Sabtu, 23 April 2011

Jelang Pilkada, Baliho Bergambar Irwandi Yusuf Makin Marak


Banda Aceh, (Analisa)
Menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2011 di Aceh, billboard, baliho, spanduk dan berbagai media luar ruang yang bergambar Gubernur Irwandi Yusuf marak muncul di berbagai tempat strategis.

Promosi yang dilakukan terhadap Irwandi yang sudah menyatakan maju lagi sebagai calon gubernur makin gencar dilakukan oleh pihak-pihak tertentu setiap ada event maupun sosialisasi keberhasilan program Pemerintah Aceh seperti Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=93072:jelang-pilkada-baliho-bergambar-irwandi-yusuf-makin-marak&catid=983:21-april-2011&Itemid=215
Anehnya, gambar yang terpasang pada layar baliho hanya Irwandi saja. Padahal, JKA itu merupakan program kerja pasangan Gubernur Irwandi Yusuf dan wakilnya, Muhammad Nazar yang telah dijanjikan dalam visi misi mereka saat berkampanye dulu. Tidak adanya gambar Muhammad Nazar ditenggarai karena Nazar bakal jadi saingannya pada Pemilukada nanti.

Seperti baliho bergambar Gubernur Aceh (Incumbent) Irwandi Yusuf dengan pakaian adat Aceh pada Billboard even "Aceh Fair 2011" yang terpampang di depan Kantor Gubernur Aceh. Banyak kalangan menilai, beragam even dan kegiatan dimanfaatkan Irwandi sebagai ajang kampanye terselubung, dan terkesan curi start untuk mencari simpati publik.

"Baliho bergambar Gubernur Aceh, Irwandi terkesan sebagai upaya mencuri start kampanye jelang Pemilukada Aceh pada 2012 mendatang. Irwandi sudah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan politiknya," ujar pengamat politik dan pemerintahan di Aceh, TAF Haikal, Rabu (20/4).

Akses Lebih

Menurutnya, sebagai gubernur yang akan mencalonkan kembali (incumbent), Irwandi tentu memiliki akses lebih banyak untuk bersosialisasi kepada masyarakat ketimbang calon lain. Irwandi bisa memasang gambar dirinya pada spanduk, baliho, atau alat peraga lainnya dengan embel-embel imbauan Gubernur Aceh kepada masyarakat. Padahal, sebelumnya, Irwandi kurang suka mempublikasi diri.

Pemasangan baliho bergambar Gubernur Aceh tanpa didampingi wakilnya, didinilai berlebihan dan sebagai upaya pencitraan. "Pemasangan baliho Irwandi yang tanpa menyertakan wakilnya di beberapa tempat di Jakarta tentu mempunyai tujuan tertentu, termasuk kampanye terselubung. Pasti ada tujuan ke arah situ (kampanye Pemilukada) dalam kondisi menjelang Pemilukada 2011," jelas Haikal yang juga Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh.

Terkait foto Irwandi seorang diri, kata Haikal, juga menarik untuk dipertanyakan sejauh ini bagaimana hubungan antara gubernur dengan wakilnya, Muhammad Nazar. "Itu pertanyaan menarik. Artinya orang akan bertanya-tanya apakah Irwandi dengan Nazar sudah pecah kongsi karena maju sendiri-sendiri dalam Pilkada mendatang," paparnya.

Sementara aktivis anti korupsi Aceh, T Neta Firdaus, SE, beranggapan bahwa munculnya baliho yang hanya menampilkan Irwandi seorang diri tanpa melibatkan Nazar menimbulkan kesan di publik bahwa mereka sudah tidak lagi harmonis. "Baliho itu multitafsir. Publik bisa saja beranggapan kalau komunikasi mereka sudah retak. Jadi jangan salahkan publik kalau memiliki persepsi seperti itu," katanya.

Karena itu, Neta berharap keduanya agar tetap harmonis hingga masa jabatan berakhir. Jangan sampai, kegiatan yang dilakukan keduanya menimbulkan persepsi publik sebagai upaya untuk berebut simpati masyarakat Aceh."Semakin banyaknya baliho Irwandi yang tampil sendirian tanpa menampilkan Nazar, akan semakin menguatkan persepsi masyarakat kalau mereka sudah bercerai secara politik," tukasnya.

Namun, kabar itu tidak dibenarkan Nazar. Saat dikonfirmasi, Nazar mengaku hubungannya dengan Irwandi masih terjalin seperti biasa. Tetapi, Nazar hanya berbicara singkat seakan membenarkan kabar miring tersebut. "Komunikasi kami biasa. Dia gubernur dan saya wakilnya," tukasnya.

Ditanyakan bagaimana perasaan Nazar saat dirinya tidak ditampilkan dalam baliho sosialisasi pemerintah Aceh seperti JKA, ia menyatakan, "Tidak masalah buat saya. Tidak apa-apa kalau ia mau dipasang sendirian. Biarkan sajalah," ujar Nazar. (mhd)

Rabu, 20 April 2011

Investasi Terhambat akibat Kebijakan dan Infrastruktur

Aceh Bisnis Hari ini Pkl. 06:38 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Untuk mengembangkan investasi di kawasan pantai barat – selatan Aceh, pemerintah harus melakukan pemetaan sektor-sektor yang bakal dikembangkan, jangan hanya bertumpu pada sektor pertambangan sementara sektor lain yang lebih potensial justru terabaikan.
“Ketidakpastian masa depan dalam berinvestasi di Aceh maupun di bagian pantai barat - selatan tergantung kebijakan. Kebijakan yang sering berubah menjadi faktor terhambatnya perkembangan investasi di bidang industri, padahal dalam mengembangkan usahanya investor selalu berupaya menghindari resiko,” kata Juru Bicara Kaukus Pantai Barat - Selatan, TAF Haikal, kepada MedanBisnis, Selasa (19/4).

Menurut Haikal, masyarakat kawasan pantai barat – selatan menyambut baik dan mendukung rencana pengusaha Thailand yang akan membangun pabrik tapioka senilai US$ 10 juta dengan luas lahan 5.000 hektar di daerah tersebut.

“Pastinya dengan kehadiran pabrik tersebut bukan hanya investornya saja yang untung, juga dapat menambah pendapatan daerah sekaligus membantu meminimalisir tingkat pengangguran karena penyerapan tenaga kerja akan lebih banyak,” kata Haikal.

Apalagi Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang banyak, maka mengembangkan industri di kawasan itu tidaklah begitu sulit.

“Tetapi harus memiliki rencana kerja yang tetap. Kemudian didukung kebijakan pemerintah yang pro kepada pengusaha yang terus berlaku selama dalam kurun waktu 10 hingga 20 tahun ke depan,” ujarnya.

Menurutnya, selain kebijakan yang tidak berubah, pemerintah juga harus menetapkan industri apa saja yang cocok untuk investasi untuk kawasan pantai barat – selatan. Dan pemerintah perlu memberikan insentif kepada pengusaha yakni dalam kemudahan izin, pembebasan bea masuk dan pajak hingga pinjaman dari perbankan yang rendah.

Haikal juga mengharapkan agar kebiasaan lama dihilangkan, seperti kurangnya kebijakan pemerintah propinsi dan kabupaten untuk memotivasi dan mendorong dunia usaha untuk berinvestasi.

“Seperti masalah perizinan, insentif yang berhubungan dengan bunga kredit khusus, infrastruktur dan energi serta kepastian hukum yang belum tersedia diberikan pemerintah kepada pengusaha,” paparnya.

Terkait kondisi lapangan dan masalah izin, Haikal mengatakan, itu merupakan masalah tersendiri. “Memang pemerintah ada melakukan perubahan, tapi aplikasi dan pengawasannya tidak ada sehingga ini tidak berlaku. Bahkan masih banyak kendala yang terjadi di lapangan seperti adanya pungutan liar, pajak tidak resmi dan juga pengurusan izin yang lama,” ujar Haikal.
(ht anwar ibr riwat)


http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/04/20/29984/investasi_terhambat_akibat_kebijakan_dan_infrastruktur/

Pemprop Aceh Abaikan Pembangunan Pesisir Barat-Selatan

Aceh Bisnis Senin, 18 Apr 2011 06:40 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Jurubicara Kaukus Pantai Barat-Selatan, TAF Haikal, menilai Pemerintah Propinsi (Pemprop) Aceh terkesan diskriminatif dan membiarkan Daerah Pesisir Barat Selatan tertinggal. Sikap demikian dan adanya unsur pembiaran untuk memarginalkan wilayah tersebut.
“Indikator ini terlihat jelas, misalnya dari pembangunan infrastruktur antara kawasan pantai timur- utara jauh lebih maju dibandingkan dengan kawasan pantai barat-selatan. Salah satu alasannya mungkin karena jarak tempuh dan Medan yang sulit untuk menuju ke kawasan ini,” kata Haikal kepada MedanBisnis, Minggu (17/4).

Sikap tidak berkeadilan itu, kata Haikal, bukan terjadi saat ini saja. Pada kepemimpinan gubernur sebelumnya, atensi pemerintah propinsi juga sangat kurang sehingga kawasan pantai barat-selatan jauh tertinggal, baik dari sisi infrastruktur jalan, irigasi, jembatan maupun fasilitas umum lainnya.

Penyebabnya, karena perencanaan pembangunan tidak dilakukan dengan baik dan Pemprop Aceh tidak melakukan pendekatan ekonomi. “Misalnya sektor apa saja yang hendak didorong di pantai barat-selatan tidak pernah jelas, sehingga kondisi yang sudah tertinggal menjadi semakin tertinggal,” sambungnya.

Begitu juga dengan infrastruktur jalan, misalnya Jalan Calang ke Meulaboh dan wilayah selatan sampai saat ini belum selesai. “Terlepas dari persoalan sudah diselesaikannya sebagian, tapi itu kan jadi polemik yang panjang, sampai kemudian bantuan itu pernah dihentikan sementara,” kata Haikal. Bahkan itu juga membuktikan bahwa Pemprop Aceh tidak serius dan tidak tekun, serta sangat terkesan adanya unsur pembiaran.

“Belum lagi bila dilihat dengan kondisi kekinian, sekarang bukan hanya keterlambatan pembangunan, tapi bagaimana cara mencari solusi alternatif. Nah, itu bisa dengan perencanaan bersama atau melakukan pendekatan pembangunan serta mendorong percepatan ekonomi dengan melihat sektor atau isu apa yang akan digarap,” jelasnya.

Karena itu, alasan jarak tempuh yang sering diungkapkan bukan merupakan alasan yang rasional dan kuat bagi pemerintah untuk tidak membangun infrastruktur serta prasarana umum lainnya di delapan kabupaten yang ada di wilayah pantai barat-selatan.

“Dulu kita pernah terisolir, masih menggunakan rakit, akibat kondisi jalan sehingga waktu tempuh dari ibukota propinsi semakin lama. Kemudian sangat berpengaruh terhadap lalulalang transportasi dan mobilitas penduduk di dalam mendorong percepatan ekonomi atau percepatan pembangunannya,” ujarnya.

Tetapi terakhir, kawasan ini sempat terbebas dari rakit hingga kemudian jalan hancur karena tsunami. Jalan mulai dari Banda Aceh sampai ke Aceh Jaya nyaris putus, dan di sepanjang jalan pantai barat-selatan hancur total.

Tetapi pasca tsunami harapan masyarakat kawasan ini kembali kandas, karena dari tahun ke tahun dan sampai hari ini Pemprop belum juga serius membangun infrastruktur yang rusak. Atau paling tidak, ada upaya bagaimana mendorong ketertinggalan dan keterlambatan pembangunan yang terjadi di kawasan barat-selatan.

Kalau alasannya otonomi, sehingga pembangunan daerah merupakan tanggung jawab bupati/walikota, menurut Haikal tidak masalah. Sebab dalam perencanaan regional itu keterlibatan gubernur juga tidak dilarang, apalagi langkah tersebut bisa mendekatan antara Pemprop dan kabupaten.

“Mungkin dengan campur tangan gubernur itu bisa membuat keegoan para bupati atau walikota bisa berkurang. Dan tugas mengkoordinasikan itu ada pada gubernur,” katanya.

Menyikapi pernyataan Kaukus Barat–Selatan itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf melalui Kepala Biro Hukum dan Humas Ir Makmur Ibrahim, mengatakan pemerintah tidak pernah membeda-bedakan pembangunan antara satu daerah dengan daerah lainnya. (ht anwar ibr riwat)

Apalagi selama pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi, justru memfokuskan pembangunan ke daerah-daerah pedesaan.

“Sekarang semua pembangunan diarahkan ke desa dan langsung menyentuh kepentingan rakyat, seperti Jaminan Kesehatan Aceh, BNPM, ADG, BPPG, jalan dan membangun irigasi. Semua program ini juga berlaku bagi masyarakat di wilayah barat-selatan,” kata Makmur.


http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/04/18/29598/pemprop_aceh_abaikan_pembangunan_pesisir_barat-selatan/

Pakar Hukum Usulkan Badan Pengawas DPRA

Fri, Apr 15th 2011, 10:03
BANDA ACEH - Keterlambatan pengesahan RAPBA yang kembali terulang pada tahun 2011 ini, sepertinya mulai berdampak pada timbulnya ketidakpercayaan publik terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh. Kalangan pakar hukum pun mengusulkan pembentukan satu badan yang bertugas mengawasi kinerja para anggota legislatif di Aceh.

Usulan tersebut dicetuskan pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Mawardi Ismail SH MHum, ketika tampil sebagai pembicara dalam seminar ‘Implikasi Hukum, Politik, dan Ekonomi Pengesahan APBA’, di Fakultas Hukum Unsyiah, Banda Aceh, Kamis (14/4). Seminar yang dimoderatori Saifuddin Bantasyam SH itu, juga menampilkan pakar ekonomi Unsyiah, Dr Islahuddin.

Mawardi Ismail menilai kinerja DPRA masih banyak kekurangan. Salah satunya adalah molornya pengesahan RAPBA 2011, yang membuat Aceh terancam penalti dan menjadi sorotan di tingkat nasional. Karenanya, kata Mawardi, Aceh perlu membentuk lembaga khusus untuk mengawasi agar kinerja DPRA bisa maksimal.

“Kalau kinerja eksekutif ada DPRA yang mengawasi. Tapi kalau kinerja DPRA tidak ada lembaga resmi yang mengawasi. Karena itu, perlu dibentuk badan pengawasan kinerja DPRA. Mungkin dari LSM, sebelum ada lembaga yang dibentuk pemerintah,” kata Mawardi.

Menurutnya, lembaga pengawasan kinerja dewan bukanlah hal baru di Indonesia. Lembaga pengawas DPR di daerah ini sudah dipraktekkan di DPRD DKI Jakarta. Lembaga ini, kata Mawardi, diperlukan karena umumnya manusia sulit mengakui kesalahannya, termasuk anggota DPRA.

“Jadi dengan ada badan pengawasan sudah ada yang memberi tahu kekurangan untuk perbaikan. Seperti pengesahan RAPBA 2011, semestinya setiap 1 Desember, lewat sedikit masih bisa ditolerir, tapi jika sudah kelewatan, mengganggu semua tahapan selanjutnya yang merugikan. Seperti berita baru-baru ini, guru di daerah ada yang sudah beberapa bulan belum terima gaji karena belum disahkannya RAPBA,” ujar Mawardi.

Mawardi juga menyambut baik usulan salah satu peserta diskusi, Taf Haikal. Dia menyarankan untuk memperbaiki kinerja DPRA, khususnya mengenai pengesahan RAPBA yang selalu terlambat sehingga terkena potongan dana dari pemerintah pusat, agar di Unsyiah dibuat unit konsultasi keuangan daerah. Efek lain karena keterlambatan pengesahan RAPBA 2011 juga disampaikan pakar Ekonomi Unsyiah Islahuddin.(sal)


http://aceh.tribunnews.com/news/printit/54076

Jumat, 08 April 2011

Evaluasi Izin Tambang di Aceh


Oleh Master Sihotang on Apr 6th, 2011
BANDA ACEH: Pemerintah provinsi Aceh diminta untuk mengevaluasi izin pertambangan yang telah dikeluarkan, agar tidak menimbulkan permasalahan di masa yang akan datang.

“Pemerintah jangan menganggap sepele persoalan ini, mereka harus segera melakukan evaluasi dan menata ulang izin pertambangan agar tidak menjadi permasalahan dimasa yang akan datang,” kata Juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal di Banda Aceh, Rabu 6 April 2011.

Permasalahan yang dipastikan akan muncul akibat pertambangan adalah bencana alam dan berbagai efek negatif akibat eksploitasi hasil bumi itu.

Saat ini Pemerintah Aceh dinilai sangat mudah memberikan izin eksplorasi dan eksploitasi kepada perusahan pertambangan tanpa memikirkan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

“Untuk mendapatkan izin pertambangan di Aceh saya dengar sangat mudah, kondisi ini dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan,” kata mantan Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh itu.

Menurutnya, jika pertambangan ini tidak terkoordinir dengan baik maka di masa yang akan datang Pemerintah juga harus menganggarkan dana yang sangat besar untuk mengembalikan kondisi lingkungan terutama di kawasan eksploitasi.

Ia mencontohkan negara Kanada yang sudah puluhan tahun menganggarkan dana untuk rehabilitasi kawasan bekas tambang yang hingga saat ini belum menunjukan hasil yang diharapkan.

Aktivis kemanusiaan dan lingkungan itu juga minta Pemerintah membentuk tim khusus dari berbagai komponen untuk melakukan monitoring atau pengawasan terhadap perusahan yang telah memiliki izin eksplorasi dan eksploitasi.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh juga mengkritisi rencana pemerintah Aceh menjadikan sektor tambang sebagai basis pembangunan yang disampaikan Gubernur Irwandi Yusuf pada pembukaan Musyawarah Rencana Pembangunan di Kota Banda Aceh, Selasa (5/4).

“Menjadikan sektor tambang sebagai basis pembangunan merupakan hal yang keliru dalam menyejahterakan rakyat, sudah banyak terjadi konflik sosial, hutan dan lahan perkebunan rusak akibat pertambangan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh T Muhammad Zulfikar. (ant)


http://www.bisnis-sumatra.com/index.php/2011/04/evaluasi-izin-tambang-di-aceh/

Selasa, 05 April 2011

Pemerintah Dinilai Tak Mampu Atasi Pencurian Baut Jembatan


Aceh Bisnis Sabtu, 02 Apr 2011 07:10 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Pemerintah Aceh dinilai tidak mampu mengatasi pencurian baut jembatan, sehingga berdampak terganggunya pembangunan ruas jalan Banda Aceh - Calang yang didanai lembaga bantuan Amerika Serikat (USAID).
“Sesuatu yang mustahil jika aksi pencurian di kawasan Lambeuso itu tidak bisa diatasi oleh pemerintah. Kalau itu dibiarkan, maka dikhawatirkan penyelesaian pembangunan ruas jalan tersebut tidak tepat waktu,” kata Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal di Banda Aceh, Jumat (1/4).

Hal tersebut disampaikan menanggapi maraknya pencurian besi dan baut jembatan di kawasan Lambeuso, Kecamatan Jaya Lamno, Kabupaten Aceh Jaya.

Apalagi, katanya, penyelesaian pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Calang, ibukota Kabupaten Aceh Jaya sangat tergantung rampungnya jembatan Lambeuso, sekitar 80 km arah barat Kota Banda Aceh.

Ia menyebutkan, masalah hilangnya material jembatan Lambeuso itu sudah berulang kali sehingga menjadi salah satu hambatan terlambatnya pembangunan ruas jalan yang hancur diterjang tsunami, 26 Desember 2004.

Untuk itu, tokoh muda pantai barat dan selatan Propinsi Aceh meminta komitmen serius pemerintah dan aparat kepolisian guna melindungi kelanjutan pekerjaan jembatan Lambeuso tersebut.
“Ada dugaan bahwa pencurian material jembatan itu sebagai salah satu bentuk ‘intimidasi’ agar pembangunan ruas jalan tersebut tidak berjalan mulus, selain ada pihak tidak menginginkan selesainya infrastruktur publik yang menghubungkan pesisir barat selatan Aceh ke Banda Aceh,” kata dia.

Oleh karenanya, ia berharap komitmen serius dari pemerintah dan aparat kepolisian untuk memberi perlindungan, sehingga pihak donor dan kontraktor bisa bekerja optimal menyelesaikan pembangunan ruas jalan itu. (ant)



http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/04/02/26896/pemerintah_dinilai_tak_mampu_atasi_pencurian_baut_jembatan/