Jumat, 25 Februari 2011

Perkara SMS Fitnah Gubernur Irwandi tak Hadiri Sidang

Fri, Feb 25th 2011, 09:55
Aceh Besar

JANTHO - Sidang perkara penyebaran pesan singkat (sms) bernada fitnah kepada Gubernur Irwandi Yusuf dengan terdakwa Hamidy Arsa, kembali digelar Pengadilan Negeri Jantho, Kamis (24/2), dengan agenda mendengar keterangan saksi. Irwandi sebagai saksi korban tak hadir untuk memberi kesaksiannya. Sehingga, majelis hakim tak bisa mengkonfrontir keterangan terdakwa dengan keterangan saksi korban.

“Ajudannya hanya mengatakan kalau Pak Irwandi tidak bisa hadir, tanpa menjelaskan alasan ketidakhadirannya,” kata Ibsaini SH, salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jantho, saat ditanya Serambi, kemarin.

Padahal, menurut kuasa hukum terdakwa, Mukhlis Mukhtar SH, mungkin saja tidak semua isi sms yang disebarkan oleh kliennya itu berisi fitnah. “Pengertian fitnah adalah jika isi sms tersebut tidak benar. Namun kalau isi sms tersebut benar, itu bukan fitnah,” ujarnya di depan majelis hakim yang diketuai Hisbullah SH MH.

Dari lima orang saksi yang dijadwalkan memberi keterangan pada persidangan kemarin, hanya dua saksi yang hadir. Yakni TAF Haikal dan Ahmady Meuraxa, yang mengaku menerima sms bernada fitnah yang diduga dikirim oleh terdakwa.

Kedua saksi mengaku menerima sejumlah pesan singkat melalui telepon selulernya pada tanggal 9 dan 12 Oktober 2010, yang isinya menuding Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menerima fee dari PT Medco sebesar Rp 10 miliar, dan dari pengusaha Tommy Winata sebesar Rp 2 miliar.

Isi SMS lainnya berisi tuduhan bahwa Irwandi telah melakukan perzinahan dengan istri temannya sendiri. “SMS lain yang saya terima, yaitu seruan kepada masyarakat Pidie untuk menjadikan Irwandi sebagai musuh bersama, dan pengkhianat bangsa Aceh,” kata Ahmady, yang saat ini bekerja sebagai staf ahli di Pemerintahan Aceh.

Karena banyak saksi yang tidak hadir, sidang pun ditunda hingga Senin (28/2) depan, dengan agenda mendengar keterangan saksi yang seluruhnya berjumlah 11 orang, termasuk saksi ahli dari Jakarta. Dalam kasus ini, jaksa menjerat terdakwa yang merupakan mantan pejabat di Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Di Aceh, undang-undang ini baru pertama kali dijadikan dasar hukum dalam membidik pelaku pencemaran nama baik, dengan menggunakan alat komunikasi elektronik.

Tindakan terdakwa yang menyebarkan sms bernada fitnah itu, dianggap melanggar pasal 27 ayat 3, junto pasal 45 ayat 1 UU ITE, yang melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar.(th)


http://aceh.tribunnews.com/news/view/50227/irwandi-tak-hadiri-sidang

TAF Haikal: Pemerintah tidak Tegas

Thu, Feb 17th 2011, 10:31
Utama

BANDA ACEH - Meski privat sektor tumbuh pesat dalam mendorong kemajuan pembangunan, termasuk di daerah-daerah. Tapi semestinya pemerintah mengawal setiap kebijakan yang telah dikeluarkan. Sehingga tidak ada pihak yang terkorbankan dari pelaksanaan kebijakan itu, baik masyarakat maupun pengusaha.

Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal, kepada Serambi, di Banda Aceh, Rabu (16/2), menanggapi kasus amuk massa dan konflik horizontal yang terjadi di Menggamat, Aceh Selatan.

Konflik yang terjadi di Menggamat, menurut TAF Haikal karena pemerintah tidak tegas dalam mengawal yang notabene produk kebijakannya. Sehingga terjadi benturan dan konflik horizontal yang selanjutnya pihak pemerintah hanya diam dan tidak mampu menyelesaikannya.

“Konflik pertambangan di Kluet, bukan hal yang baru. Tapi masalah yang sudah berlangsung lama sejak PT PSU itu beroperasi. Seharusnya pemerintah harus memfasilitasi konflik ini jangan sampai PT PSU menggunakan cara-caranya, begitu juga halnya masyarakat akan menggunakan caranya pula,” kata TAF Haikal.

Seharusnya kata TAF Haikal, Pemerintah Aceh baik provinsi maupun kabupaten Aceh Selatan, peka dan tanggap terhadap berbagai permasalahan yang terjadi. “Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut saya yakin konflik horizontal akan terus terjadi. Jadi yang pantas dipertanyakan sekarang dimana peran pemerintah?” singgung TAF Haikal.(mir)


http://aceh.tribunnews.com/news/view/49619/pemerintah-tidak-tegas