Kamis, 11 Februari 2010

Provinsi Setengah Hati

Terkait ‘Menganaktirikan’ Daerah Tengah dan Barat Selatan

Kamis, 11 Februari 2010 | 10:57
Banda Aceh-Terkait anggapan ‘menganaktirikan’ daerah Tengah dan Barat Selatan Aceh, Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh TAF Haikal, angkat bicara. TAF Haikal menilai pembagian ‘porsi’ dana otonomi khusus dan migas ke kawasan Barat Selatan, provinsi masih setengah hati.

“Semuanya jelas. Dana otonomi khusus yang selama ini dialokasikan memang sudah sangat jelas mekanisme pembagian dan pengalokasian. hal ini bukan merupakan kebijakan sepihak dari pemerintah Aceh, tapi lebih pada melaksanakan kebijakan yang sudah ada sebagaimana diatur dalam Qanun aceh tersebut, ” kata Jubir KPBS, TAF Haikal kepada wartawan, Rabu (10/2) di Banda Aceh.

Sekali lagi, ia menilai pendapat gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang menampik ‘penganaktirian’ kawasan, itu tidak benar dan pihaknya berbeda 180 derajat dengan apa yang dikatakan gubernur itu. Menurutnya, ketentuan pembagianitu, diatur didalam Qanun No 2 Tahun 2008 tentang tata cara pengalokasian tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi dan penggunaan dana otonomi khusus.

Dalam qanun tersebut sudah mengatur secara jelas porsi dari suatu daerah dengan menggunakan indikator jumlah penduduk, luas wilayah indeks kemiskinan.
Kedua, ujarnya, pihaknya melihat keberpihakan pemerintah provinsi, maka yang harus diperhatikan adalah apakah alokasi dari APBA murni sudah dialokasikan untuk program dan kegiatan bagi wilayah Pantai Barat Selatan.

Justeru dalam APBA murni inilah wilayah “pertaruhan” untuk melihat komitmen pemerintah Aceh dalam upaya mengurangi GAP atau ketertinggalan pembangunan di Aceh.
Dari RAPBA sebesar Rp 6,9 triliun sebesar Rp 3,9 triliun bersumber dari dana otonomi khusus, sisanya Rp 3 triliun APBA murni inilah seharusnya Pemerintah Aceh punya keberpihakan yang konkrit.

Jadi memang sangat naif jika kita hanya melihat pengalokasian dana otonomi khusus. Ketiga: pihaknya menganggap perlu upaya mendorong dibentuknya unit dan institusi yang bersifat ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menjamin pelaksanaan pembangunan daerah khususnya pengelolaan dana otsus dan Tambahan Bagi Hasil Migas.

Disamping itu, diperlukan juga komite-komite khusus untuk mempercepat upaya mengurangi gap pembangunan tersebut, misalnya komite Pantai Barat Selatan, komite kawasan Tengah Tenggara dan Komite Kawasan Timur-Utara. (ian)


http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=15374&tit=Berita%20Utama%20-%20Provinsi%20Setengah%20Hati

Perlu unit khusus pantau pengelolaan dana Otsus

Thursday, 11 February 2010 18:41
Warta - Aceh
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Pemerintah Provinsi Aceh perlu membentuk unit khusus bersifat sementara (ad hoc), yang berfungsi untuk menjamin pengelolaan dana otonomi khusus (otsus) ,dan tambahan bagi hasil minyak dan gas (migas).

"Kami mendorong dibentuknya unit sementara karena institusi itu penting guna mengawal perencanaan terintegrasi dan menciptakan mekanisme pengawasan serta monitoring pembangunan yang sumber dananya dari otsus dan migas," kata aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), TAF Haikal, di Banda Aceh, tadi sore.

Untuk mengefektifkan institusi sementara tersebut, maka keberadaannya harus dibawah Badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda). "Keberadaan institusi sementara itu dibawah Bappeda bertujuan untuk memudahkan koordinasi, dan sinkronisasi perencanaan pembangunan," tambahnya.

Selain itu, untuk memantau pengelolaan dana otsus dan migas, maka diperlukan juga komite khusus guna mempercepat upaya mengurangi jurang pemisah pembangunan antara kawasan pesisir timur-utara, pantai barat-selatan, dan wilayah tengah-tenggara Aceh.

Menurutnya, penanganan pembangunan wilayah-wilayah tertinggal sejak dulu sebenarnya sudah dilakukan, misalnya bagaimana pemerintah pusat terhadap Aceh dengan memberikan perlakukan khusus.

"Dengan perlakuan Pemerintah pusat terhadap Aceh itu, maka ketertinggalan pembangunannya dari provinsi lain dapat terkejar. Karena itu seharusnya Pemerintah Aceh memberlakukan sistem tersebut terhadap kabupaten/kota di daerah ini yang masih tertinggal," katanya.

Jika pemerintah Aceh tidak memberi perhatian dan menangani secara khusus terhadap pembangunan kawasan tertinggal, maka ia berpendapat bahwa kawasan pantai barat-selatan masih dipandang sebelah mata dibanding kabupaten/kota lain, yang sudah maju.

Apalagi, sebutnya, dalam Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Aceh (RAPBA) 2010 mencapai sekitar Rp6,9 triliun. "RAPBA yang relatif besar itu seharusnya pemerintah Aceh dapat memberi perhatian khusus bagi percepatan pembangunan daerah tertinggal, khususnya pantai barat, dan selatan Aceh," katanya.

Editor: SATRIADI TANJUNG
(dat01/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89183:perlu-unit-khusus-pantau-pengelolaan-dana-otsus&catid=13:aceh&Itemid=26

Dana Otsus bukan indikator pemerataan pembangunan Aceh

Thursday, 11 February 2010 17:39
Warta - Aceh
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Pemerintah Aceh diminta tidak menjadikan alokasi dana otonomi khusus (otsus), serta bagi hasil minyak, dan gas (migas) untuk kabupaten/kota sebagai indikator adanya pemerataan pembangunan di provinsi itu.

"Alokasi dana otsus dan bagi hasil migas untuk kabupaten/kota sesuai mekanismenya. Jadi itu bukan sebuah indikator pemerintah Aceh sudah melakukan pemerataan, dan berpihak ke daerah tertinggal," kata, TAF Haikal, di Banda Aceh, tadi sore.

Hal itu dikemukakannya menanggapi pernyataan gubernur, Irwandi Yusuf, yang mengatakan, bahwa pembangunan wilayah pantai barat, dan selatan Aceh tidak dianaktirikan.

Juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) itu, menyatakan, pernyataan gubernur tersebut keliru, sebab pengalokasian dana otsus untuk kabupaten/kota telah diatur dalam Qanun (Perda) No 2 Tahun 2008 tentang tata cara pengalokasian tambahan dana bagi hasil migas, dan penggunaan dana otsus.

"Dalam qanun tersebut mengatur secara jelas porsi dari suatu daerah dengan menggunakan indikator jumlah penduduk, luas wilayah indeks kemiskinan, dan lain-lain.Jadi hal itu bukan kebijakan sepihak pemerintah Aceh, tapi melaksanakan kebijakan yang sudah diatur dalam Qanun Aceh tersebut," tambahnya.

Karenanya, katanya, untuk melihat keberpihakan Pemerintah Aceh maka yang harus diperhatikan adalah apakah alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) murni sudah diperhatikan untuk program dan kegiatan bagi wilayah pantai barat dan selatan Aceh.

"Justru dalam APBA murni wilayah 'pertaruhan' untuk melihat komitmen pemerintah Aceh dalam upaya mengurangi jurang pemisah atau ketertinggalan pembangunan di Aceh," tambahnya.

Dari RAPBA 2010 sebesar Rp6,9 triluan, senilai sekitar Rp3,9 triliun diantaranya sumber dananya dari otsus, dan Rp3 triliun adalah APBA murni.

"Artinya, sumber dana APBA murni itulah seharusnya Pemerintah Aceh punya keberpihakan yang kongkrit untuk membangun wilayah pantai barat dan selatan Aceh yang tertinggal dibanding kabupaten/kota lain di provinsi ini," jelasnya.

Editor: SATRIADI TANJUNG
(dat01/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89178:dana-otsus-bukan-indikator-pemerataan-pembangunan-aceh&catid=13:aceh&Itemid=26

USAID diharapkan selesaikan pembangunan jalan

Wednesday, 03 February 2010 16:05
Warta - Aceh
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengharapkan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) berkomitmen menyelesaikan pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Calang (Aceh Jaya) bisa direalisasikan.

"Kiranya ruas jalan yang tinggal beberapa kilometer lagi bisa, dan tuntas hingga akhir 2010,” harap wakil ketua DPRA, Sulaiman Abda, sore ini.

Dijelaskan, saat ini sepanjang 13 kilometer ruas jalan, dan jembatan yang menghubungkan transportasi darat Banda Aceh ke wilayah pantai barat, dan selatan Aceh di kawasan Lamno belum dikerjakan.

"USAID diharapkan segera melanjutkan pembangunan jalan pada section IV di kawasan Lamno, termasuk kelanjutan sebuah jembatan di Lambeuso," katanya.

Dikatakan, hasil komunikasi dengan pihak pelaksana proyek menyebutkan, ruas jalan di section IV itu saat ini sedang dalam proses tender. Sementara, pihak USAID menyebutkan, saat ini sedang dalam tahapan akhir proses tender, dan dipastikan dua bulan mendatang akan dikerjakan.

Sementara, sekitar 45 kilometer dari total sekitar 150 kilometer ruas jalan Banda Aceh-Calang kini dalam tahapan pemadatan yang dikerjakan kontraktor Korea (Sam Young) dan Hutama Karya.

Wilayah pantai barat Aceh merupakan salah satu terparah dihantam bencana tsunami 26 Desember 2004. Sebagian besar ruas jalan dan jembatan hancur akibat bencana alam tersebut.

"Ruas jalan itu sangat dibutuhkan masyarakat sebagai salah satu urat nadi strategis bagi kelancaran aktivitas dan mobilitas masyarakat, khususnya pesisir barat, dan selatan Aceh ke Kota Banda Aceh," katanya.

USAID juga tidak lagi beralasan kendala pembangunan ruas jalan tersebut karena salah satu jembatan penghubung (jembatan Kartika) tidak bisa dilalui kendaraan untuk mengangkut material bangunan.

"Jembatan itu sudah diperbaiki. Kita berharap bukan alasan lagi untuk menunda-nunda penyelesaian pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Calang itu," katanya.

Sementara itu, juru bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal juga mengharapkan ruas jalan tersebut kini sangat mendesak diselesaikan, sehingga masyarakat di kawasan pesisir tidak terlalu lama terisolasi.

Editor: SATRIADI TANJUNG
(dat01/ann)


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=86991:usaid-diharapkan-selesaikan-pembangunan-jalan&catid=13:aceh&Itemid=26