Senin, 29 Desember 2008

BRR dan Pemerintah Aceh Harus Fokus Pada Hak Korban

Taf Haikal | Juru Bicara kaukus Pantai Barat Selatan

Memperingati empat tahun tsunami, semua kita pasti mengembalikan memori pada bencana yang maha dahsyat itu. Gempa bumi dan tsunami yang menghantam Aceh pada 26 Desember empat tahun silam menyisakan luka mendalam.

Lebih 125.000 rakyat Aceh menjadi korban, berbagai infratruktur hancur. Itulah mungkin sekilas bayangan kita akan tsunami yang menerjang Aceh.

Setelah empat tahun berlalu, tentu harapan akan perubahan kearah lebih baik menjadi cita-cita kita semua. Bukan hanya bagi korban, akan tetapi bagi seluruh rakyat Aceh, Indonesia dan bahkan masyarakat internasional. Pemenuhan hak korban menjadi kata kunci keberhasilan rekonstruksi.

Namun pada saat yang sama, kita dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sulit diselesaikan. Meskipun pasca bencana, pemerintah membentuk sebuah badan yang diberi nama BRR. Akan tetapi proses rekonstruksi Aceh juga belum begitu mengembirakan. Berbagai infrastruktur dasar belum selesai.

Sebagai contoh, Pembangunan Jalan Banda Aceh-Meulaboh yang didanai oleh USAID. Jalan yang menghubungkan ibukota Provinsi Aceh (Banda Aceh) menuju Kota Meulaboh belum juga menunjukkan perkembangan yang pesat. Banyak persoalan yang dihadapi dalam menyelesaikan pembangunan jalan tersebut. Menurut kami jalan ini sangat strategis dan penting untuk menjadi prioritas.

Untuk saat ini, terdapat tiga jalur menuju pantai barat-selatan Aceh. Jalur dari Medan melalui Aceh Selatan, Jalur Tengah melalui Geumpang dan Jalur Calang. Namun, ketiga jalur ini kondisinya sangat memprihatinkan. Jika jalur ini putus akibat banjir dan longsong, hal ini akan berakibat pada melonjaknya harga kebutuhan pokok. Oleh karena itu, Jalan strategis itu mutlak harus diselesaikan.

Disamping soal jalan, pemerintah juga harus memikirkan lonjakan pengangguran pasca berakhirnya badan Rehabailitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS. Menurut kami, pemerintah sudah selayaknya menyiapkan strategi menghadapi berakhirnya proses rekonstruksi di Aceh. Tentu dengan berbagai sumber daya dan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Aceh saat ini. Kita berharap pemerintah Aceh serius dalam memikirkan persoalan social yang muncul dikemudian hari pasca rekosntruksi.
Terkait dengan hal diatas, maka Kaukus pantai Barat Selatan menyatakan:

1. Dengan peringatan empat tahun tsunami, diharapkan semua kita untuk introspeksi diri dan merenungkan apa yang sudah kita lakukan bagi korban tsunami di Aceh. Sehingga semangat atau sensitifitas social kita kembali diasah dalam melihat persoalan pemenuhan hak korban tsunami di Aceh.
2. BRR diharapkan agar memprioritaskan pemenuhan hak korban tsunami. Sisa waktu beberapa bulan ini, diharapakan BRR memprioritaskan program bagi peningkatan kualitas bantuan bagi korban tsunami. Misalnya, bagaimana memastikan bantuan rumah yang diberikan berkualitas.

3. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat harus serius dan berkomitmen dalam melanjutkan rekonstruksi Aceh. Jangan polemic yang terjadi berlarut-lerut dan menghambat program rekonstruksi yang dijalan. Oleh karena itu, sudah selayaknya tim pemerintah Aceh melakukan koordinasi dengan “Jakarta” dalam merumuskan kelanjutan program Rekonstruksi Aceh.(002)

http://tgj.co.id/detilberita.php?id=1323