Senin, 20 Juni 2011

Transportasi ke Bulohseuma Masih Lumpuh * Tokoh Trumon di Banda Aceh Datangi Camat Aceh Selatan

Sat, Jun 11th 2011, 09:14
TAPAKTUAN – Ratusan warga yang bermukim di tiga dalam Kemukiman Bulohseuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, kini semakin sulit mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Pasalnya hingga Jumat (10/6) kemarin transportasi jalur laut ke kawasan itu masih lumpuh menyusul masih tertutupnya mulut muara Bulohseuma. Jamaluddin, tokoh masyarakat Trumon, kepada Serambi, Jumat (10/6) mengatakan, kehidupan masyarakat di Kemukiman Bulohseuma kini semakin memprihatinkan. Bahkan ratusan penduduk yang berdomisili di kawasan terpencil itu terancam kelaparan, karena sudah dua pekan mereka tidak bisa bepergian ke pusat kecamatan untuk berbelanja bahan kebutuhan pokok.

Kondisi ini disebabkan, karena transportasi jalur laut dari Keude Trumon menuju Bulohsema masih lumpuh. Kapal motor dan speed boat yang selama ini menjadi alat transportasi utama bagi warga setempat belum bisa beroperasi, karena mulut muara masih tertutup sedimen akibat diterjang ombak. Belasan boat kayu berbagai ukuran masih bersandar di muara Desa Raket. “Kini persediaan beras dan bahan kebutuhan pokok lainnya semakin langka. Bahkan bila dalam beberapa hari ini gelombang masih tinggi dan mulut muara belum dibuka, maka warga di tiga desa itu, yakni Desa Raket, Kuta Padang, dan Gampong Tengoh bisa kelaparan,” katanya.

Datangi Camat
Jamaluddin juga melaporkan, sekitar 40 orang tokoh masyarakat Kecamatan Trumon yang berdomisili di Banda Aceh, Kamis (9/6) malam melakukan pertemuan dengan Camat Trumon, Isa Ansari SH, di Banda Aceh. Selain mempertanyakan tentang kelanjutan pembangunan peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma yang kini sudah empat bulan terbengkalai, dalam pertemuan itu warga juga mempertanyakan kerusakan ruas jalan Pulo Paya-Keude Trumon yang hingga kini belum diperbaiki.

Selain para tokoh masyarakat dari berbagai desa, dalam pertemuan tersebut juga ikut dihadiri sejumlah mahasiswa dan aktivis LSM Aceh, TAF Haikal. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu berlangsung tegang, karena dalam pertemuan tersebut masyarakat bukan hanya mempertanyakan tentang kelanjutan pembangunan jalan. Tetapi juga meminta Camat Isa Ansari untuk bertanggung jawab terhadap terhentinya peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma dan kerusakan jalan Pulo Paya-Keude Trumon yang hingga kini belum diperbaiki.

Para tokoh dan mahasiswa itu mengatakan pembangunan jalan Keude Trumon-Bulohseuma harus menjadi periotas utama. Hal itu dilakukan untuk membebaskan ratusan kepala keluarga warga Bulohseuma dari keterisolasian. “Sudah 66 tahun negeri ini merdeka. Tapi masyarakat Bulohseuma belum menikmati hasil kemerdekaan itu,” katanya. Terkait masalah tersebut, Camat Trumon, Isa Ansari SH, yang dihubungi secara terpisah, membenarkan pihaknya didatangi para tokoh masyarakat dan mahasiswa Trumon yang berdomisili di Banda Aceh, Kamis (9/6) malam.

Selain mendesak percepatan peningkatan jalan Keude Trumon-Bulohseuma yang kini masih tersisa 14 km dari 43 km panajng jalan yang dibangun, masyarakat juga meminta supaya jalan kabupaten Desa Pulo Paya-Keude Trumon segera diperbaiki. Jalan sepanjang 16 km itu sudah rusak sekitar 22 tahun. “Tugas camat hanya bermohon kepada Dinas Bina Marga Aceh untuk menuntaskan pembangunan jalan darat menuju Bulohseuma dan perbaikan kerusakan jalan Pulo Paya-Keude Trumon. Tapi dibangun atau tidaknya jalan itu bukan wewenang camat,” tegasnya.(az)


http://m.serambinews.com/news/view/58312/transportasi-ke-bulohseuma-masih-lumpuh

Terkait Rekomendasi Izin Pertambangan ; Gubernur Dituding Lakukan Pembohongan Publik

Banda Aceh, (Analisa)
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dituding oleh sejumlah pihak telah melakukan pembohongan publik terkait pernyataannya yang mengatakan hanya mengeluarkan tiga izin pertambangan selama menjabat dari tahun 2007, yaitu untuk perusahaan pertambangan bijih besi.

Padahal berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) di Provinsi Aceh hingga akhir Mei 2011 tercatat sebanyak 77 perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan dan direkomendasikan Gubernur Aceh. Enam di antaranya, dikeluarkan oleh gubernur sebelum Irwandi Yusuf.

Tapi, dalam statemennya beberapa waktu lalu, Irwandi menyatakan banyak perusahaan tambang yang bekerja ilegal di Aceh dan tanpa izin darinya. Ia meminta bupati yang memberikan izin perusahaan tambang tersebut, mencabut izinnya. Bila terjadi kerusakan alam, maka bupati setempatlah selaku pihak yang harus bertanggungjawab.

"Kenyataan ini menunjukkan Irwandi Yusuf telah melakukan pembohongan publik dengan mengatakan hanya mengeluarkan tiga izin pertambangan, padahal kenyataannya sejak menjabat gubernur, ia telah mengeluarkan 66 rekomendasi izin pertambangan sampai sekarang," ujar pemerhati pembangunan Aceh, TAF Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Selasa (14/6).

Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh ini lebih jauh menyatakan, tak habis pikir kenapa gubernur terkesan seperti mau lepas tanggungjawab, seolah-olah dirinya tidak ada kontribusi apa-apa terhadap keluarnya izin pertambangan yang banyak diprotes keras oleh masyarakat sekitar lokasi tambang karena berpotensi merusak lingkungan dan menimbulkan masalah sosial.

"Jangan begitu saja dong lepas tanggungjawab. Saya mau tantang, di belahan dunia mana pertambangan tidak minimbulkan masalah dan berdampak terjadinya bencana lima atau sepuluh tahun ke depan, selain yang dirasakan timbulnya masalah sosial," terangnya.

Butuh Investasi

Ditanyakan kenapa dengan mudahnya gubernur merekomendasikan izin untuk usaha sektor pertambangan, Haikal menyatakan, sebenarnya untuk membangun memang butuh investasi, tapi kalau kemudian semua investasi itu didorong pada sumber daya alam yang tidak terbarukan, itu juga tidak benar. Apalagi, aspek-aspek politik juga makin terasa dalam keluarnya izin pertambangan ini.

"Saya mengindikasikan, dengan semakin dekatnya Pemilukada Aceh, apalagi butuh uang banyak untuk proses pencalonan, maka rekomendasi izin tambang ini akan semakin banyak dilepaskan. Meki itu masih rumor, saya kira tidak ada makan siang gratis. Tapi ini harus diatur," jelasnya.

Haikal juga mempertanyakan, jika dikatakan pertambangan bisa mendorong ekonomi masyarakat. "Mari kita diskusi, mana penelitiannya. Bahkan, yang ada akan merusak lingkungan. Belum lagi pembangunan-pembangunan atau infrastruktur yang sudah dibangun itu rusak akibat dari pertambangan ini. Seperti di barat selatan Aceh, kalau infrastruktur yang sudah dibangun dengan uang rakyat atau investasi yang kemudian merusak infrastruktur, ini juga sia-sia," sebutnya.

Koordinator Gerakan Mahasiswa Anti Tambang, Robby Firmansyah juga membantah penyataan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, yang menyatakan dirinya hanya merekomendasi tiga perusahaan tambang. Pernyataan itu dinilai bertolak belakang dengan data yang ada.

Malah, tambah Roby, PT Agra Budi Jasa Bersama, yang memproduksi batubara di Aceh Barat memperoleh izin/rekomendasi dari Gubernur Irwandi Yusuf sampai tahun 2028. "Padahal, kalau kita lihat seperti PT Lhoong Setia Mining (LSM), ada rekomendasi yang dikeluarkan DPRAceh untuk ditutup. Tapi pemerintah tidak menutup, padahal banyak kasus kewajiban yang tidak dipenuhi LSM. Mereka tidak bayar pajak," jelas Roby.

Sebelumnya, Kasie Pembinaan dan Pengawasan pada Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Sugeng Jarot menyebutkan, 120 total izin usaha tambang yang beroperasi di Aceh, 71 di antaranya direkomendasi Gubernur Irwandi Yusuf. "Ada 77 yang direkomendasi Gubernur, baik itu gubernur sekarang dan gubernur sebelumnya. Lalu, dari total 120 perusahaan tambam tercatatat 102 dengan izin ekplorasi dan 18 izin operasi produksi," jelasnya.

Sementara Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akan menginventarisasi perizinan pertambangan yang tersebar di sejumlah daerah di provinsi itu. "Kita bentuk tim yang terdiri dari anggota Komisi A, B dan C DPRA, itu akan turun ke sejumlah daerah untuk menginventarisasi terkait masalah perizinan usaha tambang di Aceh," kata Wakil Ketua Komisi B DPRA, Darmawan Daud.

Menurutnya, masalah pertambangan ini sangat serius karena menyangkut eksistensi lingkungan hidup, karenanya perlu segera ditangani dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak buruk di tengah-tengah masyarakat. "Jangan sampai izin pertambangan itu dikeluarkan tanpa mempertimbangkan aspek buruk yang kemungkinan ditimbulkan di masa mendatang, khususnya terkait dengan ancaman kelestarian lingkungan," ujar politisi Partai Aceh (PA) ini. (mhd)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=98564:terkait-rekomendasi-izin-pertambangan--gubernur-dituding-lakukan-pembohongan-publik&catid=1035:15-juni-2011&Itemid=217

Minggu, 05 Juni 2011

Ketika Penghentian Sementara Tebang Hutan Aceh Dipertaruhkan

Ditulis pada 05-06-2011 13:04:05 WIB
By: Azhari.

Banda Aceh (Phinisinews) - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sering menangkap basah warga yang sedang memotong kayu di kawasan hutan, meski pihaknya tidak berhenti mengkampanyekan pentingnya menyelamatkan hutan di provinsi itu.

Bahkan, kebijakan untuk menyelamatkan hutan lahir di awal kepemimpinan Irwandi Yusuf sebagai gubernur Aceh, yakni "moratorium logging" atau penghentian sementara tebang hutan di seluruh provinsi itu.

Kebijakan tersebut dituangkan dalam Instruksi Gubernur Nomor 05/INSTR/2007 tentang pemberlakuan "Moratorium Logging" di seluruh provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

Ironisnya, aksi penebangan hutan di tengah-tengah kampanye "penghentian sementara tebang hutan" tidak hanya terjadi di pedalaman tapi juga di wilayah yang kerap banyak dikunjungi seperti kawasan Saree, perbatasan antara Kabupaten Aceh Besar dan Pidie.

Sepuluh tahun lalu, kiri dan kanan badan jalan Banda Aceh-Medan di kawasan Saree, rimbun dan sejuk karena lebatnya pohon pinus namun kini hanya terlihat tanaman muda seperti jagung, pisang dan deretan kios-kios milik masyarakat.

Kesejukan kawasan Saree sudah berubah menjadi udara gerah karena kerimbunan pinus-pinus berganti dengan bangunan beratap seng (kios dan gubuk serta restoran).

Kawasan Saree yang terkenal dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan itu luas arealnya sekitar 6.622 hektare, memiliki dua gunung legendaris di Aceh, yaitu Gunung Seulawah Agam dan Gunung Seulawah Dara.

Kini, di kawasan itu kerap terdengar deru mesin chin saw (pemotong kayu) menumbangkan pinus-pinus meski disampingnya terpancang sebuah papan berdiameter 1x2 meter, bertuliskan "dilarang menebang kayu di kawasan lindung" lengkap dengan sanksi hukum.

Gubernur Irwandi Yusuf juga sempat memorgoki sejumlah orang yang sedang menebang pohon pinus di lintasan jalan negara Banda Aceh-Medan, kawasan Saree beberapa waktu lalu.

"Kalau dilintasan orang banyak saja berani menebang hutan, konon lagi di pedalaman. Itu tidak bisa dibiarkan dan pemerintah harus tegas jika komit dalam menyelamatkan lingkungan hidup di Aceh," kata Imran, warga Banda Aceh.

Belum lama ini, gubernur juga sempat menangkap basah seorang warga di pedalaman Aceh yang sedang memotong kayu yakni di kawasan Beutong, atau jalan Takengon (Aceh Tengah) menuju Kabupaten Nagan Raya.

Saat itu, gubernur Aceh langsung menanyakan siapa pemilik kayu balok yang tersusun rapi di kawasan hutan lindung itu kepada seorang warga setempat. "Siapa punya kayu ini," tanya Irwandi.

"Kalu tumpukan kecil ini saya punya, untuk mendirikan rumah. Sementara tumpukan besar kayu balok itu saya tidak tahu siapa pemiliknya, sebab tidak pernah jumpa orangnya," kata Abubakar, warga setempat.

Kebijakan "penghentian sementara tebang hutan" di tanah rencong dalam upaya penyelamatan hutan Aceh yang tersisa melalui redesign (penataan ulang), reforestasi (penanaman kembali hutan) dan reduksi deforestasi (menekan laju kerusakan hutan) atau singkatan konsep "3R".

Konsep "3R" yang digagas pemerintah itu diharapkan akan mampu mewujudkan "Hutan Lestari Rakyat Aceh Sejahtera".

Jeda pembalakan kayu adalah pembekuan atau penghentian sementara seluruh aktivitas penebangan kayu skala kecil dan besar (skala industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyerukan kepada masyarakat untuk segera berhenti melakukan perambahan hutan, terutama di kawasan lindung sepanjang jalan Takengon (Aceh Tengah)-Beutong (Nagan Raya).

"Ini merupakan kawasan yang harus dilindungi. Saya minta aksi perambahan hutan harus segera dihentikan, sebab jika dibiarkan berlangsung maka ke depan akan menjadi bencana," katanya.

Hal itu disampaikan ketika menyaksikan langsung kawasan hutan yang telah gundul di sepanjang ruas jalan antara Kabupaten Aceh Tengah-Nagan Raya, pedalaman Provinsi Aceh.

Untuk mencegah jangan sampai pembalakan kayu maka ia meminta bupati di kedua kabupaten itu tidak tutup mata, jaga jangan sampai kawasan hutan di daerahnya masing-masing digunduli.

"Saya berharap para lebih aktif mengontrol kawasan hutan, apalagi di wilayah yang dilindungi seperti Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)," katanya.

Menurut dia, kegiatan pembukaan lahan dan penebangan dihutan lindung tersebut seakan-akan pembiaran oleh kabupaten sehingga masyarakat menilai hal itu boleh dilakukan.

"Jika tidak ada larangan maka banyak masyarakat yang akan melakukan pembukaan lahan dan menebang kayu di hutan lindung. Seluruh kepala daerah saya meningkatkan sosialisasi dan pengawasan hutan lindung untuk mendukung program 'moratorium loging' yang telah dideklarasikan Pemerintah Aceh 2007," katanya.


Belum dicabut

Irwandi Yusuf menegaskan kembali bahwa kebijakan "penghentian sementara tebang hutan" belum dicabut, sebagai salah satu upaya untuk mencegah kerusakan hutan di provinsi itu.

"Moratorium logging atau penghentian sementara tebang hutan itu sebagai salah satu upaya kami mencegah kerusakan hutan khususnya di Aceh dan kebijakan sejak 2007 tersebut hingga kini masih berlaku," katanya.

Kendati demikian gubernur juga mengakui masih ada aksi pembalakan hutan di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut.

"Tapi yang harus dicatat dengan adanya kebijakan 'moratorium logging' itu sudah lumayan maju dalam upaya mencegah aksi perambahan hutan di Aceh, dibandingkan di provinsi lain di Indonesia," kata dia menjelaskan.

Sebab, katanya, masalah pencurian kayu itu tidak pernah habis-habisnya jika tidak didukung oleh seluruh masyarakat.

"Yang jelas, upaya pembalakan hutan secara besar-besaran seperti yang terjadi puluhan tahun silam, maka hari ini tidak kita temukan lagi di Aceh," ujar Irwandi Yusuf.

Jika selama ini terjadi banjir yang disertai material lumpur dan kayu gelondongan, Gubernur menyebutkan itu merupakan pembalakan hutan yang dilakukan sebelum adanya kebijakan "penghentian sementara tebang hutan" di Aceh.

Di pihak lain, ia juga menjelaskan Pemerintah Aceh telah melakukan pemberdayaan bagi masyarakat khususnya yang berdomisili di kawasan pinggir hutan melalui bantuan bibit tanaman palawija.

"Tapi itu semua terkadang tidak menyurutkan segelintir orang menebang kayu, sebab sebagian kecil mereka beranggapan bahwa hasil pertanian lebih kecil dibanding dengan menebang satu batang kayu di hutan, dan langsung memperoleh uang," kata dia.

Data Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyebutkan mulai tahun 1980 hingga 2008, luas hutan Aceh telah berkurang hingga 914.422 hektare dari total luas 5.675.850 hektare.

Artinya, seluas 32.657 hektare hutan dibabat setiap tahun. Tahun 2008, luas hutan Aceh tinggal 61,42 persen. Diperkirakan jika alih fungsi lahan terus terjadi di Aceh maka luas tutupan hutan Aceh menyusut.

Alih fungsi lahan dinilai sebagai penyebab lahan kritis di Aceh. Alih fungsi ini disertai pembalakan liar, pembakaran hutan, dan kegiatan pembukaan perkebunan dan pertanian yang tak mengikuti teknik konservasi tanah. Total luas lahan kritis di Aceh mencapai 1, 6 juta hektare.

Sementara itu, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) Aceh TAF Haikal, menilai kebijakan "moratorium logging" sudah lumayan untuk mencegah perambahan hutan meski belum memenuhi harapan masyarakat.

"Artinya, kebijakan itu sudah berhasil menekan lajunya pembalakan kayu kawasan hutan Aceh, tapi disisi lain seharusnya diikuti untuk memastikan ketersediaan kayu bagi kebutuhan masyarakat," kata dia.

Seharusnya, kata dia Pemerintah Aceh mencari solusi untuk penanaman kayu yang bisa berproduksi bagi kebutuhan masyarakat sehingga kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan tetap lestari.
Akan tetapi, TAF Haikal menilai jika kebijakan "moratorium logging" dari pemerintah Irwandi Yusuf untuk menjaga agar tidak merusak ekosistem lingkungan dari sudut pandang sektor pertambang, sangat bertolak belakang.

"Artinya 'moratorium logging' sebuah kebijakan untuk menjamin penyelamatan hutan, tapi jika masalah pertambangan dibiarkan beroperasi maka sangat bertolak belakang," katanya.

Apa artinya sebuah "moratorium logging" jika pertambangan dibuka lebar bagi investor. Bukankah beroperasinya tambang itu sama artinya menggrogoti alam dari bawah, ujar TAF Haikal.

Ia juga sepakat jika masyarakat bersatu menolak rencana eksploitasi tambang di sejumlah daerah, khususnya di kawasan pesisir barat dan selatan Aceh, karena potensi ekonomi sektor pertanian dan perikanan masih memungkinkan digarap.

Sementara pihak Walhi Aceh juga mendukung sepenuhnya upaya masyarakat seperti di Kabupaten Aceh Barat Daya yang menolak kehadiran perusahaan tambang sebagai upaya mencegah kerusakan hutan dan alam sekitarnya.

"Pernyataan masyarakat menolak kehadiran perusahaan tambang di daerah mereka sudah tepat dan kami mendukung penolakan tersebut," kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh TM Zulfikar.

Sekelompok masyarakat Aceh Barat Daya mendesak Gubernur Aceh tidak mengeluarkan izin apa pun terkait aktivitas pertambangan karena keberadaannya membawa petaka.

Menurut Zulfikar, penolakan tersebut telah menumbuh kesadaran kolektif masyarakat dalam mencegah kerusakan alam, sehingga terhindar dari potensi bencana.

"Kami pernah berdialog dengan pemuka masyarakat di sejumlah gampong di Kabupaten Aceh Barat Daya. Masyarakat sepakat menolak bila daerahnya dieksploitasi dan hancur atas nama pertumbuhan ekonomi semu," sebut dia.

"Masyarakat mengkhawatirkan hancurnya kawasan hutan sebagai penyimpan air. Bisa dibayangkan bila sumber air rusak dan tercemar. Jangan sampai warga baru sadar ketika keberadaan tambang sudah menjadi bencana," katanya.

"Penghentian sementara tebang hutan akan berarti jika pemerintah bisa menjamin ketersediaan kayu yang cukup untuk kebutuhan masyarakat, disamping menjaga kawasan hutan tetap lestari tanpa digerogoti dari bawah karena aksi penambangan.
(Sumber: AntaraNews)


http://www.phinisinews.com/read/2011/6/5/3108-ketika_penghentian_sementara_tebang_hutan_aceh_dipertaruhkan