Oleh: Radzie - 06/07/2011 - 01:49 WIB
BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Aktivis sipil menyerukan agar jajaran eksekutif, legislatif, dan Komisi Independen Pemilihan Aceh untuk bertemu untuk menemukan solusi mengakhiri kekisruhan regulasi pilkada Aceh. Mereka juga meminta agar diberlakukan jeda pelaksanaan pilkada.
Hal itu mencuat dalam diskusi publik yang dihadiri Abdullah Saleh (anggota Fraksi Partai Aceh), Mukhlis Mukhtar (mantan anggota DPRA), Muhammad Jafar (staf ahli gubernur Aceh), serta belasan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, di Forum LSM Aceh, Selasa (5/7). LSM yang hadir di antaranya Koalisi NGO HAM, KontraS, Walhi, dan Katahati Institute.
T.A.F Haikal, juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan, mengusulkan agar diberlakukan jeda pilkada agar ketegangan politik bisa diturunkan. “Jeda pilkada untuk menurunkan tensi. Sekarang semua pada tinggi tensinya, pada naik terus,” kata Haikal.
Pada masa jeda pilkada, kata Haikal, KIP bersama eksekutif dan legislatif untuk bertemu dan membahas regulasi pilkada yang bisa diterima semua kalangan. “Pertemuan tetap konsern pada klik perdamaian, bukan pada klik kekuasaan,” ujar Haikal.
Kekisruhan pilkada 2011 terjadi karena tarik-menarik regulasi yang dipakai. Eksekutif dan KIP ngotot menggunakan Qanun No 7/2006 yang membolehkan calon perseorangan ikut pilkada. Sedangkan DPRA pun ngotot, agar pilkada dilaksanakan dengan payung hukum Qanun Pilkada yang baru saja mereka sahkan. Namun, di qanun ini tak ada klausul calon independen. Nah, di sinilah mereka berselisih paham.
Mantan anggota DPRA, Mukhlis Mukhtar, meminta agar pelaksanaan pilkada ditunda, karena ketidakjelasan payung hukum. Menurut Mukhlis, Qanun No 7/2006 tidak bisa dijadikan rujukan hukum KIP melaksanakan pilkada 2011. Sebab, seperti halnya di pasal 256 UU Pemerintahan Aceh, Qanun Pilkada 2006 hanya membolehkan calon perseorangan sekali saja.
“Jadi, selesaikan dulu aturan-aturan yang normatif (baru kemudian pilkada digelar),” kata Mukhlis.
Politisi senior ini menyebutkan bahwa kekisruhan pilkada telah menyebabkan terjadinya konflik regulasi. Karenanya, ia meminta agar para pihak yang tengah berseteru mencari solusi untuk mengakhiri konflik regulasi.
“Semua yang sedang berseteru harus menurunkan sedikit tensinya, agar rakyat tidak gamang,” ujarnya.
Senada dengan Mukhlis, Abdullah Saleh juga meminta agar tahapan pilkada yang telah diumumkan oleh KIP ditunda. Apalagi, selama ini KIP tak pernah berkonsultasi dengan DPRA untuk membahas pelaksanaan pilkada.
“Padahal, sejumlah tahapan kan harus melibatkan DPRA, seperti soal penetapan hasil, penyampaian visi dan misi kandidat, dan pembentukan panitia pengawasan pemilihan,” kata mantan politis Partai Persatuan Pembangunan ini.
Sementara Muhammad Jafar, staf ahli gubernur, menilai tahapan pilkada yang telah dijalankan KIP bisa terus dilanjutkan, sembari menyempurnakan regulasi. “Perubahan regulasi dan kegiatan KIP bisa dilakukan bersamaan. Saling bersinergi,” kata Jafar.
Menurut Jafar, sesuai dengan UU No 32/2004 pilkada memungkinkan untuk ditunda karena alasan gangguan keamanan, perang, dan bencana alam. Namun, “kalau ada kesepakatan politik untuk ditunda, misalnya dengan Peraturan Pengganti Undang-undang, bisa saja ditunda,” ujar Jafar yang mantan ketua KIP Aceh. []
http://www.acehkita.com/berita/akhiri-polemik-sipil-aceh-tawarkan-jeda-pilkada/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar