KK penduduk di kecamatan itu dapat meningkatkan kesejahteraannya. “Kalau jalan Kuala Baru-Buluh Seuma dapat terealisasi, itu merupakan salah satu bukti bahwa pemerintah benar-benar bertekad membebaskan masyarakat terpencil dari keterisolasian,” katanya. (ant)

http://www.surya.co.id/2009/02/02/ratusan-keluarga-di-aceh-singklik-terisolasi/