Senin, 19 Desember 2011

KPBS : ANTARA jembatan aspirasi daerah ke nasional

Selasa, 13 Desember 2011 19:25 WIB
Banda Aceh (ANTARA News) - Kaukus Pantai Barat Selatan Aceh menilai keberadaan kantor berita Perum LKBN ANTARA menjadi salah satu "jembatan" penyampaian informasi dan aspirasi daerah ke tingkat nasional.

"Selama ini kami sangat terbantu dengan pemberitaan yang disiarkan LKBN ANTARA, misalnya terkait dengan ketertinggalan pembangunan kawasan pesisir barat dan selatan Aceh," kata juru bicara KPBS TAF Haikal di Banda Aceh, Selasa.

Hal itu disampaikan menanggapi keberadaan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yang kini memasuki usia ke-74 tahun.

"Karenanya, kami menilai LKBN ANTARA menjadi mitra strategis untuk menyampaikan informasi terutama terkait berbagai masalah pembangunan di pantai barat dan selatan Aceh ke publik nasional khususnya," kata dia menambahkan.

TAF Haikal mencontohkan, bagaimana gencarnya pemberitaan kantor berita ANTARA yang menyoroti keluhan masyarakat pesisir barat dan selatan Aceh terkait dengan belum selesainya pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Calang (Aceh Jaya).

Namun sebaliknya, kata dia, ANTARA juga ikut memberitakan tentang megahnya sarana transportasi jalan darat dari Banda Aceh ke Calang, setelah selesainya pembangunan ruas jalan yang didonasi pihak lembaga bantuan luar negeri Amerika Serikat (Usaid).

"Artinya, pemberitaan LKBN ANTARA kami nilai objektif dengan mengangkat dua sisi, yakni keterlambatan dan juga setelah selesainya pembangunan serta manfaat besar bagi masyarakat dengan adanya ruas jalan tersebut," kata dia.

Selain itu, TAF Haikal yang juga mantan Ketua Forum LSM Aceh itu menilai bahwa berita-berita yang disajikan ANTARA selama ini juga berimbang dan mengangkat berbagai sisi pandangan dan pendapat masyarakat terkait situasi terkini yang terjadi di Aceh.

"ANTARA kami nilai telah memberi ruang kepada semua pihak menyampaikan aspirasinya, terutama jika ada sebuah kebijakan pemerintah untuk kepentingan rakyat banyak," kata dia menjelaskan.

LKBN ANTARA, TAF Haikal juga menilai bahwa telah berperan membantu pemerintah dan masyarakat untuk memperkenalkan aneka produk dan potensi yang dimiliki provinsi ini ke nasional dan manca negara, melalui pemberitaan yang disiarkan lembaga itu.
(T.A042/H011)

Editor: Ruslan Burhani

http://www.antaranews.com/berita/288747/kpbs--antara-jembatan-aspirasi-daerah-ke-nasional

Elit Aceh harus bersatu sikapi situasi

Thursday, 08 December 2011 19:40
Warta
WASPADA ONLINE

BANDA ACEH - Para elit politik dan pemerintahan di Aceh agar menyamakan persepsi dalam menyikapi situasi keamanan yang sedikit terganggu akibat ulah segelintir orang bersenjata api.

Hal itu disampaikan Jurubicara Kaukus Pantai Barat dan Selatan Aceh TAF Haikal. "Membangun persepsi bersama dalam mensikapi perkembangan kekinian di Aceh itu sangat penting dilakukan, selain kita berharap aparat berwajib segera menangkap penganggu keamanan di daerah ini," katanya di Banda Aceh, hari ini.

Hal itu disampaikan menanggapi aksi kelompok tak dikenal memberondong warga yang menyebabkan tiga orang tewas dan lima lainnya luka tembak di kawasan Geureudong Pasee, Kabupaten Aceh Utara pada Minggu (4/12). Sebab, kata TAF Haikal, jika sampai tejadi perbedaan pandangan legislatif dan eksekutif atau elemen masyarakat lainnya, maka dikhawatirkan dapat mengganggu proses perdamaian dan situasi itu bisa dimanfaatkan kelompok yang tidak ingin Aceh damai.

Dipihak lain ia menilai, kasus pemberondongan warga miskin pekerja kebun di Aceh Utara adalah kejadian yang sangat memilukan dan telah mengusik rasa kemanusiaan. "Siapapun yang melakukan dan apapun motifnya itu sebuah perbuatan di luar batas kemanusiaan. Korban adalah warga kurang mampu yang datang dari jauh hanya untuk mengadu nasib bekerja sebagai buruh perkebunan menghidupkan keluarganya," kata dia menyatakan.

Menurut TAF Haikal, para pelakunya adalah orang yang tidak punya rasa kemanusiaan. Karenanya masyarakat Aceh yang cinta damai harus menjadikan pengganggu keamanan tersebut sebagai musuh bersama.

Aparat keamanan, katanya mengharapkan tidak berkompromi serta ragu-ragu dalam menindak kelompok bersenjata yang telah mengusik kedamaian di provinsi ujung paling barat Indonesia itu. "Apalagi, Aceh saat ini dalam suasana menyambut pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), sehingga membutuhkan kondisi keamanan yang kondusif," katanya menambahkan.

Sebab, TAF Haikal menyatakan, apabila dibiarkan maka tidak mustahil kasus serupa dan lebih besar terulang kembali di Aceh, bahkan kondisi itu digunakan oleh pihak manapun yang tidak menginginkan Aceh aman pascadamai.
(dat06/antara)

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=226418:elit-aceh-harus-bersatu-sikapi-situasi&catid=77:fokusutama&Itemid=131

"Penembak Masyarakat Adalah Gerombolan Pengecut"

Tuesday, 06 December 2011 13:00
Written by YAS | Reza G

The Ajteh Post
BANDA ACEH- Kecaman terhadap aksi penembakan pekerja kebun karet di Geureudong Pase, Aceh Utara, terus bergulir.

Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh TAF Haikal mengatakan, penembakan yang menewaskan pekerja perkebunan adalah tindakan orang-orang pengecut yang ingin merusak perdamaian di Aceh. "Ini harus menjadi musuh bersama rakyat Aceh," kata Haikal di Banda Aceh, Selasa, 6 Desember 2011.

Haikal juga meminta aparat keamanan untuk tidak ragu-ragu menummpas pelaku kriminal bersenjata yang hanya berani dengan rakyat kecil.

"Kami juga berharap DPRA/Eksekutif sebagai wakil rakyat harus mengutuk tindakan biadab tersebut. Jangan hanya bersuara nyaring saat kepentingan politik mereka terganggu tapi diam saat ada nyawa rakyat yang melayang sia-sia tanpa alasan," kata Haikal.[]

http://atjehpost.com/nanggroe/hukum/9928-qpenembak-masyarakat-adalah-gerombolan-pengecutq-.html

Teror Terulang Akibat Polisi Tak Mampu Amankan Senpi Ilegal

Banda Aceh, (Analisa). Terus berulangnya kasus teror dengan menggunakan senjata api di Aceh, dinilai salah satu sebabnya akibat polisi tidak mampu dan lalai dalam mengamankan senjata api (Senpi) illegal yang saat ini masih banyak beredar di tengah masyarakat yang tidak berhak.
Kasus terakhir adalah penembakan yang terjadi pada Minggu (4/12) sekitar pukul 23.30 WIB terhadap pekerja perkebunan PT Satya Agung di Aceh Utara yang menewaskan tiga warga dan melukai empat lainnya. Sebelumnya, beberapa hari lalu juga terjadi teror dua kali ledakan granat di kawasan Lampriet, Kota Banda Aceh.

"Berulangnya teror ini merupakan kelalaian dari pihak kepolisian dalam mengamankan senjata api illegal yang diketahui masih beredar di masyarakat. Kejadian ini sangat menodai perdamaian Aceh dan juga sangat meresahkan masyarakat Aceh," ujar Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko-HMI) Aceh, Herry Maulizar HR dalam pernyataan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (6/12)

Untuk itu, Badko HMI sangat mengharapkan Aceh keseriusan jajaran Polda Aceh untuk menangkap pelaku tersebut, dan jika memang tidak mampu, HMI siap untuk menjadi relawan dalam membantu polisi dalam mencari pelaku demi menjaga perdamaian ini.

"Kalau memang diajak oleh Polda, kami sudah siap sehingga kepercayaan masyarakat terhadap polisi dalam menjaga keamanan terus terjaga. Polda Aceh juga jangan segan melibatkan masyarakat dan elemen sipil lainnya untuk mengejar pelaku, karena penembakan tersebut merusak perdamaian Aceh," terangnya.

Dibuktikan

Herry menambahkan, selama ini jajaran Polda Aceh sangat gencar melakukan simulasi keamanan, maka saat ini harus bisa dibuktikan kepada masyarakat bahwa simulasi itu bisa diaplikasikan di lapangan.

"Kasus yang bisa merusak perdamaian selama ini sangat kerap terjadi di Aceh, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat yang mulai khawatir akan keberlansungan perdamaiaan karena polisi kita lihat selama ini belum mampu mengungkap kasus teror. Kita berharap Polda kali ini berani menangkap pelaku penembakan tersebut, sehingga masyarakat benar merasakan keberadaan polisi di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.

Sementara Ketua DPA/Presidium Forum LSM Aceh, TAF Haikal mengatakan, penembakan yang menewaskan pekerja perkebunan PT Satya Agung di Aceh Utara, siapapun yang melakukan adalah tindakan orang-orang pengecut yang ingin merusak perdamaian di Aceh. "Ini harus menjadi musuh bersama rakyat Aceh," kata Haikal. Ia juga juga meminta aparat keamanan di Aceh untuk tidak ragu-ragu menumpas para pelaku kriminal bersenjata yang hanya berani dengan rakyat kecil.

"Kami juga berharap DPRA/eksekutif sebagai wakil rakyat harus mengutuk tindakan biadab tersebut. Jangan hanya bersuara nyaring saat kepentingan politik mereka terganggu, tapi diam saat ada nyawa rakyat yang melayang sia-sia tanpa alasan," ujarnya. (mhd)

http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1588538331593738532

Minggu, 04 Desember 2011

Menanti Sikap Jakarta

Kamis, 24 November 2011 09:45 WIB
Oleh TAF Haikal

IBARAT tubuh, Aceh kembali meradang. Kali ini bukan karena konflik bersenjata, tetapi konflik yang diawali dengan perdebatan regulasi terkait kepastian hukum pelaksanaan pilkada di Aceh. Meskipun sejak awal banyak pihak yang enggan mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh “konflik”, namun hal itu saat ini terbukti. Lihat saja peraturan KIP tentang program dan tahapan pemilukada yang terus saja diubah sampai empat kali. Maka kita tidak bisa menafikan bahwa ada “konflik” menjadi hambatan pelaksanaan pilkada di Aceh.

Kalau kita melihat kebelakang soal waktu pencoblosan misalnya, KIP pertama kali merencanakan pada tanggal 10 Oktober 2011, kemudian diubah menjadi tanggal 14 November 2011, kemudian diubah untuk ketiga kalinya menjadi tanggal 24 Desember 2011, dan terakhir diubah menjadi tanggal 16 Februari 2012. Perubahan program dan tahapan ini dilandasi dinamika politik dan hukum di Aceh. Di satu sisi, semua orang melihat dalam kerangka legalitas formal, undang-undang dan peraturan lainnya, akan tetapi di sisi lain ada kebuntuan komunikasi yang terjadi antara elite politik, DPRA, Gubernur serta penyelenggara atau, lebih gamblang mengatakan ini konflik antara Irwandi Yusuf VS Partai Aceh (PA).

Debat soal pilkada di Aceh belum juga tuntas. Masing-masing pihak merasa benar. Komisi Independen Pemilihan (KIP) selaku penyelenggara merasa memiliki payung hukum yang kuat. Pelaksanaan pilkada di Aceh akan terus berjalan menurut versi KIP. Lain lagi dengan DPRA, wacana untuk menggugat KIP selaku pelaksana yang dianggap sudah “lancang” menyusun tahapan terus berlanjut. Setelah selesai dengan panitia Khusus tentang KIP, DPRA memiliki gagasan untuk menggugat KIP. Terlepas pada perbedaan penafsiran soal landasan yuridis formal, masing-masing pihak merasa bahwa mereka melakukan hal ini demi kepentingan rakyat dan untuk menjaga perdamaian.

Pemerintah pusat seolah-olah membiarkan kondisi politik di Aceh, setelah lama menunggu respons dari pemerintah pusat melalui kementerian Dalam Negeri, putusan MK pun seolah digantung. Bagi pusat, tidak ada lagi ruang spesial atau khusus bagi Aceh. Aceh sudah aman, damai dan terkendali, sehingga tidak perlu lagi diberikan perlakuan khusus. Persepsi seperti ini seolah-olah menguatkan anggapan beberapa pihak bahwa kondisi politik di Aceh tidak lepas dari peran serta pemerintah pusat.

Oleh karena itu, menurut saya ada beberapa hal yang mungkin harus dilakukan untuk mengatasi ketegangan politik di Aceh.

Pertama, Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden untuk segera mengambil langkah-langkah tegas yang dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme dan aturan hukum yang berlaku. Pilkada merupakan agenda nasional yang dilaksanakan di daerah. Oleh karena itu, pelaksanaan pilkada di Aceh hendaknya menjadi perhatian pemerintah pusat. Kondisi seperti ini harus menjadi tanggungjawab pemerintah pusat. Jika ketegangan terus berlarut-larut, maka jangan salahkan publik di Aceh yang berkesimpulan bahwa ini “permainan” pemerintah pusat. Sikap tegas tersebut hendaknya memberikan kepastian, apakah dilanjutkan atau ditunda pelaksanaan pilkada. Jika pemerintah menyatakan untuk ditunda atau dilanjutkan, kita meminta pemerintah pusat menyiapkan semua antsipasi akibat yang akan ditimbulkan, baik secara hukum maupun secara sosial. Jangan ada lagi pembiaran dari pemerintah pusat, kalau memang dirasa Aceh masih bagian dari Indonesia.

Kedua, seluruh komponen masyarakat Aceh terutama para elite politik mesti memperhitungkan dampak dari dinamika politik saat ini. Perdamaian di Aceh baru berumur seumur jagung. Jangan sampai perdamaian ini kandas dengan hal-hal yang seharusnya bisa dikomunikasikan dengan semangat ke-Aceh-an. Semangat ini hendaknya dijaga dengan menghormati peran dari masing-masing pihak.

APBA/K terganggu
Konflik hukum dan politik di Aceh saat ini sangat menyita perhatian masyarakat. Meskipun perdebatan pilkada lebih kepada elite, namun dampaknya sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Proses penyusunan APBK dan APBA sangat berdampak kepada perekonomian masyarakat Aceh yang memang sangat tergantung kepada dana pemerintah dan keterlambatan ini rakyat kecil yang sangat merasakanya.

Kita sepatutnya meminta kepada eksekutif dan legislatif baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk segera membahas dokumen perencanaan dan penganggaran. Bahwa ada konflik terkait pilkada, akan tetapi mesin pemerintahan tidak boleh berhenti. Kalau ini yang terjadi, maka rakyat Aceh berhak menyalahkan eksekutif dan legislatif yang lalai memikirkan hajat hidup rakyat. Kerena amanahkan sudah diberikan melalui Pemilihan Kepala Daerah 2006 dan Pemilu Legeslatif 2009 yang mengantar mereka duduk di singgasananya hari ini.

* Penulis adalah Wakil Ketua DPW PAN Provinsi Aceh

http://aceh.tribunnews.com/2011/11/24/menanti-sikap-jakarta