Selasa, 07 September 2010

Menunggu Pembuktian Terbalik Irwandi

Mon, Sep 6th 2010, 08:36
TAF Haikal dan Arman Fauzi

POLEMIK seputar isu suap kepada Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf sebesar Rp 10 miliar dari PT Medco sudah menjadi bola liar. Isu suap ini ditengarai sebagai kompensasi dari perpanjangan kontrak pengelolaan gas di Blok A yang berlokasi di Aceh Timur. Berbagai pihak pun angkat bicara memberikan pemikiran dan pendapat.

Isu yang berkembang, bukan hanya diembuskan kepada Gubernur Aceh, tetapi juga Hasbi Abdullah, Ketua DPRA ini disebut-sebut juga menerima sejumlah fee dari pihak yang sama. Kini, isu tersebut sudah mengerucut pada satu kesimpulan bahwa gubernur Aceh dan Ketua DPRA harus melakukan pembuktian terbalik kepada publik Aceh.

Isu suap tentu bukan sesuatu isu yang mengenakkan telinga. Siapapun dia, bahkan kita sekalipun pasti tidak rela bila disebut-sebut pernah menerima suap. Apalagi perbuatan itu memang tidak pernah dilakukan. Tentu rasa kecewa dan marah menjadi pelampiasan emosi untuk merespons keadaan. Hal itu pun dilakukan Gubernur Aceh, Jumat (3/9) Irwandi Yusuf menbantah keras isu suap sebesar Rp 10 miliar dari Medco yang dituduhkan pada dirinya.

Kini desakan untuk pembuktian terbalik pun menjadi satu-satunya jawaban dalam upaya menuntaskan isu suap tersebut. Kalangan LSM mendorong agar Gubernur Irwandi Yusuf segera menyampaikan kepada publik terkait dengan kekayaan yang dimiliki selama menjadi Gubernur. Hal ini penting untuk membuktikan kepada seluruh masyarakat bahwa apa yang dtuduhkan kepada dirinya tidak benar.

Pada prinsipnya, kita sangat setuju bila Gubernur bersedia melakukan hal itu. Pembuktian terbalik tersebut sebagai bagian dari tanggungjawabnya untuk mendorong mekanisme yang baru dalam rangka pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di Aceh. Penyelesaian hukum belum tentu sepenuhnya diterima masyarakat. Apalagi kalau proses hukum yang dijalankan terkesan dipenuhi dengan tekanan politik dan kepentingan tertentu. Maka salah satu alternatif untuk menyelesaikan persoalan ini, menurut kami adalah dengan menyampaikan secara terbuka kekayaan pejabat yang dituduhkan.

Isu-isu seperti ini harus segera diselesaikan dalam waktu cepat, kalau tidak, isu seperti ini akan mengganggu jalannya proses pembangunan di Aceh. Apalagi Gubernur merupakan orang nomor satu di pemerintahan yang menjadi panutan serta harus mampu menggerakkan semua roda pembangunan di Aceh. Jangan sampai isu ini menjadi bola panas dan berdampak pada pembangunan di tingkat masyarakat Aceh. Aceh baru saja menikmati perdamaian serta melewati bencana gempa dan tsunami yang dasyat. Jangan kemudian persoalan ini menjadi kerikil tajam yang justeru menjadi penghalang menuju pembangunan yang berkeadilan seperti yang dicita-citakan oleh para endatu kita

Daftar kekayaan
Kita tentu tidak akan pernah lupa, ketika Irwandi Yusuf berkampanye, bahwa ke depan ia akan mendorong sebuah pemerintahan yang transparan dan bertanggungjawab. Tentu kini, banyak pihak menunggu untuk dibuktikan komitmen dan statemen yang dulu pernah disampaikan ketika kampanye. Jangan slogan anti KKN dan mendorong pemerintahan yang baik hanya menjadi janji-janji ketika Pilkada. Rakyat Aceh membutuhkan seorang kesatria yang dengan berani mengatakan sesuatu itu benar, bila itu benar dan sesuatu itu salah, bila itu salah. Aceh tidak butuh pemimpim pengecut yang selalu berkedok di balik kesederhanan, anti kemapanan atau religius .

Bila Gubernur berkomitmen ingin menyampaikan secara transparan seluruh kekayaannya, maka tidak sulit untuk rakyat menilai siapa yang salah dan siapa yang benar. Selama ini, rakyat selalu dihadapkan pada suasana yang abu-abu antara benar dan tidak. Selayaknya Gubernur tampil menjadi orang yang pertama mendeklarasikan pembuktian terbalik terkait isu suap yang menimpa dirinya.

Menurut kami belum pernah ada seorang pejabat pun di negeri ini yang dengan berani menyampaikan pembuktian terbalik mengenai dugaan suap atau perbuatan korupsi. Meskipun perangkat hukum di Indoensia belum tersedia untuk menyelesaikan persoalan seperti ini. Namun tidak ada larangan dan alangkah indahnya jika Gubernur serta pejabat lainnya di Aceh memulainya dan memberi contoh bagi daerah lain.

Diharapkan hal ini juga mampu mendorong perubahan yang fundamental di tingkat aparatur di bawahnya. Selama ini birokrasi selalu dianggap sangat korup. Saatnya Gubernur Irwandi menjadi panglima untuk membuka jalan bagi terciptanya semangat transparansi di birokrasi. Kami yakin, bila seorang Gubernur Aceh saja mau menyampaikan pembuktian terbalik terkait tuduhan suap atau tindak pidana korupsi, apalagi staf atau pejabat dibawahnya. Ini akan menjadi multiplayer effect bagi sebuah perubahan fundamental di pemerintahan Aceh.

Qanun Pembuktian terbalik
Secara nasional, undang-undang pembuktian terbalik sudah ada lama didesak oleh para aktivis anti korupsi untuk disahkan, tapi sampai saat ini belum kunjung diundangkan. Seperti pernyataan Ketua MK Mahfud MD “Undang-undang pembuktian terbalik mutlak harus ada,” saat berbicara dalam seminar Hukum Beracara di Surabaya, Minggu (18/4). Dengan diberlakukannya undang-undang itu, pihak penyidik, baik di kejaksaan maupun di kepolisian, tidak perlu susah-susah mendapatkan bukti tindak kejahatan seseorang. Tapi sampai saat ini perangkat hukum yang sangat vital ini, tak pernah lolos menjadi undang-undang dan Indonesia tetap pada peringkat ketiga koruptor. Bagaimana dengan Aceh, dari hasil servey persepsi korupsi di Indonesia yang dilakukan Transparansi Internasinal (TI), Aceh berada pada peringkat ke 7.

Pascalahirnya UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, banyak hal dan gagasan serta pemikiran dapat kita lakukan. Bahkan Aceh menjadi pioner untuk lahirnyan Partai Politik Lokal di Indonesia dan masih banyak lompatan kewenangan yang kita dimiliki dari Undang-undang tersebut. Bukan hanya itu, sejak dulu Aceh menjadi generator perubahan (meminjam istilah Risman A. Rahman) di Indonesia. Banyak lembaga dan kebijakan yang berangkat dari inovasi dan pemikiran dari Aceh. Kita mencatat lahirnya lembaga BAPPEDA, MUI, MPD dan Pemilihan kepala daerah langsung diawali dari tanah rencong. Maka tidak salah bila kita yang memulai melakukan perubahan secara fundamental di Aceh dan Indoensia.

Jika dilihat dari peta politik saat ini, di mana Gubernur Irwandi Yusuf memiliki latar belakang politik yang sama dengan partai yang dominan di DPRA dan DPRK, yakni Partai Aceh. Maka selayaknya ini menjadi peluang untuk kita melahirkan sebuah legislasi yang mengatur mengenai pembuktian terbalik. Sebagaimana kita ketahui bahwa PA dan Gubenrur Irwandi Yusuf merupakan pihak yang selama ini melawan ketidakadilan pemerintah pusat. Sudah barang tentu, semangat untuk mendorong pembangunan yang berkeadilan menjadi tujuan strategis bersama yang harus kita dukung. Diharapkan dengan lahirnya Qanun ini, maka akan menjawab sebuah tantatangan dan ruang kosong dalam upaya pemberantasan korupsi di Aceh.

Kalau hal ini tidak terwujud, maka jangan salahkan rakyat bila berkesimpulan pemberantasan korupsi yang selama ini digembar-gemburkan Gubernur Irwandi hanya sebagai retorika belaka dan kampanye untuk meraut popularitas. Jika hal ini benar, maka pemberantasan korupsi selama ini hanya untuk menghambat lawan atau kelompok yang tidak mendukung eksistensi Irwandi Yusuf atau dalam filsafat minang disebut, tibo dimato dipicingkan, tibo diperut dikempiskan. Semoga ini hanya isu.

* Penulis adalah aktifis Forum LSM Aceh


http://www.serambinews.com/news/view/38536/menunggu-pembuktian-terbalik-irwandi