Selasa, 23 Maret 2010

Tragedi Rakit Lamno Memilukan dan Memalukan

23 Maret 2010, 11:28
* Jubir KPBS: Pemerintah Aceh tidak Sense of Crisis Barat-Selatan
Aceh Jaya
BANDA ACEH - Berbagai kalangan di Aceh, terutama yang berada di wilayah barat-selatan menilai musibah terbalik rakit di aliran Krueng Lambeusoe (Alue Mie-Teumareum), Kecamatan Jaya (Lamno), Kabupaten Aceh Jaya yang merenggut tiga nyawa, Minggu (21/3) bukan saja memilukan tetapi juga memalukan.

“Kita malu dengan masyarakat luar, karena di tengah hebatnya teknologi yang terkait prasarana dan sarana transportasi, ternyata masih ada warga Aceh yang meninggal akibat terbalik rakit. Kejadian ini juga mengindikasikan betapa lemahnya proteksi pemerintah terhadap kenyamanan dan keselamatan masyarakatnya,” tulis Direktur Acehnese Solidarity for Humanity (ASoH) Meulaboh, Fitriadilanta dalam siaran pers-nya yang diterima Serambi, Senin (22/3).

Tanggapan terhadap tragedi rakit Lamno juga disampaikan Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal. Menurut penilaian TAF Haikal, Pemerintah Aceh tidak sense of crisis barat-selatan. “Apa yang terjadi (tragedi rakit Lamno), bukan sesuatu yang terjadi tiba-tiba tetapi proses yang tidak ditangani dan dikoordinasikan dengan baik sehingga berdampak pada tertundanya pembangunan jalan dan jembatan di lintas Banda Aceh-Calang,” kata Haikal. “Ini juga terjadi ketika penanganan jembatan Kartika di jalur alternatif, yang prosesnya sangat lamban, bahkan sempat memunculkan masalah pada kebutuhan bahan pokok masyarakat,” lanjut Jubir KPBS ini.

Tanggapan juga disampaikan Ketua Komisi D DPRA, Ir Jufri Hasanuddin. Jufri mengaku sangat sedih mendengar kabar terbaliknya rakit di Lamno yang mengakibatkan tiga orang tewas. “Ini tragedi kemanusian yang sangat menyayat hati masyarakat pantai barat-selatan,” ujar Jufri. Jufri menyatakan, Gubernur Irwandi tidak cukup hanya sebatas memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika (Kadishubkomintel) Aceh melakukan pemeriksaan rakit dan jembatan yang tidak layak di seluruh Aceh, agar diperbaiki atau dikeluarkan instruksi larangan melintas.

“Tidak cukup itu, tetapi harus ada tindakan konkret untuk mempercepat penyelesaian pembangunan jalan dan jembatan Banda Aceh-Meulaboh. Saya lihat pemerintahan sekarang hanya terkejut saat ada kejadian, setelah itu kembali diam,” ujar Jufri yang putra Abdya ini. Dalam penilaian Jufri, kalau Pemerintah Aceh serius dan fokus terhadap proyek pembangunan jalan USAID, dipastikan penyelesaiannya tidak berlarut-larut, dan kejadian seperti terbalik rakit bisa dihindari.

Sangat tradisional
Dalam penilaian Direktur (ASoH) Meulaboh, Fitriadilanta, tragedi rakit Lamno bisa pula dianggap sebagai bentuk kegagalan Pemerintah Aceh dalam memenuhi kebutuhan publik. “Kami di barat-selatan Aceh hingga hari ini masih ada yang mati secara sangat tradisional, seperti terbalik rakit, diinjak gajah, diterkam buaya, jatuh dari jembatan gantung, atau diterkam harimau. Entah sampai kapan cara-cara mati seperti ini bisa berakhir,” kata Fitriadilanta.

Sikap KPBS
Terkait dengan musibah rakit Lamno, Kaukus Pantai Barat-Selatan meminta Pemerintah Aceh mengambil langkah-langkah antisipasi dan penanganan bagi kelurga korban yang tertimpa musibah. Selain itu, dinas terkait harus segera mengambil langkah-langkah konkrit yang terkait dengan teknis di lapangan untuk mencegah jatuhnya korban selanjutnya.

Kaukus Barat-Selatan juga mendesak pihak USAID segera melanjutkan dan mempercepat proses pembangunan jembatan dan jalan di jalur Banda Aceh-Calang. “Menyedihkan sekali. Sudah hampir enam tahun pascatsunami, namun kawasan barat-selatan masih menggunakan rakit sebagai moda transportasi. Kami menaruh harapan besar kepada semua pihak untuk lebih peduli kepada kawasan pantai barat-selatan Aceh yang hingga kini berbagai infrastuktur dasar belum juga tertangani secara baik,” demikian Haikal.(c47/sup)


http://serambinews.com/news/view/26844/tragedi-rakit-lamno-memilukan-dan-memalukan

Pascamusibah Krueng Lambeusoe ; Pemerintah Aceh Jangan Biarkan Transportasi Rakit

Banda Aceh, (Analisa)
Pemerintah Aceh pimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dinilai kurang peduli dengan sarana transportasi di kawasan pantai barat selatan, terutama lintas Calang-Lamno yang hingga kini masih menggunakan rakit darurat

sebagai sarana penyeberangan di Krueng Lamno, tepatnya di Desa Lambeusoe dan Desa Alue Mie Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya.

"Pemerintah Aceh sepertinya tidak punya sense of crisis untuk kawasan pantai barat selatan, karena sarana transportasi rakit darurat masih dibiarkan berlangsung bertahun-tahun dan tidak ada upaya untuk mengatasinya, hingga kini telah jatuh korban," ujar Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Senin (22/3).

Pernyataan itu disampaikannya menyusul musibah yang terjadi pada salah satu rakit penyeberangan di aliran Krueng Lambeusoe, Lamno, terbalik Minggu (21/3) sehingga menyebabkan puluhan penumpang, mayoritas perempuan termasuk anak-anak tumpah ke sungai.

Tiga korban yang sempat hilang, ditemukan semuanya dalam keadaan tewas. Sedangkan delapan lainnya harus mendapat pertolongan medis. Korban tewas akibat musibah rakit Alue Mie masing-masing Safrizal (40) warga Lammee, Nurdin (45) warga Meunasah Weh, dan Aminah (30) warga Pante Keutapang.

Selain itu, ada delapan korban yang pingsan sehingga harus dilarikan ke Puskesmas Lamno. Korban yang sempat mendapat penanganan medis tersebut semuanya warga Desa Lammee, yaitu Hindon (37), Cut Linda (40), Rubiah (47), Muliana (27), Fatimah (21), Cut Ani (31), Cut Fitriana (28), dan Nurul Anisa (23).

Rakit yang musibah itu merupakan rakit desa yang beroperasi di aliran Krueng Lambeusoe menghubungkan Desa Alue Mie dengan Teumareum. Lebar sungai tersebut sekitar 120 meter, dengan kedalaman lebih kurang empat meter.

Lebih lanjut Haikal menambahkan, apa yang sekarang terjadi dengan terbaliknya rakit tersebut, bukanlah sesuatu yang terjadi tiba-tiba, tapi proses yang tidak ditangani dan dikoordinasikan dengan baik dalam pembangunan jembatan serta jalan lintas Banda Aceh- Calang, sehingga tertunda penyelesaiannya.

"Termasuk di dalamnya upaya pembangunan jembatan alternatif Kartika yang sangat lamban sekali penyelesaiannya," ungkap Haikal.

Bukan Berita Baru

Ditambahkan, kondisi transportasi yang mengkhawatirkan ini bukan berita baru. Sejak bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh tahun 2004 silam, kondisi transportasi di kawasan barat selatan Aceh hancur dan rusak parah.

Meskipun saat ini pemerintah Amerika Serikat melalui USAID sedang membangun jembantan dan jalan Banda Aceh-Calang, namun pembangunan tersebut masih banyak kendala.

"Sebenarnya bila jembatan Lambeusoe dapat diselesaikan segera, banyak hal akan terbantu seperti tonase yang selalu menjadi masalah jembatan alternatif Kartika, sehingga barang-barang kebutuhan di masyarakat pantai barat selatan terjamin dari segi harga maupun ketersediannya. Termasuk percepatan pembangun jalan Banda Aceh- Calang sendiri yang didanai oleh USAD, selama ini mobilitas material terkendala dengan jembatan alternatif Kartika," jelasnya.

KPBS memandang pembangunan sarana transportasi di wilayah barat selatan khususnya jembatan harus segera diprioritaskan. Jangan sampai korban yang terus lain bertambah akibat lambannya penanganan.

"Kami menunggu komitmen yang nyata dari Pemerintah Aceh untuk segera mendorong pembangunan transportasi yang baik dan berkualitas. Di tengah banyaknya dana yang sedang dikelola oleh Pemerintah Aceh, masyarakat belum merasakan dampak yang signifikan dari pembangunan tersebut," ujarnya.

Antisipasi

Terkait dengan musibah ini, KPBS juga meminta Pemerintah Aceh untuk mengambil langkah-langkah antisipasi dan penanganan bagi kelurga korban yang tertimpa musibah.

Selain itu, dinas terkait harus segera mengambil langkah-langkah konkrit yang terkait dengan teknis di lapangan untuk mencegah korban selanjutnya.

KPBS juga mendesak USAID untuk segera melanjutkan dan mempercepat proses pembangunan jembatan dan jalan. Sudah masuk tahun keenam bencana tsunami, namun sangat ironis kawasan barat selatan masih menggunakan rakit sebagai modal transportasi, sementara bantuan yang rencananya disalurkan masyarakat Amerika Serikat cukup besar.

"Masyarakat di kawasan barat selatan menaruh harapan yang besar akan penyelesaian pembangunan jembatan dan jalan tersebut. Kami menaruh harapan besar kepada semua pihak untuk peduli kepada kawasan pantai barat selatan Aceh. Menurut kami wilayah ini sangat parah dihantam tsunami, namun berbagai infrastuktur dasar belum juga tertangani secara baik," ujarnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=48458:pascamusibah-krueng-lambeusoe--pemerintah-aceh-jangan-biarkan-transportasi-rakit&catid=596:23-maret-2010&Itemid=209