Firman Hidayat | The Globe Journal | Selasa, 28 Juni 2011
Banda Aceh — Pola komunikasi dengan pemerintah harus dikemas jika ingin melakukan advokasi tambang. Menurut TAF Haikal sebaiknya melawan orang-orang yang membuat kebijakan itu, seperti ditingkat pimpinan daerahnya. Tidak ada negosiasi dengan tambang. “Saya tahu kalah lawan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, tapi saya akan lawan. Itu konkrit,” tegas TAF Haikal.
Jubir Kaukus Pantai Barat-Selatan tersebut mengatakan komitmennya dihadapan sejumlah aktifis yang hadir dalam acara Diskusi "Benarkah Usaha Tambang Di Aceh untuk Sejahterakan Rakyat” yang digagas Koalisi NGO HAM Aceh di Setui Atjeh Kopi Terminal Setui, Selasa (28/6).
"Kita selalu bicara tutup tambang, komunikasi itu tidak menarik lagi. Oleh karena itu kita tingkatkan lagi komunikasi untuk stop tambang bila pemerintah tidak mampu kontrol. Tutup tambang itu karena selama ini pemerintah tidak melakukan kontrol,” kata TAF Haikal.
TAF Haikal melihat dampak sosialnya semakin menimbulkan banyak masalah. Lihat saja ketika seorang keuchik tidak dipercaya lagi sama rakyatnya. Masyarakat antar gampong sudah saling intip-intip kenapa lahan disana diambil sedangkan lahan disini tidak diambil. Kemudian orang tua gampong tidak dihargai lagi karena ada “preman” gampong yang dibayar. Konon lagi anggota DPRK tidak bisa masuk ke lokasi tambang.
“Inikan suatu hal yang kurang waras, negeri apa ini? Apakah negeri bar-bar,” tukas Haikal lagi.
Putra Bakongan, Aceh Selatan ini mengajak semua aktivis lingkungan agar merubah pola komunikasi menjadi lebih elegan. “Saya pernah tantang Pemerintah Aceh untuk membuat suatu pilot project terhadap dua perusahaan tambang yang ramah terhadap lingkungan di Aceh, yaitu PT. Lhoong Setia Mining dan PT. PSU di Aceh Selatan,” kata Haikal. Ini diplomasi yang dilakukan daripada kita minta Pemerintah Aceh tutup perusahaan tambang itu.
Namun permintaan agar dua perusahaan tambang itu diupayakan ramah lingkungan itupun tidak ada. Pemerintah Aceh tidak menuju kesana, konon lagi disinyalir kedua perusahaan tersebut telah menimbulkan korupsi dan suap. Karena sektor pertambangan lebih mudah terjadi suap menyuap apalagi mau mendekati Pemilukada di Aceh.
Para Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dalam melahirkan sebuah kebijakan juga tidak memaakai perspektif daya dukung lingkungan. Haikal yang juga salah seorang tokoh masyarakat Aceh Selatan yang pernah melakukan advokasi terhadap HPH mengatakan kebijakan daya dukung lingkungan, SDM, SDA, keuangan dan kebencanaan itu yang harus dilihat. Menurutnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu masih kebijakan yang paradoks.
http://www.theglobejournal.com/kategori/lingkungan/taf-haikal-akan-lawan-gubernur-aceh-soal-tambang.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar