Rabu, 20 Januari 2010

Gantikan WH, Aceh Butuh Polisi Berpresfektif Syariat

Banda Aceh, (Analisa)

Desakan untuk membubarkan lembaga Wilayatul Hisbah (Polisi Syariat) di Aceh semakin gencar dilakukan berbagai komponen masyarakat, pasca aksi bejat yang dilakukan

tiga oknum WH di Langsa yang melakukan aksi pemerkosaan terhadap seorang gadis, yang sebelumnya ditangkap sama WH setempat.

Aksi desakan pembubaran lembaga WH yang secara khusus dibentuk di Aceh sejak provinsi paling ujung barat Pulau Sumatera Indonesia tersebut diberlakukan penerapan hukum syariat Islam secara kaffah dan pemberlakuan Undang-undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan Aceh, Taf Haikal mengungkapkan, setelah melihat keberdaan dan kapasitas WH selama ini, memang sudah layak kalau lembaga tersebut dibubarkan, karena tidak bisa berjalan efektif dalam penegakan syariat Islam di Aceh.

Sebagai penggantinya, perlu direkrut polisi umum yang berprefektif syariat. Dimana, polisi umum yang direkrut oleh Polri melalui Polda Aceh itu berasal dari kalangan santri lulusan pasantren-pasantren yang hanya tersebar di seluruh Aceh.

"Setiap tahun, mininal ada 10 orang polisi yang direkrut dari kalangan santri," ujar Taf Haikal saat berbicara dengan sejumlah wartawan di Sekretariat Bersama (Sekber) Jurnalis Aceh, Senin (18/1) di Banda Aceh.

Dikatakan, selama ini juga keberadaan WH hanya terkesan untuk menghabiskan anggaran saja, karena peran mereka tidak jelas, sebab proses penyelidikan dan penyidikan tetap dilakukan oleh pihak kepolisian. Dimana, setelah WH menangkap orang yang diduga melanggar syariat atau menerima tangkapan warga masyarakat yang diserahkan ke WH, pihak WH melanjutkannya ke pihak kepolisian.

Ini sama saja memperpanjang birokrasi yang ada, sehingga kasus yang memalukanpun terjadi seperti yang terjadi di Langsa, dimana tiga oknum WH melakukan aksi pemerkosaan secara bergiliran terhadap seorang gadis yang ditangkap mereka sebelumnya.

Dikatakan, dengan adanya perekrutan polisi umum yang berpresfektif syariat, maka Polda Aceh juga bisa membentuk unit khusus syariat yang menangani masalah syariat. Apalagi kewenangan polisi dalam UUPA juga sudah sangat jelas disebutkan.

"Dengan adanya unit khusus syariat di Polda dan Polres-polres di Aceh, maka dapat menghilangkan kesan dualisme aparat penegak hukum di Aceh," ujar Taf Haikal.

Membatasi Patroli

Sementara itu, pasca peristiwa Langsa, yang memalukan menimpa lembaga WH yang notabene penegak syariat Islam di Aceh, para petugas WH di Banda Aceh terpaksa membatasi patroli jalan raya yang selama ini kerab dilakukan di seputaran ibu kota Provinsi Aceh ini.

Hal ini dilakukan, karena gencarnya cacian dan makian yang dialamatkan kepada petugas WH yang melakukan patroli. Bahkan, anak-anak juga ikut meneriaki petugas WH yang berpatroli lengkap dengan pakaian dinas dan atribut WH tersebut.

"Untuk sementara, kita batasi dulu patroli syariat di Banda Aceh, karena begitu gencarnya cacian dan makian yang diterima anggota," ujar Aminah, Jubir perempuan WH Banda Aceh yang dihubungi wartawan, Senin (18/1).

Dikatakan, peristiwa Langsa sungguh menjadi pukulan yang amat memalukan bagi lembaga WH, sebab banyak masyarakat mengganggap itu merupakan cerminan lembaga, padahal itu dilakukan oknum tertentu. (irn)


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=41049:gantikan-wh-aceh-butuh-polisi-berpresfektif-syariat&catid=42:nad&Itemid=112

Tidak ada komentar: