Jum'at, 26 Desember 2008 | 17:40 WIB
TEMPO Interaktif, Banda Aceh: Masyarakat Nangroe Aceh Darussalam meminta Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias tidak meninggalkan "bom waktu" di Aceh, seiring berakhirnya masa tugas mereka pada April 2009 mendatang.
Panglima Laot Aceh, lembaga adat laut yang membawahi seluruh nelayan Aceh, meminta Badan Rekonstruksi tidak meninggalkan masalah setelah berakhirnya masa tugas mereka. “Masih ada pekerjaan Badan Rekonstruksi yang belum selesai, termasuk pembangunan rumah dan infrastruktur lainnya,” kata Sekretaris Panglima Laot Aceh, Adli Abdullah, Jumat (26/12).
Menurutnya, peringatan empat tahun tsunami harus bisa dijadikan momentum untuk refleksi dan intropeksi. Adli mengingatkan pekerjaan tersebut harus diselesaikan segera. “Setelah saya keliling Aceh, paling kurang ada 3.000 masyarakat Aceh yang masih tinggal di barak,” ucap dia.
Ia menilai, jika sepeninggal Badan Rekonstruksi banyak pekerjaan yang belum selesai, maka akan membebani Pemerintah Aceh dan berimplikasi pada korban tsunami, terutama masyarakat nelayan sebagai korban terbesar. “Masyarakat Aceh juga harus lebih siap membangun kapasitasnya untuk mengantisipasi ‘bom waktu’ setelah tidak ada lagi Badan Rekonstruksi,” ujar Adly.
Sementara itu, juru bicara Kaukus Pantai Barat Selatan Aceh, Taf Haikal mengatakan proses rehab-rekon di Aceh sesudah empat tahun tsunami, belum memuaskan. “Karena masih ada infrastruktur dasar yang belum selesai dikerjakan,” katanya.
Ia mencontohkan, masih ada warga yang tinggal di barak pengungsi. Kemudian pembangunan jalan yang menghubungkan Kota Banda Aceh-Calang (Aceh Jaya) yang didanai melalui Perwakilan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (United Stated Agency for International Development/USAID), hingga kini belum rampung.
“Padahal itu merupakan infrastruktur penting untuk mendongkrak percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, khususnya pesisir barat dan selatan Aceh,” ucap Taf Haikal. Dia berharap menjelang berakhirnya masa tugas Badan Rekonstruksi, hak-hak korban seperti rumah dan infrastruktur lainnya dapat segera terpenuhi.
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengharapkan Badan Rekonstruksi untuk transparan terhadap seluruh aset yang dikelola lembaga itu sebelum diserahkan kepada Pemerintah Aceh. “Transparansi atas aset merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan bukan hanya menjadi ajang seremonial belaka,” kata Askhalani.
Dia meminta Badan Rekonstruksi dapat mempublikasi semua yang menjadi aset dan mudah diakses oleh siapa pun, serta bisa dibuktikan. “Agar tidak ada pembohongan dan Pemerintah Aceh nantinya tidak kena getahnya,” ujar Askhalani.
ADI WARSIDI
Topik :
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2008/12/26/brk,20081226-152655,id.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar