Senin, 30 Mei 2011

Stop Izin Tambang Jika tak Mampu Kontrol

Sun, May 29th 2011, 10:02
Utama
BANDA ACEH – Aktivis lingkungan dari beberapa LSM mengingatkan pemerintah tentang berbagai persoalan tambang dan dampak buruk pertambangan di Aceh. Salah satu warning yang dikeluarkan elemen sipil tersebut adalah jangan keluarkan izin tambang kalau pemerintah tak mampu mengontrolnya.

Berbagai persoalan seputar masalah pertambangan mengemuka ketika audiensi aktivis lingkungan dari beberapa LSM dengan Kepala Dinas Pertambangan & Energi (Distamben) Aceh, Said Ikhsan, Jumat (27/5). Audiensi yang berlangsung secara dialogis tersebut mendiskusikan berbagai persoalan tambang di Aceh.

Aktivis lingkungan yang melakukan audiensi tersebut adalah Walhi Aceh, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), dan ACSTF.

Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal secara filosofis mengatakan, sejak dahulu bencana memang sudah ada, tak terhindarkan. “Bencana adalah siklus alam. Tapi jangan pula kita memperparah dengan merusak alam seperti penambangan. Tambang itu kan udah dipotong di atas, dikeruk lagi di bawah,” katanya.

TAF Haikal menyayangkan aparatur pemerintah yang dengan mudah mengeluarkan izin tambang tetapi kemudian tidak mampu mengontrolnya. “Wajar saja jika investor tambang mempertahankan asetnya kalau ada masalah, pemerintah diam saja. Agar tak memunculkan kerugian terhadap semua pihak, stop mengeluarkan izin tambang kalau memang tak mampu mengontrolnya,” ujar Haikal ketika audiensi maupun dalam keterangan tambahannya kepada Serambi, kemarin.

Dampak buruk
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, T Muhammad Zulfikar menyampaikan berbagai persoalan tambang dan dampak buruk pertambangan di Aceh. “Banyak kajian yang menyatakan korelasi antara pembukaan tambang dan lingkungan hidup selalu negatif,” kata Zulfikar.

Walhi mengkhawatirkan kondisi itu, apalagi Aceh termasuk daerah yang rawan bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan semakin berganda. “Dari dua sampel pertambangan, PT PSU di Manggamat dan PT LSM di Lhoong, sudah menimbulkan konflik sosial. Kayaknya cuma mimpi ada perusahaan tambang yang bisa menerapkan prinsip-prinsip good mining practices, saya belum pernah lihat,” jelas Zulfikar.

Zulfikar menyarankan agar Aceh memaksimalkan dahulu potensi-potensi yang ada seperti agrobisnis, wisata, perikanan, dan lainnya. Apalagi kini menurutnya semua mata tengah melirik Aceh, menantikan keberhasilan program moratorium logging. “Jangan atasnya hijau tapi bawahnya keropos, bolong-bolong,” kata Zulfikar.

Zulfikar mengingatkan apa artinya jika memiliki banyak emas dari pertambangan tetapi hutan dan alam sebagai sumber air menjadi rusak. “Emas nggak ada arti kalau kita tidak ada air yang bisa diminum. Siapkan emas untuk cadangan terakhir, jika yang lain-lain tidak bisa kita olah lagi,” ucapnya.

Sedangkan Rusliadi dari Jatam mengingatkan, konflik tambang di Aceh masih sangat besar. Ia mengambil contoh tambang di Lhoong, yang kebetulan merupakan kampung halamannya.

Keistimewaan
Menanggapi berbagai sorotan dan warning dari aktivis lingkungan, Kadistamben Aceh, Said Ikhsan, mengatakan bahwa Aceh memiliki keistimewaan sendiri dalam mengontrol tambang. “Aceh merupakan satu-satunya daerah yang telah memiliki qanun yang dapat mengontrol IUP-nya sendiri. Sekarang kami sedang meminta kabupaten untuk mencabut izin pertambangan yang dikeluarkan tidak sesuai prosedur,” tandas Said Ikhsan.

Ia memberi contoh, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tidak ada tawar menawar. Meski di dalam KEL mengandung banyak sekali potensi tambang namun melarang total pembukaan tambang batu bara atau bijih besi di KEL. “Tapi kalau emas, pemerintah akan mempertimbangkannya. Kalau potensinya (emas-red) sangat besar, kita akan duduk, mau diambil sekarang atau nanti,” katanya.

Tambang, kata Said Ikhsan tetap diperbolehkan asal untuk kemakmuran masyarakat banyak dan sebagai cadangan devisa. Data pertambangan yang diberikan menunjukkan saat ini sudah ada 109 perusahaan tambang yang terdaftar. 19 perusahaan di antaranya telah mendapat izin operasi produksi dan empat perusahaan telah melakukan ekspor yaitu satu di Aceh Besar, dua di Kabupaten Abdya, dan satu perusahaan lagi di Aceh Selatan.(sir/nas)


http://m.serambinews.com/news/view/57389/stop-izin-tambang-jika-tak-mampu-kontrol

Tidak ada komentar: