Senin, 01 Desember 2008

Terkait Pembahasan RAPBA 2009 Gubernur Diminta Perketat Evaluasi Kinerja SKPA

Author: Serambi Indonesia, 28 Nov 2008

BANDA ACEH - Rendahnya realisasi program dan kegiatan APBA 2008, yang hingga bulan November ini belum mencapai angka 50 persen, menimbulkan keprihatinan sejumlah kalangan. Pemerintah Aceh pun dinilai gagal memenuhi harapan masyarakat untuk menikmati kue pembangunan dari anggaran 2008 sebesar Rp 8,5 triliun. Untuk itu, Gubernur Aceh diminta agar mengevaluasi secara ketat kinerja SKPA ujung tombak pembangunan di Aceh.

“Gubernur Aceh harus mengevalusi kinerja Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) secara ketat. Karena SKPA adalah ujung tombak pembangunan di Aceh. SKPA merupakan cerminan dari kebijakan gubernur, Bila kinerjanya jelek, maka rakyat akan menyimpulkan kinerja gubernur tidak bagus,” ujar Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal, dalam siaran persnya kepada Serambi, Kamis (27/11). Haikal mengatakan, pengalaman itu harus menjadi pelajaran berharga bagi pihak eksekutif dan legislatif di Aceh dalam menyusun anggaran 2009. Terutama agar kasus temuan panitia khusus DPRA tentang banyaknya proyek APBA 2008 yang belum diketahui lokasinya, tidak terulang kembali tahun depan.

“Memang betul, kontribusi ’kegagalan‘ tersebut bukan hanya dari eksekutif, namun juga tidak lepas dari kesalahan legislatif. Tapi hendaknya ini menjadi pelajaran bagi semua pengambil kebijakan di Aceh agar kasus seperti ini tidak terulang lagi tahun depan,” ujarnya.

Pria yang mencalonkan diri sebagai caleg DPRRI dari Partai Amanat Nasional (PAN) Aceh ini menambahkan, kebijakan Gubernur Irwandi Yusuf dengan melakukan fit and proper test terhadap kepala SKPA (Satuan Kerja Pemerintah Aceh) sudah sangat baik. Namun, kata dia, hal itu tampaknya belum cukup untuk mendukung keinginan gubernur untuk melahirkan pemerintahan yang kuat dan bersih. “Saya pikir harus ada terobosan besar untuk mengawal dan mengevaluasi secara ketat kinerja SKPA,” kata dia.

Jubir KPBS juga mendesak DPRA untuk selektif dalam menyetujui program dan kegiatan dari eksekutif. “DPRA juga harus melakukan pengawasan secara ketat terhadap kinerja SKPA. Menurut kami, semua pihak harus jujur untuk introspeksi diri, jangan lagi masyarakat ditipu dengan ungkapan ’Aceh melimpah dana”, karena kesempatan menikmati itu tidak pernah terwujud,” kata dia.(nal)

APBA 2008 Terancam Molor

Author: Serambi Indonesia, 21 Nov 2008

BANDA ACEH - Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2008 dipastikan bakal terlambat pengesahannya, karena sampai saat ini rancangan anggaran tersebut belum diajukan eksekutif ke legislatif untuk dibahas. Bahkan, Selasa (20/11) kemarin, eksekutif baru menyerahkan draf kebijakan umum anggaran (KUA) yang baru selesai diperbaiki, setelah sebelumnya sempat dikembalikan oleh legislatif.

Sekda Aceh, Husni Bahri TOB selaku Ketua Panitia Anggaran Eksekutif yang dikonfirmasi Serambi kemarin tak mau banyak berkomentar tentang RAPBA yang sampai kemarin belum diajukan ke legislatif itu. Kita sudah berupaya maksimal supaya anggaran itu bisa tepat waktu disahkan, tapi bagaimana keadaannya memang seperti ini, katanya.
Ketika didesak, kenapa pengesahan anggaran setiap tahunnya terus molor dari jadwal yang seharusnya, yaitu sebulan sebelum tahun anggaran berjalan berakhir atau satu bulan sebelum tahun anggaran berlaku sudah disahkan. Tolong jangan tanya soal itu lagi, nanti saya salah lagi menjawabnya. Anda tanya saja pada Rahman Lubis (Kepala Bappeda Aceh -red). Soalnya, itu masalah teknis. Saya tak bisa memberi penjelasan dan itu Kepala Bappeda yang tahu, ujar Husni sambil mengarahkan Serambi agar menjumpai Kepala Bappeda Aceh.

Kepala Bappeda Prof Dr A Rahman Lubis MSc yang dihubungi Serambi kemarin secara terpisah mengakui bahwa APBA 2008 tidak mungkin bisa disahkan pada awal Januari 2008. Bahkan pihaknya memprediksi, anggaran tersebut paling cepat bisa disahkan pada akhir Januari. Itu pun dengan catatan semua pihak berkomitmen mau bekerja keras dalam membahas dan menuntaskan masalah ini (anggaran-red), katanya.

Dikatakan, sejak awal semua pihak sudah berupaya untuk menyelesaikan APBA tahun 2008 sesuai jadwal yang telah ditentukan, yakni awal Januari. Buktinya, eksekutif pada 4 Juli lalu sudah menyerahkan draf KUA ke DPRA. Setelah diteliti, draf tersebut baru dikembalikan legislatif pada 29 Agustus dan diminta untuk diperbaiki kembali. Setelah diperbaiki eksekutif, draf itu diserahkan pada 17 September. Kemudian baru bisa dibahas bersama-sama pada 9-25 Oktober 2007.

Dan baru tadi pukul 15.00 WIB (kemarin-red) kita serahkan hasil pembahasan tersebut untuk dilihat dan diteliti kembali oleh DPRA, kemudian baru akan disetujui bersama dalam nota kesempahaman antara eksekutif dan legislatif mengenai KUA. Saya kira, dalam dua tiga hari ke depan KUA itu sudah ditandatangani, ujar Rahman.

Menurut Rahman, akhir November 2007 nanti pihaknya baru akan menyerahkan ke dewan draf Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS), mengingat PPAS tersebut masih dalam penyusunan dan pembahasan dengan kabupaten/kota. Sebab, UU Pemerintahan Aceh sudah mengatur bahwa untuk dana otonomi khusus (Otsus), bagi hasil migas, dan anggaran pendidikan, haruslah melalui persetujuan kabupaten/kota.

Maka kita harus membahasnya dengan kabupaten/kota lebih dulu sebelum dibuat PPAS, ujarnya seraya menerangkan bahwa dana migas dan otsus sudah selesai dibahas dan pekan ini akan dibahas pula dana pendidikan.
Jika PPAS selesai dibahas dewan selama dua pekan, kata Rahman Lubis, maka pihaknya dalam waktu berbarengan akan menyerahkan rancangan kegiatan anggaran (RKA). Pekan pertama Januari kita akan usahakan RAPBA diserahkan ke dewan. Kalau misalnya dewan bisa menyelesaikan pembahasan RAPBA satu bulan, maka pekan pertama Februari anggaran itu sudah bisa disahkan. Itu pun dengan catatan semua pihak mau bekerja keras, timpalnya.

Menurutnya, keterlambatan tersebut tak bisa dipersalahkan pada Pemerintah Aceh semata, karena terkait juga dengan ketentuan yang dikeluarkan pemerintah pusat yang setiap tahun berubah. Contohnya, Permendagri Nomor 13/2006 yang baru setahun berlaku, tapi sudah diubah kembali dengan PP Nomor 59/2007 tentang Penyusunan APBD. Padahal, PP tersebut belum tersosialisasi pada semua pejabat di provinsi, katanya.

Memang diakui PP Nomor 59/2007 itu efektif berlalu pada tahun 2009. Namun, kalau dilihat dari ketentuan yang ada dalam PP tersebut lebih sempurna dibandingkan dengan Permendagri Nomor 13/2006 yang di dalamnya banyak terjadi kerancuan. Maka anggaran kita tahun 2008 sudah menggunakan PP Nomor 59 Tahun 2007, katanya.

Bisa berkepanjangan

Sejumlah pihak sangat menyayangkan molornya pengesahan APBA Tahun 2008 itu, sebab masyarakat akan dirugikan. Apabila anggaran baru bisa disahkan awal Februari, maka hak-hak publik terhadap pembangunan akan terabaikan dalam satu bulan sebelumnya, tukas TAF Haikal, mantan koordinator Forum LSM Aceh.

Dia ingatkan bahwa kerugian publik terhadap molornya pengesahan APBA itu bisa jadi berkepanjangan, karena dinas selaku pengguna anggaran masih memerlukan waktu untuk menyusun rancangan kegiatan dan proses tender. Ini bisa memakan waktu tiga hingga empat bulan, kata tokoh muda yang juga Jubir Kaukus Barat-Selatan ini.

Oleh sebab itu, TAF Haikal mendesak kepala pemerintahan yang ada sekarang segera melakukan pengkajian ulang terhadap semua pejabat, mulai dari sekda, kepala dinas, badan, hingga kepala biro yang ada di lingkungan Pemprov NAD. Sehingga hal seperti ini tahun depan tak terjadi lagi. Bagaimanapun, tindakan seperti ini jelas merugikan rakyat. Sedianya, sebelum triwulan pertama sudah ada proyek yang terealisasi. Tapi karena penetapan APBA molor, apa yang diharapkan itu tak jadi kenyataan, ulas Haikal.

Haikal kembali mengingatkan baha akibat molornya pengesahan anggaran pada tahun 2007, menyebabkan serapan APBA tahun ini menjadi tak maksimal. Bahkan diprediksi, sekitar Rp 2 triliun dari Rp 4 triliun anggaran yang kini ada, bakal tak terserap.

Sementara itu, anggota DPRA, Almanar SH mengatakan, semestinya RAPBA 2008 telah diajukan ke dewan pada awal Oktober 2007. Itu pun dengan catatan telah selesai dibahas KUA dan PPAS. Namun, kenyataannya sampai saat ini PPAS belunm diserahkan ke dewan. Jadi, apa yang mau dibahas, tukas politisi PAN ini.

Begitupun, menurutnya, masih bisa dipahami, sebab pengelolaan dana otsus dan migas seusai UUPA baru tahun 2008 mendatang diberlakukan. Sementara perangkat hukum tentang penggunaan anggaran itu, yakni qanun, belum selesai dibahas.

Anggota DPRA dari Fraksi Partai Golkar, M Husen Banta, juga sangat menyesalkan keterlambatan pengajuan RAPBA tersebut. Kami tidak mau nanti disalahkan oleh rakyat seolah-olah dewan yang memperlambat pengesahan anggaran. Padahal, sampai saat ini belum juga diajukan eksekutif, ujar Husen seraya menerangkan bahwa untuk membahas hingga tuntas anggaran tersebut minimal memerlukan waktu 45 hari. (sup)