Senin, 19 Desember 2011

KPBS : ANTARA jembatan aspirasi daerah ke nasional

Selasa, 13 Desember 2011 19:25 WIB
Banda Aceh (ANTARA News) - Kaukus Pantai Barat Selatan Aceh menilai keberadaan kantor berita Perum LKBN ANTARA menjadi salah satu "jembatan" penyampaian informasi dan aspirasi daerah ke tingkat nasional.

"Selama ini kami sangat terbantu dengan pemberitaan yang disiarkan LKBN ANTARA, misalnya terkait dengan ketertinggalan pembangunan kawasan pesisir barat dan selatan Aceh," kata juru bicara KPBS TAF Haikal di Banda Aceh, Selasa.

Hal itu disampaikan menanggapi keberadaan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yang kini memasuki usia ke-74 tahun.

"Karenanya, kami menilai LKBN ANTARA menjadi mitra strategis untuk menyampaikan informasi terutama terkait berbagai masalah pembangunan di pantai barat dan selatan Aceh ke publik nasional khususnya," kata dia menambahkan.

TAF Haikal mencontohkan, bagaimana gencarnya pemberitaan kantor berita ANTARA yang menyoroti keluhan masyarakat pesisir barat dan selatan Aceh terkait dengan belum selesainya pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Calang (Aceh Jaya).

Namun sebaliknya, kata dia, ANTARA juga ikut memberitakan tentang megahnya sarana transportasi jalan darat dari Banda Aceh ke Calang, setelah selesainya pembangunan ruas jalan yang didonasi pihak lembaga bantuan luar negeri Amerika Serikat (Usaid).

"Artinya, pemberitaan LKBN ANTARA kami nilai objektif dengan mengangkat dua sisi, yakni keterlambatan dan juga setelah selesainya pembangunan serta manfaat besar bagi masyarakat dengan adanya ruas jalan tersebut," kata dia.

Selain itu, TAF Haikal yang juga mantan Ketua Forum LSM Aceh itu menilai bahwa berita-berita yang disajikan ANTARA selama ini juga berimbang dan mengangkat berbagai sisi pandangan dan pendapat masyarakat terkait situasi terkini yang terjadi di Aceh.

"ANTARA kami nilai telah memberi ruang kepada semua pihak menyampaikan aspirasinya, terutama jika ada sebuah kebijakan pemerintah untuk kepentingan rakyat banyak," kata dia menjelaskan.

LKBN ANTARA, TAF Haikal juga menilai bahwa telah berperan membantu pemerintah dan masyarakat untuk memperkenalkan aneka produk dan potensi yang dimiliki provinsi ini ke nasional dan manca negara, melalui pemberitaan yang disiarkan lembaga itu.
(T.A042/H011)

Editor: Ruslan Burhani

http://www.antaranews.com/berita/288747/kpbs--antara-jembatan-aspirasi-daerah-ke-nasional

Elit Aceh harus bersatu sikapi situasi

Thursday, 08 December 2011 19:40
Warta
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Para elit politik dan pemerintahan di Aceh agar menyamakan persepsi dalam menyikapi situasi keamanan yang sedikit terganggu akibat ulah segelintir orang bersenjata api.

Hal itu disampaikan Jurubicara Kaukus Pantai Barat dan Selatan Aceh TAF Haikal. "Membangun persepsi bersama dalam mensikapi perkembangan kekinian di Aceh itu sangat penting dilakukan, selain kita berharap aparat berwajib segera menangkap penganggu keamanan di daerah ini," katanya di Banda Aceh, hari ini.

Hal itu disampaikan menanggapi aksi kelompok tak dikenal memberondong warga yang menyebabkan tiga orang tewas dan lima lainnya luka tembak di kawasan Geureudong Pasee, Kabupaten Aceh Utara pada Minggu (4/12). Sebab, kata TAF Haikal, jika sampai tejadi perbedaan pandangan legislatif dan eksekutif atau elemen masyarakat lainnya, maka dikhawatirkan dapat mengganggu proses perdamaian dan situasi itu bisa dimanfaatkan kelompok yang tidak ingin Aceh damai.

Dipihak lain ia menilai, kasus pemberondongan warga miskin pekerja kebun di Aceh Utara adalah kejadian yang sangat memilukan dan telah mengusik rasa kemanusiaan. "Siapapun yang melakukan dan apapun motifnya itu sebuah perbuatan di luar batas kemanusiaan. Korban adalah warga kurang mampu yang datang dari jauh hanya untuk mengadu nasib bekerja sebagai buruh perkebunan menghidupkan keluarganya," kata dia menyatakan.

Menurut TAF Haikal, para pelakunya adalah orang yang tidak punya rasa kemanusiaan. Karenanya masyarakat Aceh yang cinta damai harus menjadikan pengganggu keamanan tersebut sebagai musuh bersama.

Aparat keamanan, katanya mengharapkan tidak berkompromi serta ragu-ragu dalam menindak kelompok bersenjata yang telah mengusik kedamaian di provinsi ujung paling barat Indonesia itu. "Apalagi, Aceh saat ini dalam suasana menyambut pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), sehingga membutuhkan kondisi keamanan yang kondusif," katanya menambahkan.

Sebab, TAF Haikal menyatakan, apabila dibiarkan maka tidak mustahil kasus serupa dan lebih besar terulang kembali di Aceh, bahkan kondisi itu digunakan oleh pihak manapun yang tidak menginginkan Aceh aman pascadamai.
(dat06/antara)

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=226418:elit-aceh-harus-bersatu-sikapi-situasi&catid=77:fokusutama&Itemid=131

"Penembak Masyarakat Adalah Gerombolan Pengecut"

Tuesday, 06 December 2011 13:00
Written by YAS | Reza G

The Ajteh Post
BANDA ACEH- Kecaman terhadap aksi penembakan pekerja kebun karet di Geureudong Pase, Aceh Utara, terus bergulir.

Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh TAF Haikal mengatakan, penembakan yang menewaskan pekerja perkebunan adalah tindakan orang-orang pengecut yang ingin merusak perdamaian di Aceh. "Ini harus menjadi musuh bersama rakyat Aceh," kata Haikal di Banda Aceh, Selasa, 6 Desember 2011.

Haikal juga meminta aparat keamanan untuk tidak ragu-ragu menummpas pelaku kriminal bersenjata yang hanya berani dengan rakyat kecil.

"Kami juga berharap DPRA/Eksekutif sebagai wakil rakyat harus mengutuk tindakan biadab tersebut. Jangan hanya bersuara nyaring saat kepentingan politik mereka terganggu tapi diam saat ada nyawa rakyat yang melayang sia-sia tanpa alasan," kata Haikal.[]

http://atjehpost.com/nanggroe/hukum/9928-qpenembak-masyarakat-adalah-gerombolan-pengecutq-.html

Teror Terulang Akibat Polisi Tak Mampu Amankan Senpi Ilegal

Banda Aceh, (Analisa). Terus berulangnya kasus teror dengan menggunakan senjata api di Aceh, dinilai salah satu sebabnya akibat polisi tidak mampu dan lalai dalam mengamankan senjata api (Senpi) illegal yang saat ini masih banyak beredar di tengah masyarakat yang tidak berhak.
Kasus terakhir adalah penembakan yang terjadi pada Minggu (4/12) sekitar pukul 23.30 WIB terhadap pekerja perkebunan PT Satya Agung di Aceh Utara yang menewaskan tiga warga dan melukai empat lainnya. Sebelumnya, beberapa hari lalu juga terjadi teror dua kali ledakan granat di kawasan Lampriet, Kota Banda Aceh.

"Berulangnya teror ini merupakan kelalaian dari pihak kepolisian dalam mengamankan senjata api illegal yang diketahui masih beredar di masyarakat. Kejadian ini sangat menodai perdamaian Aceh dan juga sangat meresahkan masyarakat Aceh," ujar Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko-HMI) Aceh, Herry Maulizar HR dalam pernyataan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (6/12)

Untuk itu, Badko HMI sangat mengharapkan Aceh keseriusan jajaran Polda Aceh untuk menangkap pelaku tersebut, dan jika memang tidak mampu, HMI siap untuk menjadi relawan dalam membantu polisi dalam mencari pelaku demi menjaga perdamaian ini.

"Kalau memang diajak oleh Polda, kami sudah siap sehingga kepercayaan masyarakat terhadap polisi dalam menjaga keamanan terus terjaga. Polda Aceh juga jangan segan melibatkan masyarakat dan elemen sipil lainnya untuk mengejar pelaku, karena penembakan tersebut merusak perdamaian Aceh," terangnya.

Dibuktikan

Herry menambahkan, selama ini jajaran Polda Aceh sangat gencar melakukan simulasi keamanan, maka saat ini harus bisa dibuktikan kepada masyarakat bahwa simulasi itu bisa diaplikasikan di lapangan.

"Kasus yang bisa merusak perdamaian selama ini sangat kerap terjadi di Aceh, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat yang mulai khawatir akan keberlansungan perdamaiaan karena polisi kita lihat selama ini belum mampu mengungkap kasus teror. Kita berharap Polda kali ini berani menangkap pelaku penembakan tersebut, sehingga masyarakat benar merasakan keberadaan polisi di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.

Sementara Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh, TAF Haikal mengatakan, penembakan yang menewaskan pekerja perkebunan PT Satya Agung di Aceh Utara, siapapun yang melakukan adalah tindakan orang-orang pengecut yang ingin merusak perdamaian di Aceh. "Ini harus menjadi musuh bersama rakyat Aceh," kata Haikal. Ia juga juga meminta aparat keamanan di Aceh untuk tidak ragu-ragu menumpas para pelaku kriminal bersenjata yang hanya berani dengan rakyat kecil.

"Kami juga berharap DPRA/eksekutif sebagai wakil rakyat harus mengutuk tindakan biadab tersebut. Jangan hanya bersuara nyaring saat kepentingan politik mereka terganggu, tapi diam saat ada nyawa rakyat yang melayang sia-sia tanpa alasan," ujarnya. (mhd)

http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1588538331593738532

Minggu, 04 Desember 2011

Menanti Sikap Jakarta

Kamis, 24 November 2011 09:45 WIB
Oleh TAF Haikal

IBARAT tubuh, Aceh kembali meradang. Kali ini bukan karena konflik bersenjata, tetapi konflik yang diawali dengan perdebatan regulasi terkait kepastian hukum pelaksanaan pilkada di Aceh. Meskipun sejak awal banyak pihak yang enggan mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh “konflik”, namun hal itu saat ini terbukti. Lihat saja peraturan KIP tentang program dan tahapan pemilukada yang terus saja diubah sampai empat kali. Maka kita tidak bisa menafikan bahwa ada “konflik” menjadi hambatan pelaksanaan pilkada di Aceh.

Kalau kita melihat kebelakang soal waktu pencoblosan misalnya, KIP pertama kali merencanakan pada tanggal 10 Oktober 2011, kemudian diubah menjadi tanggal 14 November 2011, kemudian diubah untuk ketiga kalinya menjadi tanggal 24 Desember 2011, dan terakhir diubah menjadi tanggal 16 Februari 2012. Perubahan program dan tahapan ini dilandasi dinamika politik dan hukum di Aceh. Di satu sisi, semua orang melihat dalam kerangka legalitas formal, undang-undang dan peraturan lainnya, akan tetapi di sisi lain ada kebuntuan komunikasi yang terjadi antara elite politik, DPRA, Gubernur serta penyelenggara atau, lebih gamblang mengatakan ini konflik antara Irwandi Yusuf VS Partai Aceh (PA).

Debat soal pilkada di Aceh belum juga tuntas. Masing-masing pihak merasa benar. Komisi Independen Pemilihan (KIP) selaku penyelenggara merasa memiliki payung hukum yang kuat. Pelaksanaan pilkada di Aceh akan terus berjalan menurut versi KIP. Lain lagi dengan DPRA, wacana untuk menggugat KIP selaku pelaksana yang dianggap sudah “lancang” menyusun tahapan terus berlanjut. Setelah selesai dengan panitia Khusus tentang KIP, DPRA memiliki gagasan untuk menggugat KIP. Terlepas pada perbedaan penafsiran soal landasan yuridis formal, masing-masing pihak merasa bahwa mereka melakukan hal ini demi kepentingan rakyat dan untuk menjaga perdamaian.

Pemerintah pusat seolah-olah membiarkan kondisi politik di Aceh, setelah lama menunggu respons dari pemerintah pusat melalui kementerian Dalam Negeri, putusan MK pun seolah digantung. Bagi pusat, tidak ada lagi ruang spesial atau khusus bagi Aceh. Aceh sudah aman, damai dan terkendali, sehingga tidak perlu lagi diberikan perlakuan khusus. Persepsi seperti ini seolah-olah menguatkan anggapan beberapa pihak bahwa kondisi politik di Aceh tidak lepas dari peran serta pemerintah pusat.

Oleh karena itu, menurut saya ada beberapa hal yang mungkin harus dilakukan untuk mengatasi ketegangan politik di Aceh.

Pertama, Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden untuk segera mengambil langkah-langkah tegas yang dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme dan aturan hukum yang berlaku. Pilkada merupakan agenda nasional yang dilaksanakan di daerah. Oleh karena itu, pelaksanaan pilkada di Aceh hendaknya menjadi perhatian pemerintah pusat. Kondisi seperti ini harus menjadi tanggungjawab pemerintah pusat. Jika ketegangan terus berlarut-larut, maka jangan salahkan publik di Aceh yang berkesimpulan bahwa ini “permainan” pemerintah pusat. Sikap tegas tersebut hendaknya memberikan kepastian, apakah dilanjutkan atau ditunda pelaksanaan pilkada. Jika pemerintah menyatakan untuk ditunda atau dilanjutkan, kita meminta pemerintah pusat menyiapkan semua antsipasi akibat yang akan ditimbulkan, baik secara hukum maupun secara sosial. Jangan ada lagi pembiaran dari pemerintah pusat, kalau memang dirasa Aceh masih bagian dari Indonesia.

Kedua, seluruh komponen masyarakat Aceh terutama para elite politik mesti memperhitungkan dampak dari dinamika politik saat ini. Perdamaian di Aceh baru berumur seumur jagung. Jangan sampai perdamaian ini kandas dengan hal-hal yang seharusnya bisa dikomunikasikan dengan semangat ke-Aceh-an. Semangat ini hendaknya dijaga dengan menghormati peran dari masing-masing pihak.

APBA/K terganggu
Konflik hukum dan politik di Aceh saat ini sangat menyita perhatian masyarakat. Meskipun perdebatan pilkada lebih kepada elite, namun dampaknya sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Proses penyusunan APBK dan APBA sangat berdampak kepada perekonomian masyarakat Aceh yang memang sangat tergantung kepada dana pemerintah dan keterlambatan ini rakyat kecil yang sangat merasakanya.

Kita sepatutnya meminta kepada eksekutif dan legislatif baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk segera membahas dokumen perencanaan dan penganggaran. Bahwa ada konflik terkait pilkada, akan tetapi mesin pemerintahan tidak boleh berhenti. Kalau ini yang terjadi, maka rakyat Aceh berhak menyalahkan eksekutif dan legislatif yang lalai memikirkan hajat hidup rakyat. Kerena amanahkan sudah diberikan melalui Pemilihan Kepala Daerah 2006 dan Pemilu Legeslatif 2009 yang mengantar mereka duduk di singgasananya hari ini.

* Penulis adalah Wakil Ketua DPW PAN Provinsi Aceh

http://aceh.tribunnews.com/2011/11/24/menanti-sikap-jakarta

Minggu, 20 November 2011

Kisruh Pilkada Aceh Akibat Pemerintah Tidak Tegas

Banda Aceh, (Analisa). Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) di Aceh sampai saat ini masih diwarnai berbagai persoalan dan ketidakjelasan seperti terjadinya konflik regulasi, akibat tidak adanya ketegasan dari pemerintah dalam memberikan kepastian hukum.
Karenanya, DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Aceh mendesak pemerintah pusat dan juga Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini sedang menangani perkara gugatan tahapan Pilkada Aceh, untuk dapat segera memberikan suatu keputusan yang tegas apakah pesta demokrasi itu bisa terus dilanjutkan atau ditunda.

Desakan tersebut tertuang dalam butir rekomendasi rapat pimpinan wilayah (Rapimwil) DPW PKS Aceh yang berlangsung selama dua hari dan berakhir Minggu (20/11) di Banda Aceh. Rapimwil dibuka Sekjen DPP PKS, Muhammad Anis Matta dan turut dihadiri Gubernur Irwandi Yusuf.

"Kami mendesak MK dan pemerintah pusat segera menyelesaikan persoalan konflik regulasi Pilkada Aceh agar perdebatan terkait Pilkada Aceh dapat terselesaikan," ujar Ketua Umum DPW PKS Aceh, Ghufran Zainal Abidin selaku pimpinan sidang, didampingi Wakil Ketua, Moharriadi, ST dan Sekretaris Umum, Saifunsyah SE, Ak.

Sesalkan

PKS juga menyesalkan belum terbitnya keputusan MK tentang gugatan Pilkada Aceh, yang dikhawatir berlarutnya keputusan MK ini akan berpotensi mengakibatkan peluang konflik berkepanjangan dan dapat mengganggu perdamaian dan pembangunan di provinsi paling ujung barat pulau Sumatera itu.

Rekomendasi lainnya juga meminta seluruh kekuatan politik di Aceh untuk memberikan garansi agar dalam pelaksanaan Pilkada dapat berlangsung damai dan mengedepankan berlajuntnya perdamaian di Aceh.

Selanjutnya, mendesak pemerintah pusat melalui kementerian terkait segera memenuhi janjinya untuk menyelesaikan seluruh peraturan turunan bagi implementasi UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA), dan agar DPP PKS dan anggota DPR-RI asal Aceh bisa lebih proaktif lagi dalam mengupayakannya.

Sebelumnya, Sekjen DPP PKS, Anis Matta saat membuka Rapimwil II PKS Aceh menyebutkan, keputusan MK terkait gugatan tahapan Pilkada Aceh dinilai menjadi isu krusial yang harus segera diputuskan. Sebab, keputusan MK akan sangat menentukan masa depan pilkada dan juga menjaga stabilitas perdamaian Aceh. "Kita berharap MK segera mengambil keputusan, karena perdamaian jauh lebih penting dari Pilkada," sebutnya.

Dalam pidato politiknya, Anis Matta menjelaskan, agenda politik pilkada bukan satu hal krusial sebagai pintu menuju pembangunan Aceh yang lebih baik. Hal yang terpenting, bagaimana setiap pemimpin yang bertarung dalam Pilkada, maupun yang sudah mendapat jabatan dapat merasakan dan mendengar suara rakyat.

Ambil Sikap

Sementara Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh, TAF Haikal menyatakan, pemerintah pusat harus mengambil sikap karena sudah saatnya kondisi Pilkada yang sampai hari ini masih berada dalam keragu-raguan dan ketidakpastian harus segera diakhiri. Pemerintah pusat harus berani bersikap mengambil keputusan tetap melanjutkan atau menunda Pilkada Aceh yang semakin hari semakin bertambah masalahnya.

Menurutnya, jika ketidakpastian pelaksanaan terus terjadi pasti akan berkembang image dalam masyarakat Aceh, bahwa pemerintah pusat sengaja menciptakan kondisi yang hari ini sangat rentan akan konflik sosial.

"Tentu apapun keputusan yang akan diambil oleh pemerintah pusat terkait Pilkada Aceh dipersiapkan antisipasi yang akan ditimbulkan, baik mempersiapkan kebijakan pendukung maupun aparatur yang terlbat dalam pelaksanaannya. Justru ketidakpastian saat ini sangat rentan mengganggu stabilitas perdamaian dan pembangunan di Aceh," ungkapnya. (mhd)

http://www.analisadaily.com/news/read/2011/11/21/22542/kisruh_pilkada_aceh_akibat_pemerintah_tidak_tegas/

Minggu, 16 Oktober 2011

Gubernur Tak Mau Diintervensi Tutup Tambang Bijih Besi

Aceh - Sabtu, 15 Okt 2011 01:01 WIB
Banda Aceh, (Analisa). Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menegaskan dirinya selaku kepala Pemerintah Aceh tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun, termasuk para pengunjuk rasa yang meminta dan menuntut penutupan dan pencabutan izin usaha pertambangan bijih besi di beberapa kabupaten di Aceh.
"Saya tidak bisa diancam dan diintervensi, tetapi, soal tambang saya sudah stop sementara ekspor bijih besi terhadap perusahaan yang belum menyelesaikan segala kewajiban sebagaimana perjanjian awal," tegas Irwandi Yusuf kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (13/10).

Penegasan gubernur tersebut terkait tuntutan para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan (HAMAS) yang meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Aceh Selatan segera mencabut izin pertambangan dan tukar guling lahan perusahaan pertambangan PT Songo Abadi Inti dan PT First Mujur Plantation dan Industri di Bakongan Timur, Trumon Tengah dan Trumon Timur.

Selain itu, mahasiswa juga mendesak agar menutup operasional perusahaan pertambangan bijih besi PT Pinang Sejati Utama (PSU).

Terhadap tuntutan dalam unjuk rasa yang berlangsung rusuh di kantor Gubernur Aceh, Rabu (12/10) itu, Irwandi menyatakan, dirinya punya kebijakan sendiri dan tidak bisa diatur-atur.

Menurutnya, saat ini ada salah satu perusahaan tambang yang untuk sementara tidak dibenarkan mengangkut bijih besi keluar untuk dijual sampai perusahaan itu melunasi kewajiban terhadap daerah tersebut dan hingga kemarin belum ada laporan kepadanya.

Soal tambang, kata Irwandi, memang dirinya memberikan izin setelah semua persyaratan dilengkapi, namun kewajiban investor termasuk soal ganti rugi tanah masyarakat, Amdal serta pajak daerah dibayar dan dilunasi.

Namun, kalau ada kesalahan yang dilakukan perusahaan tambang, maka dapat diberikan beberapa sanksi berupa teguran ringan hingga stop izin oleh dinas terkait sehingga tidak merugikan para pihak. Para pendemo dari HAMAS memberi ultimatum. Menurut Irwandi, dirinya diultimatum selama tujuh hari agar menyelesaikannya segera.

Konflik Sosial

Sementara itu, Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal menyatakan, demo penutupan tambang bukanlah untuk mengancam dan mengintervensi Gubernur Aceh.

Ini bukan masalah ancam mengancam, tapi fakta yang terjadi di tengah masyarakat bahwa kehadiran tambang sangat berpotensi muncul konflik sosial. "Padahal, pemerintah tinggal melaksanakan aturan saja, persoalannya pemerintah sendiri tidak mampu melaksanakan dan mengontrol perjalanan tambang-tambang tersebut sehingga muncul gejolak dalam masyarakat sekitar tambang," sebutnya.

Haikal mengungkapkan, selama ini terbukti pengusaha pertambangan tidak melaksanakan kewajiban pajaknya tepat waktu. Seharusnya pemerintah yang malu kepada rakyatnya tidak mampu menjalankan amanah yang sudah diberikan oleh rakyatnya.

Ditambahkan, jauh-jauh hari dirinya sudah mengingatkan pemerintah Aceh untuk segera melakukan evaluasi terhadap tambang di Aceh bukan hanya di Aceh Selatan. Jangan sampai masalah sumber daya alam akan menjadi bom waktu untuk Aceh pascadamai.

"Siapa pun akan sepakat, bahwa konflik Aceh yang baru saja reda, berawal dari konflik sumber daya alam, terutama di daerah provit Aceh Utara. Secara prinsip sepakat, bahwa Pemerintah Aceh harus segera melakukan evaluasi secara transparan agar tidak terjadi perdebatan lagi dikemudian hari dan siap melakukan penutupan sementara," jelasnya.

Tapi, pemerintah juga harus mampu memberikan rasa aman kepada pengusaha bila mereka tidak melanggar peraturan dan sudah melaksanakan semua kewajibannya. "Kalau evaluasi ini tidak dilakukan, maka perlawanan rakyat terhadap keberadaan tambang tetap akan terus dilakukan," tegasnya. (mhd)

http://www.analisadaily.com/news/read/2011/10/15/17258/gubernur_tak_mau_diintervensi_tutup_tambang_bijih_besi/

Taf Haikal Ingatkan Pemerintah Aceh Soal Pertambangan

Friday, 14 October 2011 09:00
Written by Jauhari Samalanga

BANDA ACEH - Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) kembali mengingatkan pemerintah Aceh untuk segera melakukan evaluasi seluruh izin pertambangan yang ada di Aceh, agar tidak menjadi bom waktu setelah perdamaian dicapai.

"Siapapun akan sepakat, bahwa konflik Aceh baru saja reda," kata Taf Haikal kepada the Atjeh Post, Jum'at (14/10) di Banda Aceh. Menurut Haikal konflik yang terjadi berawal dari konflik sumber Daya Alam, terutama di daerah provit seperti Aceh Utara.

Menurut tokoh muda ini, apabila pemerintah Aceh tidak mengevaluasi seluruh pertambangan yang ada di Aceh, maka perlawanan rakyat tetap akan dilakukan.

"Secara prinsip kita sepakat, bahwa pemerintah Aceh harus segera melakukan evaluasi secara tranparan dan melakukan penutupan sementara, agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari," tegas Haikal.

Namun begitu, Haikal berharap pemerintah juga harus memberikan rasa aman kepada pengusaha yang tidak melanggar peraturan dan melaksanakan semua kebijakan yang diberlakukan.

Taf mencontohkan Aksi Himpunan mahasiswa Aceh Selatan (HAMAS) dua hari lalu sebagai salah satu bentuk perlawanan rakyat yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah Aceh terhadap peraturan pertambangan yang diberlakukan.[]


http://atjehpost.com/nanggroe/hukum/7406-taf-haikal-ingatkan-pemerintah-aceh-soal-pertambangan.html

Kontraktor Tumpuk Kerikil di Jalan USAID

Kamis, 13 Oktober 2011 10:30 WIB

CALANG - Jalan mulus belum tentu bebas hambatan. Buktinya lintasan Banda Aceh-Calang yang dikenal sebagai jalan USAID, ada saja gangguan yang menghambat perjalanan. Kali ini gangguan itu disebabkan tumpukan kerikil di Km 78, kawasan Desa Meula, Kecamatan Jaya (Lamno). Sedangkan pada Oktober lalu, terjadi aksi pemagaran di Km 96, kawasan Desa Ceunamprong.

Kapolres Aceh Jaya, AKBP Drs Galih Sayudo melalui Kapolsek Jaya (Lamno), Iptu Khairullah kepada Serambi, mengatakan, pemblokiran jalan USAID kali ini terjadi menjelang subuh, Rabu (12/10) sekitar pukul 04.00 WIB di Km 78. Setidaknya ada empat truk kerikil ditumpuk di badan jalan menyebabkan arus lalu lintas terganggu. Bahkan, sampai tadi malam tumpukan kerikil masih belum dibersihkan.

Penumpukan kerikil di badan jalan tersebut, menurut polisi diduga dilakukan oleh seorang oknum kontraktor sebagai bentuk protes karena haknya belum diselesaikan oleh PT Hutama Karya (HK) yang mengerjakan jalan pada section IV di Lamno. Dalam proses pekerjaan tersebut, si kontraktor memasok material sejak 2008 hingga 2011.

Menurut Kapolsek Jaya, kontraktor yang sudah diketahui identitasnya itu menumpukkan kerikil sebanyak empat truk sehingga menutupi hampir seluruh badan jalan. Polisi belum mengetahui keberadaan kontraktor tersebut meski telah berulangkali dihubungi melalu HP-nya tetapi belum berhasil.

Sejumlah aktivis LSM dari barat-selatan Aceh, di antaranya Ketua Harian LSM Mataradja Aceh Jaya, T Asrizal dan Jubir Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal sangat menyayangkan terjadinya aksi pemblokiran ruas jalan USAID dengan berbagai bentuk dan latar belakangnya. “Apapun alasannya, mengganggu fasilitas umum tak bisa ditolerir. Di sisi lain pemerintah diharap tanggap dengan berbagai persoalan agar masalah begini tidak terus terulang,” kata Asrizal dibenarkan TAF Haikal.

Baik Asrizal maupun TAF Haikal mendukung sikap polisi untuk menindak tegas siapa saja yang mengganggu kepentingan umum seperti pemblokiran jalan USAID tersebut. “Masyarakat barat-selatan sudah cukup lelah dengan kondisi yang dihadapi bertahun-tahun. Kini, ketika kita baru saja menikmati jalanan mulus, tiba-tiba muncul hambatan seperti ini. Memalukan sekaligus menyedihkan,” timpal Haikal.

Ketua DPRK Aceh Jaya, Hasan Ahmad mengharapkan polisi bersama pemerintah di semua tingkatan bisa menjamin kelancaran lalu lintas masyarakat di jalur Calang-Banda Aceh maupun lintasan lainnya. “Terkait persoalan pemblokiran jalan USAID di Km 78 oleh kontraktor, segera mediasi antara pihak rekanan dengan PT HK agar persoalan tersebut segera diselesaikan dengan bijaksana,” imbau Ketua DPRK Aceh Jaya.

Terkait aksi pemagaran jalan USAID di Ceunamprong, Kecamatan Indra Jaya pada 4 Oktober 2011, pihak Polres Aceh Jaya telah melakukan mediasi dengan mempertemukan para pihak dalam satu forum musyawarah di aula Mapolres Aceh Jaya, Selasa (11/10).

Namun pertemuan tersebut belum menemukan solusinya karena tanah yang diklaim belum selesai ganti rugi itu ada dua status kepemilikan. Disepakati melakukan pertemuan lanjutan selesai Lebaran Idul Adha tahun ini karena harus menunggu pemilik kedua yang masih berada di Nias kembali ke Aceh.

Musayawarah yang berlangsung alot tersebut dihadiri Plt Sekda Aceh Jaya, Kepala BPN Aceh Jaya, Camat Indra Jaya, perwakilan Keuchik Ceunamprong, dan perwakilan pemilik tanah, Nasri didampingi Tarmizi yang diberi kuasa oleh pemiliknya bersama beberapa anggota keluarga. Sedangkan Ir H Yusri yang juga mengklim tanah tersebut miliknya tidak bisa hadir karena masih berada di Nias.

Kapolres Aceh Jaya, AKBP Drs Galih Sayudo, kepada Serambi, Selasa (11/10) mengatakan, belum berhasil dicapai keputusan melalui pertemuan hari itu. Pertemuan merekomendasikan agar masing-masing pemilik mematok tanah masing-masing sehingga berdasarkan patok itu nantinya akan terlihat tanah siapa yang terkena proyek jalan. “Kita akan mediasi kembali setelah lebaran haji sambil menunggu Ir H Yusri pulang ke Aceh Jaya dan keduanya akan kita konfrontir,” kata Kapolres Aceh Jaya sambil menegaskan bahwa pihaknya tidak segan-segan mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang mengganggu kepentingan umum, seperti memblokir atau memagar jalan.(c45/nas)


http://aceh.tribunnews.com/2011/10/13/kontraktor-tumpuk-kerikil-di-jalan-usaid

Senin, 26 September 2011

Aceh Butuh Figur Pemimpin yang Bisa Mempersatukan Seluruh Elemen


Aceh - Senin, 26 Sep 2011 02:02 WIB
Banda Aceh, (Analisa). Masyarakat Aceh saat ini membutuhkan kehadiran pemimpin yang nantinya diharapkan bisa mempersatukan seluruh elemen masyarakat di provinsi itu, guna mempercepat proses pembangunan daerah yang mendapatkan dukungan penuh dari publik.
Kehadiran pemimpin dengan kriteria seperti itu diharapkan bisa terwujud dan dicapai melalui pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) mendatang khususnya untuk posisi gubernur/wakil gubernur periode 2012-2017.

"Kita tentunya mengharapkan sosok kepemimpinan Aceh ke depan juga membutuhkan orang yang mampu mempersatukan seluruh elemen masyarakat," ujar Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (22/9).

Menurutnya, model pemimpin semacam itu tentunya tokoh yang paling bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak ada konflik maupun pertentangan dengan pihak manapun.

Dengan demikian, kepemimpinannya bisa segera membawa dampak perubahan ekonomi guna mewujudkan kesejahteraan dan keadilan di provinsi ini. Disebutkan, upaya mempercepat program pembangunan serta menyelesaikan segala permasalahan serta hambatan yang muncul, tidak bisa hanya diselesaikan oleh kelompok tertentu saja, tapi juga butuh pemikiran seluruh komponen masyarakat.

Kebersamaan

"Sekarang ini, kita sangat mengharapkan agar jangan ada lagi kelompok yang menganggap dirinya yang paling berjasa dan telah banyak berbuat untuk Aceh, serta paling bisa menyelesaikan masalah yang ada. Tidak ada yang boleh mengklaim seperti itu, tapi ini karena kebersamaan seluruh masyarakat," sebutnya.

Mantan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh ini menjelaskan, saat ini ketika sudah sepakat untuk membangun Aceh baru yang lebih baik lagi ke depan, maka tidak lagi berbicara kelompok ini atau itu, termasuk perbedaan wilayah antara timur, utara, barat dan selatan, serta tengah. Aceh harus bersatu dan maju menuju kesejahteraan bersama.

TAF Haikal berpendapat, idealnya Provinsi Aceh ke depan dipimpin pasangan gubernur dan wakil gubernur yang berasal dari perpaduan kalangan tokoh nasional dan lokal.

"Kami melihat Aceh untuk ke depan masih diperlukan orang-orang yang berkemampuan membangun komunikasi dengan pemerintah pusat dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan," katanya.

Hal itu disampaikannya menanggapi mulai munculnya bakal calon pasangan gubernur dan wakil gubernur yang akan mencalonkan diri pada Pilkada mendatang.

Haikal yang juga pengurus teras DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Aceh ini menambahkan, tokoh lokal dan nasional yang akan diusung oleh partai politik (parpol), termasuk forum lintas parpol tersebut harus benar-benar "membumi" atau lebih dikenal luas di kalangan masyarakat provinsi ini.

Jangan sampai asal usung tapi tidak memiliki kredibilitas di mata masyarakat. Jika itu terjadi, maka bakal calon tersebut hanya sebagai "pengembira" dalam Pilkada, jelasnya.

Perpaduan antara tokoh berkaliber nasional dan lokal itu, kata Haikal, dibutuhkan untuk upaya membangun Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar bisa berjalan baik tanpa ada kecurigaan, khususnya masyarakat di belahan nusantara lainnya.(mhd)


http://www.analisadaily.com/news/read/2011/09/26/14455/aceh_butuh_figur_pemimpin_yang_bisa_mempersatukan_seluruh_elemen/

Minggu, 07 Agustus 2011

Qanun Pilkada Dibahas Ulang Usai Lebaran

Wednesday, 03 August 2011 19:17
Written by Yuswardi A Suud

JAKARTA - Pertemuan membahas penyelesaian konflik regulasi Pilkada Aceh yang berlangsung selama empat jam di kantor Departemen Dalam Negeri, Jakarta, barusan berakhir dengan kesepakatan untuk membahas ulang Qanun Pilkada setelah lebaran Idul Fitri.

Hal itu disampaikan Ketua DPA Forum LSM Aceh TAF Haikal yang ikut serta dalam pertemuan tersebut mewakili unsur masyarakat sipil. "Semua sepakat Qanun Pilkada segera dibahas ulang setelah lebaran. Dalam istilah tadi disebutkan, semua collingdown dulu untuk mendinginkan suasana," kata TAF Haikal saat dihubungi The Atjeh Post, Rabu, 3 Agustus 2011 setelah pertemuan.

Menurut Haikal pertemuan itu berjalan alot. Gubernur Irwandi Yusuf, kata Haikal, tetap meminta calon independen dimasukkan dalam qanun. Sedangkan menyangkut jadwal hari pemilihan, kata Haikal, akan dibahas kembali setelah pembahasan ulang Qanun Pilkada selesai dilakukan.

Haikal menambahkan, dalam rapat dipimpin Dirjen Otonomi Khusus yang mewakili Departemen Dalam Negeri itu, yang pertama berbicara adalah dari DPRA yang diwakili Adnan Beuransyah (Ketua Pansus Qanun Pilkada), Abdullah Saleh dan Jufri. Mereka menyampaikan tiga poin: tunda pilkada, tahapan dibatalkan dan selesaikan regulasi.

Usai anggota DPRA, giliran Mawardi Nurdin yang mewakili partai politik menyampaikan tentang keresahan partai politik akibat konflik regulasi pilkada yang terjadi saat ini.

Sedangkan Ketua KIP Abdul Salam Poroh menyampaikan perkembangan tahapan pilkada. Ia juga menyampaikan belum menerima petunjuk lain terhadap tahapan pelaksanaan pilkada yang sedang berjalan.

"Selain kesepakatan untuk membahas ulang Qanun Pilkada setelah lebaran, belum ada kesepakatan lain," kata Haikal.

Konflik regulasi pilkda Aceh muncul setelah pihak eksekutif dan legislatif beda bedapat soal pelaksanaan pilkada. Satu pihak mempertahankan keutuhan UUPA, satu pihak lain menginginkan calon independen masuk ke Qanun Pilkada 2011. Belakangan DPRA tak memasukkan calon independen ke Qanun Pilkada, sebab itu Gubernur Irwandi pun tak meneken qanun itu.

Itulah sebabnya Departemen Dalam Negeri turun tangan membentuk sebuah Tim untuk menyelesaikan kisruh regulasi ini. Setelah turun ke Aceh beberapa waktu lalu, Tim Depdagri yang dipimpin Direktur Jenderal otonomi Daerah Djohermansyah, memanggil pihak yang berrseteru untuk duduk satu meja di Jakarta. Sebelum kembali ke Jakarta, Djohermansyah bahkan sempat merancang draft kesepakatan bersama untuk dibahas para pihak.


http://atjehpost.com/nanggroe/politik/4902-qanun-pilkada-dibahas-ulang-usai-lebaran.html

Minggu, 31 Juli 2011

Pengungsi amukan gajah sudah pulang

Saturday, 30 July 2011 17:10
Warta
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Puluhan warga Dusun Rambong Gampong Sapek, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, yang mengungsi akibat takut amukan gajah liar, kini telah kembali ke rumahnya.

Ketua LSM Mataradja Aceh Jaya, T Asrizal di Calang, mengatakan, kawananan gajah liar yang sejak dua pekan terakhir berkeliaran di permukiman Dusun Rambong sudah bergeser ke Desa Reuntang atau berjarak 6 Km dari dusun itu.

"Warga sudah tidak betah lagi tinggal di pengungsian, meski khawatir diamuk gajah, mereka tetap pulang ke rumahnya dan mereka juga ingin merayakan meugang di rumahnya sendiri," kata T Asrizal sore ini.

Menurut dia, setiap malam warga di pedalaman Aceh Jaya itu harus mengungsi guna menghindari amukan satwa liar yang dilindungi itu. "Setiap hari kawanan gajah merusak tanaman perkebunan dan merusak berbagai sarana dan prasarana milik warga di Desa Sapek itu, karena takut, maka banyak warga yang mengungsi ke tempat yang lebih aman," kata Asrizal.

Berdasarkan laporan warga sekitar, akibat ulah satwa berbelalai itu, sekitar satu hektare lebih kebun semangka dan kakao serta tanaman lainnya rusak parah. Kawanan gajah juga merusak dinding rumah yang terbuat dari kayu dan memporakporandakan isinya.

Asrizal juga mengatakan, saat ini kawanan gajah tersebut berada di Desa Reuntang dan telah merusak tanaman perkebunan milik warga di desa itu. "Laporan yang kami terima saat ini warga sedang membakar ban untuk mengusir kawanan gajah itu," katanya.

Juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) TAF Haikal meminta pemerintah atau pihak terkait untuk segera mananggulangi amukan gajah itu. "Persoalan gajah itu sudah berlangsung lama, apa pihak terkait tidak punya nurani sehingga membiarkan warga resah dengan ulah satwa dilindungi itu atau memang pihak terkait tidak mampu dan tidak mau mengatasinya, saya khawatir warga akan menempuh cara-cara anarkis untuk menanggulangi amukan gajah itu," kata TAF Haikal.


http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=208847:pengungsi-amukan-gajah-sudah-pulang&catid=13:aceh&Itemid=26

Tim: Jadwal Ulang Pilkada


Wed, Jul 27th 2011, 12:45
* Pertemuan Tim Kemendagri dengan DPRA, Parpol, Muspida Aceh, LSM
Utama

BANDA ACEH - Tim Kemendagri yang ditugaskan untuk menyerap berbagai masukan dari para pihak terkait kisruh Pilkada Aceh berpendapat, salah satu cara menyelesaikan konflik regulasi yang terjadi antara eksekutif dan legislatif di Aceh adalah dengan menjadwal ulang sebagian tahapan pilkada yang telah berjalan.

Tim yang dipimpin Dirjen Otda Kemendagri, Prof Dr Djohermansyah Djohar mengatakan, pendapat tentang perlunya menjadwal ulang tahapan pilkada setelah pihaknya mendapat masukan dari tiga kali pertemuan yang dilaksanakan Selasa (26/7) di Banda Aceh.

“Kami melakukan pertemuan pertama dengan unsur DPRA dan parpol, kedua dengan Tim Pemerintah Aceh dan Muspida, dan ketiga dengan unsur LSM dan masyarakat sipil,” kata Djohermansyah Djohar pada konferensi pers di Tower Coffee, Tamansari, Banda Aceh, kemarin.

Pada konferensi pers itu, Dirjen Otda Kemendagri didampingi Ketua Desk Aceh Mayjen Amiruddin, Asisten Deputi Bidang Politik Menkopulhukam Sumardi dan Safrizal.

Menurut Djohermansyah, ada keinginan yang besar dari berbagai pihak untuk secepatnya menyelesaikan konflik regulasi yang terjadi selama ini secara damai dan bermartabat serta tidak ada yang merasa menang atau dikalahkan.

Kedua belah pihak--eksekutif dan DPRA--menurut Djohermansyah sependapat jika konflik regulasi tidak secepatnya diselesaikan, bisa menimbulkan konflik institusi dan meluas menjadi konflik sosial, sehingga membuat masyarakat resah dan tidak aman.

Dikatakan Djohermansyah, ketika tim Kemendagri melakukan pertemuan dengan kedua belah pihak tidak bicara soal ditunda atau tidaknya tahapan pilkada yang telah dijalankan KIP. Fokusnya adalah menyelesaikan konflik regulasi dan mendudukkan kembali eksekutif dan legislatif satu meja. Salah satu caranya adalah dengan menjadwal ulang sebagian tahapan pilkada yang telah berjalan.

Masih menurut Djohermansyah, tahapan yang dijadwal ulang, sebagaimana saran yang disampaikan KIP Aceh, misalnya jadwal pemeriksaan kesehatan calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang sebelumnya dijadwalkan pada bulan puasa bisa dilakukan setelah lebaran Idul Fitri mendatang. Begitu juga jadwal pendaftaran calon dari parpol yang telah dijadwalkan 1-7 Agustus 2011 bisa diubah sampai konflik regulasi diselesaikan supaya parpol bisa ikut mendaftarkan calonnya, sehingga pilkada menjadi lebih berkualitas lagi.

Tak lebihi masa tugas
Djohermansyah mengingatkan, penjadwalan ulang tahapan pilkada tidak melebihi masa tugas gubernur dan wakil gubernur Aceh yang akan berakhir pada 8 Februari 2012. Artinya, pada 8 Februari 2012 sudah ada gubernur dan wakil gubernur terpilih untuk dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur definitif. Begitu juga halnya dengan 17 bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota yang pemilihannya dilakukan serentak dengan pemilihan gubernur/wakil gubernur.

Harus hati-hati
Pemangku Wali Nanggroe, Malik Mahmud meminta kepada Pemerintah Pusat agar bersama-sama, dan harus berhati hati dalam hal-hal bermasalah yang menyangkut kebijakan untuk Aceh. “Harus kita selesaikan secara hati-hati dengan melihat sejarah dan latar belakang serta kekhususan Aceh,” ujar Malik Mahmud dalam pertemuan dengan tim Kemendagri, kemarin.

Jubir Partai Aceh Pusat, Fachrul Razi, kepada Serambi malam tadi mengatakan, pertemuan yang berlangsung di Mess Meuntro itu, dihadiri Prof Djohermansyah (Dirjen Otda), Amiruddin Usman (Ketua FKK), Bustami Usman (Kepala Kesbangpol Aceh). Sementara dari petinggi politik GAM, hadir Teungku Malik Mahmud, Dr Zaini Abdullah, Zakaria Saman, Kamaruddin Abubakar, Ustaz Muzakir Hamid, dan Jubir PA.

Malik Mahmud juga meminta semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi meredam konflik yang terjadi belakangan di Aceh. “Kami percaya, pemerintah pusat sangat arif dan bijaksana dalam mencari jalan yang baik terhadap masalah Aceh hari ini,” ujar Malik Mahmud, seperti dilansir Jubir PA, Fachrul Razi.

Menanggapi hal ini, kata Fachrul Razi, Dirjen Otda Djohermansyah mengatakan, pusat berusaha lebih hati-hati untuk mengeluarkan kebijakan agar kekhususan yang dimiliki oleh Aceh dapat terjaga. Djohermansyah juga mengatakan, konflik regulasi ini harus diselesaikan terlebih dahulu, baru pilkada dapat dilaksanakan.

“Ada peluang untuk menjadwalkan kembali penundaan pilkada. Jika konflik regulasi selesai secara baik maka pilkada dapat dijalankan. Kita rescheduling (penjadwalan kembali) karena kita harus membenahi regulasi akibat tabrakan regulasi,” kata Fachrul Razi mengutip Djohermansyah.(her/nal)

komentar koalisi
MAWARDY NURDIN
Bukan Takut
KETUA Partai Demokrat Aceh yang juga Juru Bicara Silaturahmi Lintas Parpol, Mawardy Nurdin menegaskan, 17 parpol yang mengusul penundaan pilkada kepada KPU, Mendagri, dan Presiden, bukan karena takut dengan calon perseorangan tetapi lebih disebabkan karena suhu politik masyarakat telah memanas akibat konflik regulasi yang terjadi antara gubernur dan DPRA. Parpol siap bersaing dengan calon perseorangan jika konflik regulasi yang terjadi bisa diselesaikan secepatnya oleh DPRA, gubernur dan pemerintah pusat secara bijak, arif, damai dan bermartabat. “Kecuali itu, pusat juga harus menjamin UUPA tidak dikuliti lagi isinya hingga tinggal kulit,” tandas Mawardy.

Ketua Komisi A DPRA, Adnan Beuransyah menyatakan, DPRA menilai tahapan pilkada yang dibuat KIP Aceh inprosedural, karena melanggar Pasal 66 UUPA dan Qanun Pilkada. “Untuk itulah kami mengusulkan pembentukan Pansus KIP untuk mengusut pelanggaran yang dilakukan KIP Aceh atas penetapan sepihak jadwal pilkada,” kata Adnan didampingi anggota Komisi A, Abdullah Saleh.

Wakil Ketua II DPRA, Drs Sulaiman Abda berharap berharap Tim Kemendagri bisa menjadi tim mediasi yang baik untuk menyelesaikan secepatnya konflik regulasi agar tidak meluas sampai pada konflik institusi dan sosial. “Komitmen kami, perdamaian Aceh bisa terus berlanjut dan pilkada berjalan damai, aman, dan jujur,” ujar Sulaiman yang memimpin pertemuan antara unsur DPRA dengan tim Kemendagri, Selasa kemarin.(her)

komentar koalisi
MAKMUR IBRAHIM
Belum Ada Dasar
PIHAK eksekutif (Pemerintah Aceh) dalam pertemuan dengan tim Kemendagri di Banda Aceh, Selasa kemarin menilai tuntutan tunda pilkada hingga enam bulan ke depan belum ada dasar yang kuat.

Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas Pemerintah Aceh, Makmur Ibrahim SH, pasal calon perseorangan harus ada dalam Raqan Pilkada yang akan dibahas ulang kembali dengan DPRA.

“Kalaupun ada perubahan jadwal dilakukan sebagian, bukan jadwal keseluruhannya hingga membuat pelantikan gubernur/wakil gubernur yang baru jadi bergeser dari jadwal batas akhir masa pemerintahan gubernur/wakil gubernur Aceh periode 2007-2012 pada 8 Februari 2012,” kata Makmur.

Eksekutif juga menilai, penundaan pilkada yang terlalu lama tidak hanya memboroskan keuangan daerah, tapi bisa menurunkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah.(her)

mereka hadir
Tim Kemendagri:
- Dirjen Otda, Djohermansyah Djohar
- Ketua Desk Aceh, Mayjen Amiruddin
- Asisten Deputi Bidang Politik Menkopulhukam, Sumardi dan Safrizal

Unsur DPRA/Parpol
- Drs Sulaiman Abda (Pimpinan DPRA/Ketua Golkar Aceh)
- Adnan Beuransyah (Ketua Komisi A DPRA/F-PA)
- Nasruddinsyah (Sekretaris Komisi A DPRA/F-PA)
- Abdullah Saleh (Anggota Komisi A DPRA/F-PA)
- Adly Tjalok (Sekretaris Komisi D DPRA/F-PA)
- Tgk Anwar, (Anggota F-PA DPRA)
- Harun, (Anggota F-PA DPRA)
- Ermiadi (Ketua Komisi E DPRA/F-PA)
- Erli Hasyim (Anggota DPRA/PBB)
- Irmawan (Anggota DPRA/PKB)
- Mawardy Nurdin (Ketua Partai Demokrat Aceh)
- Anwar Ahmad (Ketua PAN Aceh)
- Ghufran Zainal Abidin (Ketua PKS/Anggota F-PKS/PPP DPRA)
- Zuriat Suparjo (Anggota F-Golkar DPRA)
- Firmadez (Ketua PKPI/Anggota DPRA)
- Umuruddin Desky (Ketua Komisi B/Anggota F-Golkar DPRA)

Eksekutif/Muspida/KIP:
- Marwan Sufi (Asiten I Setda Aceh)
- Surya Darma (Wakapolda Aceh)
- As Op dan Wa As Intel Kodam IM
- As Intel Kajati Aceh
- Abdul Salam Poroh (Ketua KIP Aceh)
- Ali Al Fatah (Karo Pemerintahan Setda Aceh)
- Makmur Ibrahim (Karo Hukum/Humas Setda Aceh)
- Bustami Usman (Kepala Badan Kesbangpollinmas Aceh)
- M Jakfar (Staf Ahli Bidang Pemerintahan/Hukum Setda Aceh)

Unsur LSM:
- TAF Haikal (Ketua PDA Forum LSM Aceh)
- Hendra (Kontras)
- Hospi (LBH Aceh)
- Agus Mukhtar (AJMI)
- Kolil (Forum LSM Aceh)
- Teuku Kamal (HECA Institute)
- Askhalani (GeRAK Aceh)

masukan:
DPRA/Parpol
1. Tunda pilkada hingga 6 bulan ke depan
2. Batalkan tahapan/jadwal pilkada yang telah dilaksanakan KIP Aceh
3. Selesaikan konflik regulasi Qanun Pilkada secara bijak, arif, damai dan bermartabat
4. Ada jaminan UUPA tidak dikuliti pascayudicial riview Pasal 256

Eksekutif/Muspida
1. Belum ada dasar yang kuat menunda tahapan pilkada yang telah dijalankan KIP Aceh
2. Pasal calon perseorangan harus ada dalam Raqan Pilkada yang akan dibahas ulang dengan DPRA
3. Perubahan jadwal dilakukan sebagian, bukan jadwal keseluruhannya yang bisa membuat pelantikan gubernur/wakil gubernur yang baru bergeser
4. Penundaan pilkada terlalu lama tidak hanya memboroskan keuangan daerah, tapi bisa menurunkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah

LSM:
1. Fasilitasi dan mediasi secepatnya pertemuan eksekutif, KIP/KPU dan legislatif untuk menyelesaikan konflik regulasi Qanun Pilkada antara DPRA dengan Gubernur
2. Tetapkan dan jalankan tahapan pilkada berdasarkan UUPA, Qanun Pilkada dan aturan yang berlaku agar partisipasi dan dukungan seluruh parpol maupun unsur perseorangan menghasilkan pilkada yang demokratis, jujur, tanpa tekanan, bermartabat, damai, dan berkualitas untuk menghasilkan pemimpin yang memiliki legitimasi yang sangat kuat dari rakyat
3. Jangan buat keputusan yang bisa membingungkan dan meresahkan masyarakat Aceh serta mendorong konflik baru di Aceh

agenda lebih lanjut
Akan ada pertemuan tingkat tinggi di Jakarta (belum dijadwalkan, tetapi secepatnya)


http://www.serambinews.com/news/view/62188/tim-jadwal-ulang-pilkada

Rabu, 06 Juli 2011

Mengemuka Opsi Jeda Pemilukada 2011

Banda Raya - 6 July 2011 | 5 Komentar
Banda Aceh | Harian Aceh – Perbedaan dasar hukum dalam pelaksanaan Pemilukada Aceh 2011 dianggap sebagai konflik regulasi yang perlu dicari solusinya. Karena itu, perlu dicapai kesepahaman semua stakholder guna menyatukan sikap untuk memilih satu opsi, yakni jeda Pemilukada Aceh.Satu dari tiga kesimpulan yang dihasilkan ini mengemuka dalam diskusi terbatas yang digelar Forum LSM, Selasa (5/7).

Tokoh politik Aceh, Taf Haikal yang hadir sebagai peserta diskusi mengatakan, tiga pihak yang dianggap sedang berseteru saat ini, yakni, eksekutif, legislatif dan KIP sebaiknya bersepaham untuk duduk berunding dengan mengesampingkan muatan-muatan kepentingan.

“Jadi bertemu bukan dalam kapasitas klik kepentingan, tapi klik perdamaian,” katanya.

Saat ini, kata dia, sebagian berpendapat tahapan Pemilukada Aceh yang sedang berlangsung saat ini memiliki dasar hukum kuat. Di sisi lain, proses yang sudah berjalan tersebut dianggap cacat karena tak sesuai undang-undang, khususnya beberapa pasal di UUPA.

“Hal ini penting untuk menurunkan tensi politik yang cenderung memanas, di samping mencari win-win solusi agar hajatan rakyat lima tahunan ini berjalan sesuai kepentingan rakyat Aceh,” kata Taf Haikal.

Sayangnya opsi jeda Pemilukada ini ditolak M. Jafar yang hadir dengan kapasitas Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Gubernur Aceh. Sedangkan dua pembicara kunci lainnya, masing-masing, Mukhlis Mukthar dan Anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh Abdullah Saleh, menyatakan sepaham dengan opsi jeda.

Penolakan Jafar tadi didasari ketentuan yuridis bahwa pemilu hanya dapat ditunda dengan alasan, karena faktor gangguan stabilitas keamanan, bencana alam dan tak adanya anggaran. “Tak bisa menggunakan alasan-alasan politik,” kata Jafar.

Apalagi, menurut Jafar, bila melakukan jeda, artinya sama saja dengan menghentikan tahapan-tahapan yang sudah dijalankan KIP Aceh. “Pertanyaan lainnya, lembaga mana yang berwenang untuk melakukan jeda pemilukada ini? Tak ada,” katanya. Karena itu, pelaksanaan Pemilukada harus diteruskan.

Sedangkan Mukhlis Mukthar mengatakan, konflik regulasi di Aceh sebenarnya dapat dijadikan alasan untuk penundaan Pemilukada. Menurut dia hal ini masuk dalam koridor yuridis, dan dikategorikan dalam bentuk gangguan Lain, selain keamanan, bencana dan ketiadaan dana.

Kecuali itu, ketiga pembicara sepakat sebuah peraturan perundang-undangan (Perpu) yang diterbitkan presiden dapat menjawab silang pendapat Pemilukada Aceh ini. Usulan Perpu disampaikan Mukhlis Mukthar. Menurut dia, Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) menawarkan Pemerintahan Aceh dan DPRA untuk mengajukan usulan Perpu pada presiden untuk melaksanakan Pemilukada Aceh berdasarkan sistem nasional. “Kamis pekan ini, GNCI Pusat akan sampaikan dalam pertemuan dengan KPU,” katanya.(dad)


http://harian-aceh.com/2011/07/06/mengemuka-opsi-jeda-pemilukada-2011?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter

Akhiri Polemik, Sipil Aceh Tawarkan Jeda Pilkada

Oleh: Radzie - 06/07/2011 - 01:49 WIB
BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Aktivis sipil menyerukan agar jajaran eksekutif, legislatif, dan Komisi Independen Pemilihan Aceh untuk bertemu untuk menemukan solusi mengakhiri kekisruhan regulasi pilkada Aceh. Mereka juga meminta agar diberlakukan jeda pelaksanaan pilkada.

Hal itu mencuat dalam diskusi publik yang dihadiri Abdullah Saleh (anggota Fraksi Partai Aceh), Mukhlis Mukhtar (mantan anggota DPRA), Muhammad Jafar (staf ahli gubernur Aceh), serta belasan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, di Forum LSM Aceh, Selasa (5/7). LSM yang hadir di antaranya Koalisi NGO HAM, KontraS, Walhi, dan Katahati Institute.

T.A.F Haikal, juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan, mengusulkan agar diberlakukan jeda pilkada agar ketegangan politik bisa diturunkan. “Jeda pilkada untuk menurunkan tensi. Sekarang semua pada tinggi tensinya, pada naik terus,” kata Haikal.

Pada masa jeda pilkada, kata Haikal, KIP bersama eksekutif dan legislatif untuk bertemu dan membahas regulasi pilkada yang bisa diterima semua kalangan. “Pertemuan tetap konsern pada klik perdamaian, bukan pada klik kekuasaan,” ujar Haikal.

Kekisruhan pilkada 2011 terjadi karena tarik-menarik regulasi yang dipakai. Eksekutif dan KIP ngotot menggunakan Qanun No 7/2006 yang membolehkan calon perseorangan ikut pilkada. Sedangkan DPRA pun ngotot, agar pilkada dilaksanakan dengan payung hukum Qanun Pilkada yang baru saja mereka sahkan. Namun, di qanun ini tak ada klausul calon independen. Nah, di sinilah mereka berselisih paham.

Mantan anggota DPRA, Mukhlis Mukhtar, meminta agar pelaksanaan pilkada ditunda, karena ketidakjelasan payung hukum. Menurut Mukhlis, Qanun No 7/2006 tidak bisa dijadikan rujukan hukum KIP melaksanakan pilkada 2011. Sebab, seperti halnya di pasal 256 UU Pemerintahan Aceh, Qanun Pilkada 2006 hanya membolehkan calon perseorangan sekali saja.

“Jadi, selesaikan dulu aturan-aturan yang normatif (baru kemudian pilkada digelar),” kata Mukhlis.

Politisi senior ini menyebutkan bahwa kekisruhan pilkada telah menyebabkan terjadinya konflik regulasi. Karenanya, ia meminta agar para pihak yang tengah berseteru mencari solusi untuk mengakhiri konflik regulasi.

“Semua yang sedang berseteru harus menurunkan sedikit tensinya, agar rakyat tidak gamang,” ujarnya.

Senada dengan Mukhlis, Abdullah Saleh juga meminta agar tahapan pilkada yang telah diumumkan oleh KIP ditunda. Apalagi, selama ini KIP tak pernah berkonsultasi dengan DPRA untuk membahas pelaksanaan pilkada.

“Padahal, sejumlah tahapan kan harus melibatkan DPRA, seperti soal penetapan hasil, penyampaian visi dan misi kandidat, dan pembentukan panitia pengawasan pemilihan,” kata mantan politis Partai Persatuan Pembangunan ini.

Sementara Muhammad Jafar, staf ahli gubernur, menilai tahapan pilkada yang telah dijalankan KIP bisa terus dilanjutkan, sembari menyempurnakan regulasi. “Perubahan regulasi dan kegiatan KIP bisa dilakukan bersamaan. Saling bersinergi,” kata Jafar.

Menurut Jafar, sesuai dengan UU No 32/2004 pilkada memungkinkan untuk ditunda karena alasan gangguan keamanan, perang, dan bencana alam. Namun, “kalau ada kesepakatan politik untuk ditunda, misalnya dengan Peraturan Pengganti Undang-undang, bisa saja ditunda,” ujar Jafar yang mantan ketua KIP Aceh. []


http://www.acehkita.com/berita/akhiri-polemik-sipil-aceh-tawarkan-jeda-pilkada/

Membabat di Atas, Menguras di Bawah

Firman Hidayat I The Globe Journal | Minggu, 03 Juli 2011
Saat orang-orang lebih sering berbicara tentang pemanasan global di ruangan yang dingin dengan AC. Jojo yang berusia delapan tahun tertarik menonton film dokumenter Animal Planet yang secara khusus menggambarkan satwa-satwa dan lingkungan hidup sekitar hutan dan keanekaragaman hayati lainnya.

Jojo bersemangat menonton film gajah yang memporak-porandakan rumah masyarakat. Sesekali dia menyaksikan harimau memangsa manusia. Terkadang bencana banjir bandang dan longsor yang juga tak luput dari tontonan bocah itu. Ketika mendengar suara raungan sepeda motor diluar, ia berlari dan dilihatnya seseorang yang sangat ia kenal.

“Abi” teriaknya sambil berlari keluar rumah tanpa memakai sandal. dia naik ke atas kenderaan dan memeluk abi nya. “Ayo jalan-jalan, Jojo pengen jajan,” ajak bocah. “Iya, nanti kita jalan-jalan, abi kan istirahat dulu baru pulang,” jawab sang ayah. Kemudian begitu masuk dalam rumah, abi bertemu dengan umi dan Tata adeknya Jojo.

Ketika bercengkrama, sang ayah melihat tayangan yang ditonton oleh Jojo dan adeknya. Bahkan uminya ikut menyaksikan tayangan film dokumenter Animal Planet itu. Mereka menonton cuplikan sekelompok warga menambang emas di kawasan hutan.

Lalu sang ayah bercerita kepada Jojo sambil menikmati tontonan tersebut.

“Lihat itu nak, kalau hutan rusak, kayu-kayu ditebang, lahan dibuka lebar-labar, hutan dikorek, maka hutannya akan binasa dan orang-orang disekitarnya menjadi miskin,” jelas sang ayah.

Si anak tak mau kalah,

”Kayu diambil untuk dijual, uangnya bisa buat rumah, beli kenderaan. Kalau banyak kayu ditebang, banyak uang, “ cetus Jojo.

Sang ayah bingung menjawab. Jojo sedikit heran,

“Kita tidak boleh merusak hutan, menebang kayu, supaya bencana tidak mengganggu kita. Kalau kita banyak tebang pohon nanti kalau hujan cepat banjir,” jawab ayah menyakinkan Jojo.

“Kita harus bisa sejahtera tanpa merusak lingkungan,” pintanya.

Sesi tanya jawab semakin seru.

“Kenapa kalau tebang pohon bisa banjir?” tanya Jojo ingin tahu.

Abi mengajak mata si anak ke arah TV, “Tuh lihat, air di gunung turun dengan deras menghancurkan rumah-rumah penduduk, tuh lihat hutan sudah botak, banyak pohon yang ditebang,” kata sang ayah.

Anak mengangguk-angguk, iya, iya.

“Jahat sekali orang yang tebang kayu itu ya?” cetus Jojo.

Ayah mengalirkan emosionalnya kepada buah hatinya.

“Coba bayangkan kalau rumah kita rusak karena bencana itu, kita mau tinggal di mana?” Kini giliran Jojo yang bersedih.

“Kalau Jojo besar, nanti harus jaga hutan supaya kita aman.” Mereka pun ke peranduan setelah mematikan televisi.

Mari kita beranjak ke tempat lain. Kekayaan negara Indonesia khususnya Aceh sangat luar biasa dari sumber daya alamnya. Kalau kita kilas-balik ke beberapa dekade lalu, atau masa marak HPH di bumi Aceh, alangkah banyak pohon yang ditebang dengan dalil menyumbang devisa bagi negara.

Berapa juta kubik kayu yang diambil para pengusaha dan pejabat orde baru waktu itu. Pasca gempa dan tsunami yang menghantam Aceh pada Minggu, 26 Desember 2004, kebutuhan kayu justru dipasok dari luar negeri seperti Australia.

Kayu-kayu pinus yang sudah dipoles cantik itu didatangkan dari Australia untuk menutup kekurangan kebutuhan kayu pada masa rehab rekon Aceh pasca tsunami. Jujur saja secara kasat mata kalau kita melihat kondisi hutan yang ada di Aceh banyak dijumpai lahan yang sudah tandus yang ditumbuhi padang ilalang saja. Atau kalau ada tumbuhan itu hanya semak-semak kecil yang hampir semuanya sudah gundul. Pengusaha HPH mesti bertanggung jawab memperbaiki hutan yang telah ditebang itu.

Berbagai lembaga swadaya masyarakat terus bersuara. Sebut saja TAF Haikal putra Bakongan Aceh Selatan yang juga Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) terus bersuara tentang keselamatan lingkungan hidup di Aceh. Pada Jum’at, 27 Mei 2011, sejumlah pegiat lingkungan Aceh bertemu dengan pejabat-pejabat penting di Kantor Pertambangan dan Energi Aceh. Haikal mengatakan masih untung HPH di Aceh pada masa orde baru lalu, karena pengusaha itu hanya merusak di atas permukaan bumi saja. “Tapi bagaimana hancurnya Aceh karena izin-izin tambang yang sengaja dikeluarkan pemerintah untuk mengorek isi yang ada didalam kandungan bumi di Aceh ini?” gugat Haikal serius.

“Saya akan sampaikan kepada rakyat untuk berunjuk rasa menghentikan tambang ini,” kata Haikal menyakinkan sang Kepala Dinas Distamben Aceh itu. Tak heran, lima hari berselang dari pertemuan itu, ratusan rakyat bergabung dan berunjuk rasa mendesak Pemerintah Aceh untuk mencabut izin-izin tambang tersebut.

Pekan itu, pemberitaan media masa di Aceh tentang pertambangan semakin sering diberitakan. Tolak-tarik pernyataan dari pemerintah dan LSM tentang tambang sangat menarik untuk diikuti. Bahkan Wali Nanggroe Malek Mahmud menyerukan kepada rakyat Aceh untuk bersatu memindahkan pemimpin Aceh yang tidak bertanggung jawab karena sudah menghancurkan bumi Aceh akibat pertambangan.

Seperti dikutip dari situs The Globe Journal, Kamis (2/6/2011). Harta kekayaan bumi Aceh termasuk hutan harus kita jaga dan dilestarikan. Pelihara yang bagus supaya dapat dinikmati oleh anak cucu untuk masa mendatang.

“Seperti yang saya lihat di Lhoong, Aceh Besar tempat diambilnya tambang biji besi itu,” tukas Malek. Berapa banyak kerugian yang harus di hitung, padahal orang Aceh belum menyentuh sedikitpun harta tersebut. Sehingga dengan cepat bisa jadi milik orang lain secara murah atas izin orang Aceh kita sendiri.

Fenomena itulah yang kini menimpa Aceh. Dulu HPH sekarang pertambangan. Ketika kayu sulit diperoleh, kini giliran perut bumi digali untuk dirampok harta karun. Kemudian setelah itu mau apa lagi? Toh jika ingin sejahtera tanpa merusak maka harus dimulai dari kawasan yang sudah rusak dulu. Dulu mereka membabat yang di atas yakni pohon-pohon, sekarang menguras yang di bawah menyedot berton-ton kekayaan mineral Aceh.

Untuk itu, berdasarkan pengalaman, saya menawarkan alternatif solusi karena maraknya pertambangan. Ujung dari tawaran ini, warga memiliki lahan untuk mencukupi kebutuhannya tanpa merusak perut bumi melalui pertambangan yang tidak peduli pada ekosistem.

Pertama, membangun lahan kritis atau lahan yang tidak produktif. Jika lahan kritis ini dibiarkan dan tidak ada perlakuan perbaikan, maka keadaan itu membahayakan warga. Lahan kritis harus segera diperbaiki melalui rehabilitasi dan konservasi lahan-lahan kritis di provinsi paling ujung pulau Sumatera ini. Upaya penanggulangan lahan kritis ini dapat dilaksanakan untuk pertanian, perkebunan, peternakan dan usaha lain. Kemudian pembuatan teras-teras pada lereng bukit untuk mencegah erosi terhadap tanah.

Usaha perluasan penghijauan tanah milik dan reboisasi lahan hutan perlu dilakukan. Lahan bekas pertambangan juga perlu dibuat reklamasi. Kemudian perlu adanya kegiatan sungai bersih atau kebersihan pantai pesisir, pengelolaan wilayah terpadu diwilayah lautan dan daerah aliran sungai (DAS).

Tak ketinggalan juga perlu dilakukan pengembangan keanekaragaman hayati. Proses daur ulang sampah-sampah plastik juga harus dilakukan supaya menghilangkan unsur-unsur yang dapat menganggu kesuburan lahan pertanian. Melakukan pemupukan secara tepat dan terus menerus.

Perlu tindakan tegas bagi siapa saja yang merusak lahan yang mengarah pada terjadinya lahan kritis. Karena meskipun dikelola, produktifitas lahan kritis sangat rendah. Bahkan dapat terjadi jumlah produksi yang diterima jauh lebih sedikit daripada biaya pengelolaanya. Lahan ini bersifat tandus, gundul, tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Sehingga perlu dilakukan upaya penyelamatan lahan tersebut secara terus menerus dan berkelanjutan.

Kedua membangun lahan potensial, atau lahan yang belum diolah dan jika diolah akan mempunyai nilai ekonomis yang besar karena memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan mempunyai daya dukung terhadap kebutuhan manusia. Lahan potensial merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka harus ditangani dan dikelola secara baik jangan sampai malah merusak lingkungan.

Lahan potensial tersebar di tiga wilayah utama daratan, yaitu di daerah pantai atau kawasan pesisir, dataran rendah dan dataran tinggi. Lahan-lahan di kawasan pesisir didominasi oleh tanah alluvial (tanah hasil pengendapan). Tanah ini cukup subur karena banyak mengandung mineral yang diangkut bersama lumpur oleh sungai kemudian di endapkan di daerah muara sungai. Memisahkan penggunaan lahan untuk pemukiman, industri, pertanian, perkantoran dan usaha-usaha lainnya.

Kemudian membuat aturan yang mengikat terhadap pengalihan hak atas tanah untuk kepentingan umum. Melakukan pengkajiaan terhadap kebijakan tata ruang, perijinan dalam kaitannya dengan konversi penggunaan lahan. Perlu usaha pemukiman penduduk dan pengendalian peladang berpindah dengan mengelola secara baik daerah aliran sungai, daerah pesisir dan daerah disekitar lautan.

Kekayaan alam di atas bumi atau dalam perut Aceh harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat sekitarnya dan seluruhnya. Sebab kita bisa sejahtara tanpa harus merusak lingkungan hidup. Mengutip negarawan India, Mahatma Gandhi, bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua manusia, tetapi bumi tidak cukup untuk mencukupi keserakahan manusia. Telah terjadi ketidakseimbangan sistem alam akibat ulah eksploitasi manusia sehingga pada akhirnya menimbulkan bencana.

Penulis adalah wartawan The Globe Journal, dan pernah bekerja di NGO Flora Fauna International (FFI) Aceh Programme. Pernah juga bekerja sebagai Peneliti Eye On Aceh tentang lingkungan. Tulisan ini Untuk Diperlombakan dalam Sayembara Menulis Walhi ; Sejahtera Tanpa Merusak.


http://www.theglobejournal.com/kategori/lingkungan/membabat-di-atas-menguras-di-bawah.php

TAF Haikal Akan Lawan Gubernur Aceh Soal Tambang

Firman Hidayat | The Globe Journal | Selasa, 28 Juni 2011
Banda Aceh — Pola komunikasi dengan pemerintah harus dikemas jika ingin melakukan advokasi tambang. Menurut TAF Haikal sebaiknya melawan orang-orang yang membuat kebijakan itu, seperti ditingkat pimpinan daerahnya. Tidak ada negosiasi dengan tambang. “Saya tahu kalah lawan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, tapi saya akan lawan. Itu konkrit,” tegas TAF Haikal.

Jubir Kaukus Pantai Barat-Selatan tersebut mengatakan komitmennya dihadapan sejumlah aktifis yang hadir dalam acara Diskusi "Benarkah Usaha Tambang Di Aceh untuk Sejahterakan Rakyat” yang digagas Koalisi NGO HAM Aceh di Setui Atjeh Kopi Terminal Setui, Selasa (28/6).

"Kita selalu bicara tutup tambang, komunikasi itu tidak menarik lagi. Oleh karena itu kita tingkatkan lagi komunikasi untuk stop tambang bila pemerintah tidak mampu kontrol. Tutup tambang itu karena selama ini pemerintah tidak melakukan kontrol,” kata TAF Haikal.

TAF Haikal melihat dampak sosialnya semakin menimbulkan banyak masalah. Lihat saja ketika seorang keuchik tidak dipercaya lagi sama rakyatnya. Masyarakat antar gampong sudah saling intip-intip kenapa lahan disana diambil sedangkan lahan disini tidak diambil. Kemudian orang tua gampong tidak dihargai lagi karena ada “preman” gampong yang dibayar. Konon lagi anggota DPRK tidak bisa masuk ke lokasi tambang.

“Inikan suatu hal yang kurang waras, negeri apa ini? Apakah negeri bar-bar,” tukas Haikal lagi.

Putra Bakongan, Aceh Selatan ini mengajak semua aktivis lingkungan agar merubah pola komunikasi menjadi lebih elegan. “Saya pernah tantang Pemerintah Aceh untuk membuat suatu pilot project terhadap dua perusahaan tambang yang ramah terhadap lingkungan di Aceh, yaitu PT. Lhoong Setia Mining dan PT. PSU di Aceh Selatan,” kata Haikal. Ini diplomasi yang dilakukan daripada kita minta Pemerintah Aceh tutup perusahaan tambang itu.

Namun permintaan agar dua perusahaan tambang itu diupayakan ramah lingkungan itupun tidak ada. Pemerintah Aceh tidak menuju kesana, konon lagi disinyalir kedua perusahaan tersebut telah menimbulkan korupsi dan suap. Karena sektor pertambangan lebih mudah terjadi suap menyuap apalagi mau mendekati Pemilukada di Aceh.

Para Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dalam melahirkan sebuah kebijakan juga tidak memaakai perspektif daya dukung lingkungan. Haikal yang juga salah seorang tokoh masyarakat Aceh Selatan yang pernah melakukan advokasi terhadap HPH mengatakan kebijakan daya dukung lingkungan, SDM, SDA, keuangan dan kebencanaan itu yang harus dilihat. Menurutnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu masih kebijakan yang paradoks.


http://www.theglobejournal.com/kategori/lingkungan/taf-haikal-akan-lawan-gubernur-aceh-soal-tambang.php

Dikecam, Kartu JKA Bergambar Irwandi Yusuf

Banda Aceh, (Analisa)
Kebijakan memasang gambar Gubernur Irwandi Yusuf pada kartu Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang saat ini sudah dipegang para penerima manfaat fasilitas layanan berobat gratis tersebut, menuai kecaman dari sejumlah kalangan masyarakat.

Pemasangan foto orang nomor satu di Aceh tersebut dinilai sebagai bentuk kampanye terselubung, karena Irwandi Yusuf sebagai kandidat incumbent telah menyatakan akan maju lagi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) November mendatang.

Hingga saat ini, diperkirakan sudah mencapai puluhan ribu kartu JKA yang dicetak selama setahun sejak Juni 2010 hingga Juni 2011 ini. JKA sendiri menanggung berobat gratis sebanyak 1,2 juta jiwa masyarakat Aceh baik yang kaya maupun miskin.

Pemerhati masalah sosial kemasyarakatan di Aceh, TAF Haikal menyatakan, pemasangan gambar Irwandi Yusuf terkesan mengesahkan sang gubernur memanfaatkan berbagai moment untuk mencari popularitas menjelang Pilkada Aceh.

"Saya mengecam pemasangan gambar Irwandi Yusuf di kartu JKA tersebut. Saya rasa, Presiden sekalipun tidak pernah memasang gambarnya di kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dilaksanakan pemerintah," ujar Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (30/6).

Menurut Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh ini, siapapun yang menjadi gubernur memang harus berpikir dan bekerja untuk rakyat, namun bila pada kartu JKA pun masuk foto gubernur, itu tentunya sesuatu hal yang sangat berlebihan.

"Janganlah niat yang sudah baik pada program JKA untuk memberikan fasilitas berobat gratis bagi penduduk Aceh, menjadi perdebatan politis di kalangan publik, sehingga program JKA menjadi program yang diperdebatkan tapi tidak pada subtansinya," sebutnya.

Timbulkan Multitafsir

Aktivis anti korupsi Aceh, Teuku Neta Firdaus menyatakan, aksi pemasangan foto Irwandi Yusuf seperti itu menimbulkan multitafsir, apakah Irwandi ingin memperlihatkan bahwa dia sukses dalam hal memberi kesehatan gratis.

"Pertanyaannya, apa benar pelayanan kesehatan sudah bagus?. Ada gambar Irwandi di Kartu JKA juga memberi kesan seperti kurang modal dalam berkampanye. Sebaiknya melalui iklan di TV atau koran yang lebih menarik dan konkrit," ujarnya.

Koordinator Solidaritas untuk Anti Korupsi (SuAK) Aceh ini menilai, iklan numpang di kartu JKA seakan ada semacam pembodohan politik, apapun itu wujud dan bentuknya. Apakah gambar tersebut melanggar Pasal 84 ayat 1 h UU No.10 tahun 2008, yang berisi tentang larangan penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, penjabarannya tentu yang berhak memberi jawaban adalah KPU/KIP.

Ditambahkan, di tengah kondisi masyarakat yang semakin apatis, tantangan riil bagi para kandidat dan tim sukses adalah menemukan strategi kampanye kreatif, yang bisa membuat masyarakat terpikat. Bagaimana memposisikan figur calon ke dalam jarak personal yang sangat dekat, melekat di benak masyarakat, bahkan tak terlupakan hingga hari H pemilih berada di dalam bilik suara.

"Populer saja tidak cukup, apalagi cuma dikenal. Tapi bayangkan sebuah kedekatan yang simpatik seperti ketika kandidat mengunjungi seorang warga di rumahnya. Lalu ia memperkenalkan diri, berbicara dengan akrab dan penuh perhatian serta memberi bingkisan. Dengan sikap santun meminta doa restu serta dukungan," terangnya.

Neta Firdaus menyebutkan, masyarakat kebanyakan memang tak terlalu memperhatikan janji kampanye, visi dan misi, paltform atau program kerja. Masyarakat hanya ingin percaya bahwa calonnya dekat dengan masyarakat dan memperhatikan masyarakat dengan cara sederhana.

Sebelumnya, Kepala Seksi Operasional Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) di PT Askes Cabang Banda Aceh, dr Mohammad Fakhrizal mengatakan, kartu JKA sekarang ini harus memakai foto Gubernur Irwandi Yusuf. "Fotonya harus besar-besar, sedangkan lambang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dengan PT Askes berada di sudut gambar kecil kartu tersebut," katanya. Dijelaskan, syarat untuk mendapatkan kartu JKA paling di utama harus ada KTP dan KK Aceh serta rekomendasi dari kepala desa setempat. Semua berkas-berkas KTP dan KK itu masih tersimpan utuh di PT.Akses Banda Aceh. "Aturan itu memang ada dalam Qanun JKA," ujarnya. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=100148:dikecam-kartu-jka-bergambar-irwandi-yusuf&catid=1051:02-juli-2011&Itemid=218

Senin, 20 Juni 2011

Transportasi ke Bulohseuma Masih Lumpuh * Tokoh Trumon di Banda Aceh Datangi Camat Aceh Selatan

Sat, Jun 11th 2011, 09:14
TAPAKTUAN – Ratusan warga yang bermukim di tiga dalam Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, kini semakin sulit mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Pasalnya hingga Jumat (10/6) kemarin transportasi jalur laut ke kawasan itu masih lumpuh menyusul masih tertutupnya mulut muara Bulohseuma. Jamaluddin, tokoh masyarakat Trumon, kepada Serambi, Jumat (10/6) mengatakan, kehidupan masyarakat di Kemukiman Bulohseuma kini semakin memprihatinkan. Bahkan ratusan penduduk yang berdomisili di kawasan terpencil itu terancam kelaparan, karena sudah dua pekan mereka tidak bisa bepergian ke pusat kecamatan untuk berbelanja bahan kebutuhan pokok.

Kondisi ini disebabkan, karena transportasi jalur laut dari Keude Trumon menuju Bulohsema masih lumpuh. Kapal motor dan speed boat yang selama ini menjadi alat transportasi utama bagi warga setempat belum bisa beroperasi, karena mulut muara masih tertutup sedimen akibat diterjang ombak. Belasan boat kayu berbagai ukuran masih bersandar di muara Desa Raket. “Kini persediaan beras dan bahan kebutuhan pokok lainnya semakin langka. Bahkan bila dalam beberapa hari ini gelombang masih tinggi dan mulut muara belum dibuka, maka warga di tiga desa itu, yakni Desa Raket, Kuta Padang, dan Gampong Tengoh bisa kelaparan,” katanya.

Datangi Camat
Jamaluddin juga melaporkan, sekitar 40 orang tokoh masyarakat Kecamatan Trumon yang berdomisili di Banda Aceh, Kamis (9/6) malam melakukan pertemuan dengan Camat Trumon, Isa Ansari SH, di Banda Aceh. Selain mempertanyakan tentang kelanjutan pembangunan peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma yang kini sudah empat bulan terbengkalai, dalam pertemuan itu warga juga mempertanyakan kerusakan ruas jalan Pulo Paya-Keude Trumon yang hingga kini belum diperbaiki.

Selain para tokoh masyarakat dari berbagai desa, dalam pertemuan tersebut juga ikut dihadiri sejumlah mahasiswa dan aktivis LSM Aceh, TAF Haikal. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu berlangsung tegang, karena dalam pertemuan tersebut masyarakat bukan hanya mempertanyakan tentang kelanjutan pembangunan jalan. Tetapi juga meminta Camat Isa Ansari untuk bertanggung jawab terhadap terhentinya peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma dan kerusakan jalan Pulo Paya-Keude Trumon yang hingga kini belum diperbaiki.

Para tokoh dan mahasiswa itu mengatakan pembangunan jalan Keude Trumon-Bulohseuma harus menjadi periotas utama. Hal itu dilakukan untuk membebaskan ratusan kepala keluarga warga Bulohseuma dari keterisolasian. “Sudah 66 tahun negeri ini merdeka. Tapi masyarakat Bulohseuma belum menikmati hasil kemerdekaan itu,” katanya. Terkait masalah tersebut, Camat Trumon, Isa Ansari SH, yang dihubungi secara terpisah, membenarkan pihaknya didatangi para tokoh masyarakat dan mahasiswa Trumon yang berdomisili di Banda Aceh, Kamis (9/6) malam.

Selain mendesak percepatan peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma yang kini masih tersisa 14 km dari 43 km panajng jalan yang dibangun, masyarakat juga meminta supaya jalan kabupaten Desa Pulo Paya-Keude Trumon segera diperbaiki. Jalan sepanjang 16 km itu sudah rusak sekitar 22 tahun. “Tugas camat hanya bermohon kepada Dinas Bina Marga Aceh untuk menuntaskan pembangunan jalan darat menuju Bulohseuma dan perbaikan kerusakan jalan Pulo Paya-Keude Trumon. Tapi dibangun atau tidaknya jalan itu bukan wewenang camat,” tegasnya.(az)


http://m.serambinews.com/news/view/58312/transportasi-ke-bulohseuma-masih-lumpuh

Terkait Rekomendasi Izin Pertambangan ; Gubernur Dituding Lakukan Pembohongan Publik

Banda Aceh, (Analisa)
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dituding oleh sejumlah pihak telah melakukan pembohongan publik terkait pernyataannya yang mengatakan hanya mengeluarkan tiga izin pertambangan selama menjabat dari tahun 2007, yaitu untuk perusahaan pertambangan bijih besi.

Padahal berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) di Provinsi Aceh hingga akhir Mei 2011 tercatat sebanyak 77 perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan dan direkomendasikan Gubernur Aceh. Enam di antaranya, dikeluarkan oleh gubernur sebelum Irwandi Yusuf.

Tapi, dalam statemennya beberapa waktu lalu, Irwandi menyatakan banyak perusahaan tambang yang bekerja ilegal di Aceh dan tanpa izin darinya. Ia meminta bupati yang memberikan izin perusahaan tambang tersebut, mencabut izinnya. Bila terjadi kerusakan alam, maka bupati setempatlah selaku pihak yang harus bertanggungjawab.

"Kenyataan ini menunjukkan Irwandi Yusuf telah melakukan pembohongan publik dengan mengatakan hanya mengeluarkan tiga izin pertambangan, padahal kenyataannya sejak menjabat gubernur, ia telah mengeluarkan 66 rekomendasi izin pertambangan sampai sekarang," ujar pemerhati pembangunan Aceh, TAF Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Selasa (14/6).

Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh ini lebih jauh menyatakan, tak habis pikir kenapa gubernur terkesan seperti mau lepas tanggungjawab, seolah-olah dirinya tidak ada kontribusi apa-apa terhadap keluarnya izin pertambangan yang banyak diprotes keras oleh masyarakat sekitar lokasi tambang karena berpotensi merusak lingkungan dan menimbulkan masalah sosial.

"Jangan begitu saja dong lepas tanggungjawab. Saya mau tantang, di belahan dunia mana pertambangan tidak minimbulkan masalah dan berdampak terjadinya bencana lima atau sepuluh tahun ke depan, selain yang dirasakan timbulnya masalah sosial," terangnya.

Butuh Investasi

Ditanyakan kenapa dengan mudahnya gubernur merekomendasikan izin untuk usaha sektor pertambangan, Haikal menyatakan, sebenarnya untuk membangun memang butuh investasi, tapi kalau kemudian semua investasi itu didorong pada sumber daya alam yang tidak terbarukan, itu juga tidak benar. Apalagi, aspek-aspek politik juga makin terasa dalam keluarnya izin pertambangan ini.

"Saya mengindikasikan, dengan semakin dekatnya Pemilukada Aceh, apalagi butuh uang banyak untuk proses pencalonan, maka rekomendasi izin tambang ini akan semakin banyak dilepaskan. Meki itu masih rumor, saya kira tidak ada makan siang gratis. Tapi ini harus diatur," jelasnya.

Haikal juga mempertanyakan, jika dikatakan pertambangan bisa mendorong ekonomi masyarakat. "Mari kita diskusi, mana penelitiannya. Bahkan, yang ada akan merusak lingkungan. Belum lagi pembangunan-pembangunan atau infrastruktur yang sudah dibangun itu rusak akibat dari pertambangan ini. Seperti di barat selatan Aceh, kalau infrastruktur yang sudah dibangun dengan uang rakyat atau investasi yang kemudian merusak infrastruktur, ini juga sia-sia," sebutnya.

Koordinator Gerakan Mahasiswa Anti Tambang, Robby Firmansyah juga membantah penyataan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, yang menyatakan dirinya hanya merekomendasi tiga perusahaan tambang. Pernyataan itu dinilai bertolak belakang dengan data yang ada.

Malah, tambah Roby, PT Agra Budi Jasa Bersama, yang memproduksi batubara di Aceh Barat memperoleh izin/rekomendasi dari Gubernur Irwandi Yusuf sampai tahun 2028. "Padahal, kalau kita lihat seperti PT Lhoong Setia Mining (LSM), ada rekomendasi yang dikeluarkan DPRAceh untuk ditutup. Tapi pemerintah tidak menutup, padahal banyak kasus kewajiban yang tidak dipenuhi LSM. Mereka tidak bayar pajak," jelas Roby.

Sebelumnya, Kasie Pembinaan dan Pengawasan pada Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Sugeng Jarot menyebutkan, 120 total izin usaha tambang yang beroperasi di Aceh, 71 di antaranya direkomendasi Gubernur Irwandi Yusuf. "Ada 77 yang direkomendasi Gubernur, baik itu gubernur sekarang dan gubernur sebelumnya. Lalu, dari total 120 perusahaan tambam tercatatat 102 dengan izin ekplorasi dan 18 izin operasi produksi," jelasnya.

Sementara Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akan menginventarisasi perizinan pertambangan yang tersebar di sejumlah daerah di provinsi itu. "Kita bentuk tim yang terdiri dari anggota Komisi A, B dan C DPRA, itu akan turun ke sejumlah daerah untuk menginventarisasi terkait masalah perizinan usaha tambang di Aceh," kata Wakil Ketua Komisi B DPRA, Darmawan Daud.

Menurutnya, masalah pertambangan ini sangat serius karena menyangkut eksistensi lingkungan hidup, karenanya perlu segera ditangani dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak buruk di tengah-tengah masyarakat. "Jangan sampai izin pertambangan itu dikeluarkan tanpa mempertimbangkan aspek buruk yang kemungkinan ditimbulkan di masa mendatang, khususnya terkait dengan ancaman kelestarian lingkungan," ujar politisi Partai Aceh (PA) ini. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=98564:terkait-rekomendasi-izin-pertambangan--gubernur-dituding-lakukan-pembohongan-publik&catid=1035:15-juni-2011&Itemid=217

Minggu, 05 Juni 2011

Ketika Penghentian Sementara Tebang Hutan Aceh Dipertaruhkan

Ditulis pada 05-06-2011 13:04:05 WIB
By: Azhari.

Banda Aceh (Phinisinews) - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sering menangkap basah warga yang sedang memotong kayu di kawasan hutan, meski pihaknya tidak berhenti mengkampanyekan pentingnya menyelamatkan hutan di provinsi itu.

Bahkan, kebijakan untuk menyelamatkan hutan lahir di awal kepemimpinan Irwandi Yusuf sebagai gubernur Aceh, yakni "moratorium logging" atau penghentian sementara tebang hutan di seluruh provinsi itu.

Kebijakan tersebut dituangkan dalam Instruksi Gubernur Nomor 05/INSTR/2007 tentang pemberlakuan "Moratorium Logging" di seluruh provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

Ironisnya, aksi penebangan hutan di tengah-tengah kampanye "penghentian sementara tebang hutan" tidak hanya terjadi di pedalaman tapi juga di wilayah yang kerap banyak dikunjungi seperti kawasan Saree, perbatasan antara Kabupaten Aceh Besar dan Pidie.

Sepuluh tahun lalu, kiri dan kanan badan jalan Banda Aceh-Medan di kawasan Saree, rimbun dan sejuk karena lebatnya pohon pinus namun kini hanya terlihat tanaman muda seperti jagung, pisang dan deretan kios-kios milik masyarakat.

Kesejukan kawasan Saree sudah berubah menjadi udara gerah karena kerimbunan pinus-pinus berganti dengan bangunan beratap seng (kios dan gubuk serta restoran).

Kawasan Saree yang terkenal dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan itu luas arealnya sekitar 6.622 hektare, memiliki dua gunung legendaris di Aceh, yaitu Gunung Seulawah Agam dan Gunung Seulawah Dara.

Kini, di kawasan itu kerap terdengar deru mesin chin saw (pemotong kayu) menumbangkan pinus-pinus meski disampingnya terpancang sebuah papan berdiameter 1x2 meter, bertuliskan "dilarang menebang kayu di kawasan lindung" lengkap dengan sanksi hukum.

Gubernur Irwandi Yusuf juga sempat memorgoki sejumlah orang yang sedang menebang pohon pinus di lintasan jalan negara Banda Aceh-Medan, kawasan Saree beberapa waktu lalu.

"Kalau dilintasan orang banyak saja berani menebang hutan, konon lagi di pedalaman. Itu tidak bisa dibiarkan dan pemerintah harus tegas jika komit dalam menyelamatkan lingkungan hidup di Aceh," kata Imran, warga Banda Aceh.

Belum lama ini, gubernur juga sempat menangkap basah seorang warga di pedalaman Aceh yang sedang memotong kayu yakni di kawasan Beutong, atau jalan Takengon (Aceh Tengah) menuju Kabupaten Nagan Raya.

Saat itu, gubernur Aceh langsung menanyakan siapa pemilik kayu balok yang tersusun rapi di kawasan hutan lindung itu kepada seorang warga setempat. "Siapa punya kayu ini," tanya Irwandi.

"Kalu tumpukan kecil ini saya punya, untuk mendirikan rumah. Sementara tumpukan besar kayu balok itu saya tidak tahu siapa pemiliknya, sebab tidak pernah jumpa orangnya," kata Abubakar, warga setempat.

Kebijakan "penghentian sementara tebang hutan" di tanah rencong dalam upaya penyelamatan hutan Aceh yang tersisa melalui redesign (penataan ulang), reforestasi (penanaman kembali hutan) dan reduksi deforestasi (menekan laju kerusakan hutan) atau singkatan konsep "3R".

Konsep "3R" yang digagas pemerintah itu diharapkan akan mampu mewujudkan "Hutan Lestari Rakyat Aceh Sejahtera".

Jeda pembalakan kayu adalah pembekuan atau penghentian sementara seluruh aktivitas penebangan kayu skala kecil dan besar (skala industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyerukan kepada masyarakat untuk segera berhenti melakukan perambahan hutan, terutama di kawasan lindung sepanjang jalan Takengon (Aceh Tengah)-Beutong (Nagan Raya).

"Ini merupakan kawasan yang harus dilindungi. Saya minta aksi perambahan hutan harus segera dihentikan, sebab jika dibiarkan berlangsung maka ke depan akan menjadi bencana," katanya.

Hal itu disampaikan ketika menyaksikan langsung kawasan hutan yang telah gundul di sepanjang ruas jalan antara Kabupaten Aceh Tengah-Nagan Raya, pedalaman Provinsi Aceh.

Untuk mencegah jangan sampai pembalakan kayu maka ia meminta bupati di kedua kabupaten itu tidak tutup mata, jaga jangan sampai kawasan hutan di daerahnya masing-masing digunduli.

"Saya berharap para lebih aktif mengontrol kawasan hutan, apalagi di wilayah yang dilindungi seperti Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)," katanya.

Menurut dia, kegiatan pembukaan lahan dan penebangan dihutan lindung tersebut seakan-akan pembiaran oleh kabupaten sehingga masyarakat menilai hal itu boleh dilakukan.

"Jika tidak ada larangan maka banyak masyarakat yang akan melakukan pembukaan lahan dan menebang kayu di hutan lindung. Seluruh kepala daerah saya meningkatkan sosialisasi dan pengawasan hutan lindung untuk mendukung program 'moratorium loging' yang telah dideklarasikan Pemerintah Aceh 2007," katanya.


Belum dicabut

Irwandi Yusuf menegaskan kembali bahwa kebijakan "penghentian sementara tebang hutan" belum dicabut, sebagai salah satu upaya untuk mencegah kerusakan hutan di provinsi itu.

"Moratorium logging atau penghentian sementara tebang hutan itu sebagai salah satu upaya kami mencegah kerusakan hutan khususnya di Aceh dan kebijakan sejak 2007 tersebut hingga kini masih berlaku," katanya.

Kendati demikian gubernur juga mengakui masih ada aksi pembalakan hutan di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut.

"Tapi yang harus dicatat dengan adanya kebijakan 'moratorium logging' itu sudah lumayan maju dalam upaya mencegah aksi perambahan hutan di Aceh, dibandingkan di provinsi lain di Indonesia," kata dia menjelaskan.

Sebab, katanya, masalah pencurian kayu itu tidak pernah habis-habisnya jika tidak didukung oleh seluruh masyarakat.

"Yang jelas, upaya pembalakan hutan secara besar-besaran seperti yang terjadi puluhan tahun silam, maka hari ini tidak kita temukan lagi di Aceh," ujar Irwandi Yusuf.

Jika selama ini terjadi banjir yang disertai material lumpur dan kayu gelondongan, Gubernur menyebutkan itu merupakan pembalakan hutan yang dilakukan sebelum adanya kebijakan "penghentian sementara tebang hutan" di Aceh.

Di pihak lain, ia juga menjelaskan Pemerintah Aceh telah melakukan pemberdayaan bagi masyarakat khususnya yang berdomisili di kawasan pinggir hutan melalui bantuan bibit tanaman palawija.

"Tapi itu semua terkadang tidak menyurutkan segelintir orang menebang kayu, sebab sebagian kecil mereka beranggapan bahwa hasil pertanian lebih kecil dibanding dengan menebang satu batang kayu di hutan, dan langsung memperoleh uang," kata dia.

Data Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyebutkan mulai tahun 1980 hingga 2008, luas hutan Aceh telah berkurang hingga 914.422 hektare dari total luas 5.675.850 hektare.

Artinya, seluas 32.657 hektare hutan dibabat setiap tahun. Tahun 2008, luas hutan Aceh tinggal 61,42 persen. Diperkirakan jika alih fungsi lahan terus terjadi di Aceh maka luas tutupan hutan Aceh menyusut.

Alih fungsi lahan dinilai sebagai penyebab lahan kritis di Aceh. Alih fungsi ini disertai pembalakan liar, pembakaran hutan, dan kegiatan pembukaan perkebunan dan pertanian yang tak mengikuti teknik konservasi tanah. Total luas lahan kritis di Aceh mencapai 1, 6 juta hektare.

Sementara itu, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) Aceh TAF Haikal, menilai kebijakan "moratorium logging" sudah lumayan untuk mencegah perambahan hutan meski belum memenuhi harapan masyarakat.

"Artinya, kebijakan itu sudah berhasil menekan lajunya pembalakan kayu kawasan hutan Aceh, tapi disisi lain seharusnya diikuti untuk memastikan ketersediaan kayu bagi kebutuhan masyarakat," kata dia.

Seharusnya, kata dia Pemerintah Aceh mencari solusi untuk penanaman kayu yang bisa berproduksi bagi kebutuhan masyarakat sehingga kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan tetap lestari.
Akan tetapi, TAF Haikal menilai jika kebijakan "moratorium logging" dari pemerintah Irwandi Yusuf untuk menjaga agar tidak merusak ekosistem lingkungan dari sudut pandang sektor pertambang, sangat bertolak belakang.

"Artinya 'moratorium logging' sebuah kebijakan untuk menjamin penyelamatan hutan, tapi jika masalah pertambangan dibiarkan beroperasi maka sangat bertolak belakang," katanya.

Apa artinya sebuah "moratorium logging" jika pertambangan dibuka lebar bagi investor. Bukankah beroperasinya tambang itu sama artinya menggrogoti alam dari bawah, ujar TAF Haikal.

Ia juga sepakat jika masyarakat bersatu menolak rencana eksploitasi tambang di sejumlah daerah, khususnya di kawasan pesisir barat dan selatan Aceh, karena potensi ekonomi sektor pertanian dan perikanan masih memungkinkan digarap.

Sementara pihak Walhi Aceh juga mendukung sepenuhnya upaya masyarakat seperti di Kabupaten Aceh Barat Daya yang menolak kehadiran perusahaan tambang sebagai upaya mencegah kerusakan hutan dan alam sekitarnya.

"Pernyataan masyarakat menolak kehadiran perusahaan tambang di daerah mereka sudah tepat dan kami mendukung penolakan tersebut," kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh TM Zulfikar.

Sekelompok masyarakat Aceh Barat Daya mendesak Gubernur Aceh tidak mengeluarkan izin apa pun terkait aktivitas pertambangan karena keberadaannya membawa petaka.

Menurut Zulfikar, penolakan tersebut telah menumbuh kesadaran kolektif masyarakat dalam mencegah kerusakan alam, sehingga terhindar dari potensi bencana.

"Kami pernah berdialog dengan pemuka masyarakat di sejumlah gampong di Kabupaten Aceh Barat Daya. Masyarakat sepakat menolak bila daerahnya dieksploitasi dan hancur atas nama pertumbuhan ekonomi semu," sebut dia.

"Masyarakat mengkhawatirkan hancurnya kawasan hutan sebagai penyimpan air. Bisa dibayangkan bila sumber air rusak dan tercemar. Jangan sampai warga baru sadar ketika keberadaan tambang sudah menjadi bencana," katanya.

"Penghentian sementara tebang hutan akan berarti jika pemerintah bisa menjamin ketersediaan kayu yang cukup untuk kebutuhan masyarakat, disamping menjaga kawasan hutan tetap lestari tanpa digerogoti dari bawah karena aksi penambangan.
(Sumber: AntaraNews)


http://www.phinisinews.com/read/2011/6/5/3108-ketika_penghentian_sementara_tebang_hutan_aceh_dipertaruhkan

Senin, 30 Mei 2011

Pemprov Aceh Janji Cabut Izin Tambang Tak Sesuai Prosedur

lavinda |
Sabtu, 28/05/2011 01:01 WIB

Jakarta - Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Aceh Said Ikhsan menegaskan pihaknya sedang berupaya mencabut izin pertambangan yang tidak sesuai prosedur di wilayah Aceh.

"Sekarang kami sedang meminta kabupaten untuk mencabut izin pertambangan yang dikeluarkan tidak sesuai prosedur," tegas Said seperti tertulis dalam siaran pers yang diterima www.today.co.id, Jumat (27/5/2011).

Pernyataan ini diungkapkan untuk menanggapi desakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan beberapa LSM lain yang sebelumnya meminta Pemerintah Provinsi Aceh berhati-hati dalam mengeluarkan izin penambangan di wilayah tersebut.

Tak hanya itu, Juru bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan TAF Haikal menyayangkan aparatur pemerintah yang dengan mudah mengeluarkan izin tambang, tetapi tak mampu mengontrolnya.

"Wajar saja jika investor tambang mempertahankan assetnya kalau ada masalah, pemerintah diam saja," katanya.

Selain WALHI dan Kaukus Pantai Barat-Selatan, LSM lain yang turut dalam audiensi kali ini ialah Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dan ACSTF.

Pada dasarnya, Aceh merupakan satu-satunya daerah yang telah memiliki dan dapat mengontrol Izin Usaha Penambangan (IUP)-nya sendiri. Oleh karena itu, saat ini pemerintah Provinsi Aceh meminta kabupaten untuk mencabut izin pertambangan yang tak sesuai prosedur.
(lav/lav)


http://today.co.id/read/2011/05/28/34844/pemprov_aceh_janji_cabut_izin_tambang_tak_sesuai_prosedur

Izin Pertambangan Merajalela ; Barat Selatan Aceh Terancam Bencana Besar

Banda Aceh, (Analisa)

Masyarakat di kawasan pantai barat selatan Provinsi Aceh saat ini merasa khawatir akan terjadinya bencana alam besar yang akan mengancam kehidupan mereka di masa yang akan datang menyusul akan beroperasinya sejumlah perusahaan pertambangan di daerah mereka.

Beroperasinya belasan perusahaan tambang khususnya yang bergerak di bidang eksplorasi dan ekspoitasi bijih besi dan emas tersebut, menyusul izin dikeluarkan baik oleh Pemerintah Provinsi Aceh maupun pemerintah kabupaten/kota setempat.

Pemberian izin tersebut terkesan telah mengabaikan sikap penolakan dan protes yang dilancarkan oleh masyarakat di beberapa kabupaten/kota di barat selatan ini seperti Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Subulussalam, dan Aceh Jaya. Pemerintah pun dinilai tak peduli lagi terhadap keselamatan warganya yang merasa terancam.

”Kita sangat menyayangkan pemberian izin pertambangan yang saat ini begitu merajalela, yang dilakukan Pemprov Aceh maupun beberapa kabupaten/kota. Seharusnya, mereka lebih mengutamakan keselamatan rakyatnya dari ancaman bencana ketimbang mencari untung dari sektor pertambangan,” ujar Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal kepada wartawan, Sabtu (28/5).

Ia mencontohkan, warga dari enam Desa di Kecamatan Jeumpa Aceh Barat Daya telah mengirimkan surat kepada Gubernur Aceh. Surat yang ditandatangani masing-masing Geucik setempat, menolak kehadiran PT Juya Aceh Minning (JAM) dan perusahaan tambang lainnya yang akan melakukan eksploitasi dan eksplorasi bijih besi di kawasan mereka.

Selain itu, mereka meminta Gubernur Aceh agar tidak mengeluarkan izin apa pun terkait aktifitas pertambangan di kawasan mereka. “Masyarakat sepakat menolak daerah mereka dieksploitasi dan hancur atas nama pertumbuhan ekonomi semu. Bukti-bukti kerusakan akibat kegiatan penambangan seperti di Manggamat tampak nyata, mengapa masih juga mengizinkan tambang,” kecamnya.

Haikal mengatakan, dari 109 data perusahaan tambang tahun 2010 lalu, sedikitnya 66 perusahaan yang menjalankan pertambangan di wilayah Barat Selatan. Kemudian ada tiga perusahaan yang sudah mengantongi AMDAL-nya, yaitu di Aceh Jaya, Subulussalam dan Aceh Selatan.

Peruntukkan izin-izin investasi pertambangan di Aceh jangan diberikan seenaknya. Pemprov Aceh harus mengkaji lebih dalam lagi karena termasuk daerah yang rawan terhadap bencana. Pasalnya, kalau HPH menebang di atas permukaan bumi, tapi kalau pertambangan itu bisa mengorek bumi dan sangat besar resiko terjadinya bencana.

Ia juga mengecam pemilihan sektor tambang sebagai basis pembangunan Aceh sebagaimana yang disebutkan Gubernur Irwandi Yusuf dalam pembukaan Musrenbang RKPA beberapa waktu lalu, karena itu solusi keliru untuk mensejahterakan masyarakat.

”Fakta menunjukkan tidak ada daerah makmur karena tambang. Di Indonesia banyak contoh, seperti Bangka Belitung yang tinggal lubang-lubang besar peninggalan tambang timah, Papua yang gunungnya sudah menjadi danau dikeruk oleh Freeport, tapi masyarakat setempat tetap miskin.

Banyak Konflik

Juga bisa dilihat mulai dari Aceh Selatan hingga Tamiang, banyak terjadi konflik akibat pertambangan. Dari sisi PAD tidak jelas pemasukan dari sektor pertambangan yang masuk ke kas pemerintah. Dari sisi tenaga kerja juga tidak banyak pekerja yang terserap mengingat tambang di Aceh hanyalah tambang mengeruk semata tanpa pengolahan lebih lanjut (pabrik). Pertambangan di Aceh adalah keruk tanah sedalam-dalamnya (penambangan terbuka/open pit), ambil, ekspor dan lalu bekas tambang ditinggalkan begitu saja.

Sementara Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan pada Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Armia SH menyatakan aktivitas pertambangan sudah sangat jelas akan merusak lingkungan, dan akan menimbulkan dampak seperti terjadinya berbagai bencana.

”Jelas merusak dan berpotensi besar mengundang bencana. Seperti kawasan hutan dan gunung, kita rusak dan mengambil bahan galian. Kerusakan tidak hanya sekitar, tapi juga meluas kemana-mana, apalagi jika tidak diikuti dengan reklamasi kerusakan tersebut,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk menghindari bencana alam, pemerintah harus benar-benar bersikap tegas kepada perusahaan. Bagi perusahaan penambang, kata dia, penutupan tambang usai pemanfaatan sudah merupakan keharusan dengan menganggarkan dana penutupan itu dalam komponen biaya perusahaan hingga masa izin berlaku.”Pemerintah, harus benar-benar bisa memastikan apakah perusahaan itu sudah menjalankan kewajibannya melakukan penutupan bekas tambang,” terang Armia. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=97117:izin-pertambangan-merajalela--barat-selatan-aceh-terancam-bencana-besar&catid=1020:30-mei-2011&Itemid=216

Stop Izin Tambang Jika tak Mampu Kontrol

Sun, May 29th 2011, 10:02
Utama
BANDA ACEH – Aktivis lingkungan dari beberapa LSM mengingatkan pemerintah tentang berbagai persoalan tambang dan dampak buruk pertambangan di Aceh. Salah satu warning yang dikeluarkan elemen sipil tersebut adalah jangan keluarkan izin tambang kalau pemerintah tak mampu mengontrolnya.

Berbagai persoalan seputar masalah pertambangan mengemuka ketika audiensi aktivis lingkungan dari beberapa LSM dengan Kepala Dinas Pertambangan & Energi (Distamben) Aceh, Said Ikhsan, Jumat (27/5). Audiensi yang berlangsung secara dialogis tersebut mendiskusikan berbagai persoalan tambang di Aceh.

Aktivis lingkungan yang melakukan audiensi tersebut adalah Walhi Aceh, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), dan ACSTF.

Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal secara filosofis mengatakan, sejak dahulu bencana memang sudah ada, tak terhindarkan. “Bencana adalah siklus alam. Tapi jangan pula kita memperparah dengan merusak alam seperti penambangan. Tambang itu kan udah dipotong di atas, dikeruk lagi di bawah,” katanya.

TAF Haikal menyayangkan aparatur pemerintah yang dengan mudah mengeluarkan izin tambang tetapi kemudian tidak mampu mengontrolnya. “Wajar saja jika investor tambang mempertahankan asetnya kalau ada masalah, pemerintah diam saja. Agar tak memunculkan kerugian terhadap semua pihak, stop mengeluarkan izin tambang kalau memang tak mampu mengontrolnya,” ujar Haikal ketika audiensi maupun dalam keterangan tambahannya kepada Serambi, kemarin.

Dampak buruk
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, T Muhammad Zulfikar menyampaikan berbagai persoalan tambang dan dampak buruk pertambangan di Aceh. “Banyak kajian yang menyatakan korelasi antara pembukaan tambang dan lingkungan hidup selalu negatif,” kata Zulfikar.

Walhi mengkhawatirkan kondisi itu, apalagi Aceh termasuk daerah yang rawan bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan semakin berganda. “Dari dua sampel pertambangan, PT PSU di Manggamat dan PT LSM di Lhoong, sudah menimbulkan konflik sosial. Kayaknya cuma mimpi ada perusahaan tambang yang bisa menerapkan prinsip-prinsip good mining practices, saya belum pernah lihat,” jelas Zulfikar.

Zulfikar menyarankan agar Aceh memaksimalkan dahulu potensi-potensi yang ada seperti agrobisnis, wisata, perikanan, dan lainnya. Apalagi kini menurutnya semua mata tengah melirik Aceh, menantikan keberhasilan program moratorium logging. “Jangan atasnya hijau tapi bawahnya keropos, bolong-bolong,” kata Zulfikar.

Zulfikar mengingatkan apa artinya jika memiliki banyak emas dari pertambangan tetapi hutan dan alam sebagai sumber air menjadi rusak. “Emas nggak ada arti kalau kita tidak ada air yang bisa diminum. Siapkan emas untuk cadangan terakhir, jika yang lain-lain tidak bisa kita olah lagi,” ucapnya.

Sedangkan Rusliadi dari Jatam mengingatkan, konflik tambang di Aceh masih sangat besar. Ia mengambil contoh tambang di Lhoong, yang kebetulan merupakan kampung halamannya.

Keistimewaan
Menanggapi berbagai sorotan dan warning dari aktivis lingkungan, Kadistamben Aceh, Said Ikhsan, mengatakan bahwa Aceh memiliki keistimewaan sendiri dalam mengontrol tambang. “Aceh merupakan satu-satunya daerah yang telah memiliki qanun yang dapat mengontrol IUP-nya sendiri. Sekarang kami sedang meminta kabupaten untuk mencabut izin pertambangan yang dikeluarkan tidak sesuai prosedur,” tandas Said Ikhsan.

Ia memberi contoh, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tidak ada tawar menawar. Meski di dalam KEL mengandung banyak sekali potensi tambang namun melarang total pembukaan tambang batu bara atau bijih besi di KEL. “Tapi kalau emas, pemerintah akan mempertimbangkannya. Kalau potensinya (emas-red) sangat besar, kita akan duduk, mau diambil sekarang atau nanti,” katanya.

Tambang, kata Said Ikhsan tetap diperbolehkan asal untuk kemakmuran masyarakat banyak dan sebagai cadangan devisa. Data pertambangan yang diberikan menunjukkan saat ini sudah ada 109 perusahaan tambang yang terdaftar. 19 perusahaan di antaranya telah mendapat izin operasi produksi dan empat perusahaan telah melakukan ekspor yaitu satu di Aceh Besar, dua di Kabupaten Abdya, dan satu perusahaan lagi di Aceh Selatan.(sir/nas)


http://m.serambinews.com/news/view/57389/stop-izin-tambang-jika-tak-mampu-kontrol