Minggu, 27 Desember 2009

BKRA Dinilai belum Mampu Selesaikan Sisa Pekerjaan

Harian Serambi Indonesia
26 December 2009, 12:26

Utama
BANDA ACEH - Hari ini, 26 Desember 2009, masyarakat Aceh memperingati peristiwa dahsyat yang terjadi lima tahun lalu, gempa dan tsunami. Salah seorang aktivis LSM di Aceh, TAF Haikal menilai Badan Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (BKRA) belum mampu menyelesaikan pekerjaan yang tersisa. Wagub Aceh Muhammad Nazar yang dimintai tanggapannya atas berbagai kritikan itu menyatakan bisa menerima sejauh bersifat konstruktif sebagai wujud tanggung jawab bersama untuk mempercepat pembangunan Aceh. Namun, mengenai BKRA, kata Nazar, dari segi penyerapan dana, sudah berjalan baik. Meski begitu, ke depan diharapkan lebih fokus lagi untuk mempercepat program pembangunan.

Sedangkan Kepala Badan Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (BKRA), Iskandar yang dihubungi terpisah mengatakan, tugas yang diberikan kepada lembaga yang dipimpinnya berbeda dengan BRR. Berdasarkan mandat, BKRA hanya melakukan monitoring dan evaluasi rehab-rekon yang dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga terkait serta Pemerintah Aceh. “Maka saya heran kalau ada pihak yang mengatakan kinerja kita buruk,” kata Iskandar menanggapi penilaian BKRA belum mampu selesaikan sisa pekerjaan. Dalam siaran pers-nya kepada Serambi, Haikal menuliskan renungan lima tahun tsunami dan catatan akhir tahun untuk Pemerintah Aceh. Khusus untuk Pemerintah Aceh, Haikal menilai tidak ada terobosan yang fundamental untuk pembangunan daerah ini. “Sedangkan pasca-BRR, BKRA belum mampu menyelesaikan pekerjaan yang masih tersisa,” tulis Haikal.

Pekerjaan-pekerjaan yang masih tersisa itu--yang seharusnya menjadi tugas BKRA--menurut Haikal, antara lain memastikan dan memaksimalkan infrastruktur yang sudah dibangun oleh BRR tapi belum selesai (jalan Banda Aceh-Calang) atau fasilitas yang belum dimanfaatkan (Museum Tsunami Aceh). Pekerjaan lainnya, lanjut Haikal, memfasilitasi masyarakat korban yang masih di barak serta melakukan penyitaan rumah, baik yang mendapat lebih dari satu maupun yang tidak berhak.

Haikal juga menilai adanya keinginan BKRA yang terlalu maju dalam menjalankan mandatnya yaitu melahirkan blue print Aceh. “Bagaimana lembaga yang sifatnya adhoc mau melahirkan cetak biru Aceh, kalau hanya sebatas masukan ke Bappeda, oke-oke saja,” katanya. “Seumpama pesta, BRR-lah yang punya hajatan. Setelah pesta berakhir, harusnya BKRA bukan mau mengulang pesta yang sama, tetapi membereskan sisa-sisa piring yang pecah atau kotor,” lanjut siaran pers itu.

Pendekatan yang sesuai
Kepada Pemerintah Aceh, aktivis LSM asal Aceh Selatan itu menyarankan agar infrastruktur yang sudah dibangun pada masa rehab rekon bisa dirawat secara maksimal. Juga diminta memberikan nilai tambah atau membangun infrastruktur pendukung pada infrastruktur yang sudah ada sehingga maksimal pemanfaatannya. Berikutnya juga disarankan membangun perencanaan Aceh dengan pendekatan kawasan yang sesuai karakteristik (daya dukung) geografis, topografis, SDA, SDM, kebencanaan, dan anggaran. Artinya, sekecil apapun pembangunan atau infrastruktur yang dibangun, bisa digunakan bersama dalam sebuah kawasan. “Tentunya harus diikuti dengan alokasi anggaran yang senergis mulai dari APBK, APBA, APBN, dan swasta/investor pada kesepakatan fokus yang sama,” tandas siaran pers itu.

Haikal mengkritisi daya serap anggaran yang rendah serta kurangnya pelibatan dan koordinasi dengan kabupaten/kota. Akibatnya sering mencuat keluhan adanya program atau proyek yang dikerjakan oleh provinsi tidak diketahui oleh bupati/walikota atau SKPD di lokasi. “Koordinasi dengan kabupaten/kota menjadi syarat mutlak untuk mendorong daya serap anggaran, terlepas dalam UUPA titik berat otonomi adalah di provinsi. Terobosan pelimpahan wewenang atau tugas perbantuan harus ditempuh oleh Pemerintah Provinsi karena jumlah anggaran yang dikelola relatif besar. Pemerintah Provinsi harus segera melakukan evaluasi SKPA dan badan menjelang pengesahan APBA 2010,” demikian Haikal.

Bisa menerima
Wagub Aceh, Muhammad Nazar menyatakan, di satu sisi diakui adanya kelemahan dan kelebihan dalam melaksanakan berbagai program pembangunan di Aceh, termasuk yang dilaksanakan oleh BRR Aceh-Nias. Khusus terhadap kinerja BKRA, Wagub Muhammad Nazar menilai sudah berjalan baik. Meski begitu, ke depan diharapkan lebih fokus mempercepat program pembangunan. “Mulai 2010, kami mengusulkan kepada Pusat, sisa dana yang ditinggalkan BRR supaya dapat mempercepat pembangunan secara lebih khusus di Aceh,” kata Nazar. Menurut Nazar, permasalahan mendasar penghambat pembangunan di semua daerah, termasuk di Aceh karena tata ruang daerah yang tidak ideal. Karena itu, Nazar mengajak semua komponen masyarakat bersama-sama membangun Aceh. “Terutama kepada bupati/walikota benar memperhatikan setiap hendak melakukan pembangunan infrastruktur, maupun gedung. Alasannya pemberian Hak Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sepenuhnya ada di tingkat kabupaten/kota,” ujarnya.

Terkait dengan peringatan lima tahun tsunami, Wagub mengimbau masyarakat agar bisa mengambil pelajaran dari setiap musibah. “Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang tidak mempan dengan peringatan,” katanya sambil menyitir satu hadih maja Aceh; Meudoa watee saket, meuratep watee geumpa, seumayang wajeb uroe Jumeuat, seumayang sunat uroe raya. “Saya pikir masyarakat Aceh cukup mengerti hadih maja itu,” demikian Wagub Muhammad Nazar.

Heran
Kepala BKRA, Iskandar mengaku heran kalau ada pihak yang mengatakan kinerja BKRA buruk dan tidak mampu melanjutkan sisa pekerjaan.
Dia menjelaskan, menyangkut penyelesaian pembangunan ruas jalan Banda Aceh-Calang, pihak USAID telah berkomitmen untuk menyelesaikan proyek tersebut pada 2010. “Bahkan kita telah memindahkan tiang listrik yang sebelumnya menjadi kendala untuk proyek jalan itu. Juga pembebasan tanah telah dilakukan bersama pemerintah,” katanya. Bahkan Pemerintah Aceh telah memperoleh dana dari MDF untuk proyek pembangunan Jalan Meulaboh-Calang sebesar Rp 360 miliar yang akan dimulai tahun 2010. “Proyek ini termasuk pembangunan jembatan Kuala Bubon,” ujarnya.

Sedangkan mengenai persoalan rumah korban tsunami, katanya, sudah tuntas dibangun oleh BRR dan telah diserahterimakan pada tahun 2008 dengan Pemerintah Aceh. Kalau belakangan ada korban tsunami yang masih di barak, itu bukan lantaran rumah tidak ada, tetapi ada terjadi penerima ganda atau yang tidak berhak. “Untuk verifikasi data rumah ganda tersebut bukan tugas BKRA tetapi pemerintah daerah di kabupaten/kota bersama camat dan kepolisian,” ujar Iskandar. Menurutnya, BKRA akan berakhir tugas pada 31 Desember 2009.(nas/sup/sal)


http://www.serambinews.com/news/view/20562/bkra-dinilai-belum-mampu-selesaikan-sisa-pekerjaan

Tidak ada komentar: