Banda Aceh
– Isu pemekaran wilayah Aceh bagian tengah, barat dan selatan yang
didasari pada kurang aspiratifnya qanun Wali Nanggroe, Bendera dan
Lambang Aceh kembali mencuat setelah beberapa saat reda. Menurut Juru
Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Taf Haikal saat dijumpai di
ruang kerjanya, isu pemekaran tersebut bukanlah isu baru, tapi sudah
lama ada dan semua itu merupakan bentuk dari demokrasi, Selasa (15/13).
“Itu tidak ada masalah, tinggal
bagaimana Pemerintah Aceh selaku pengambil keputusan mengelola isu itu
dan melihat itu dalam konteks positif, bukan dalam konteks negatif
karena sesuatu yang dimusuhi itu akan menjadi besar dan itu pernah
terjadi di Aceh,” ujar Taf Haikal.
Ia menambahkan, bicara makar saja itu
tidaklah masalah dan begitu juga berbicara merdeka, tapi akan menjadi
masalah begitu itu diimplementasikan, dan tentunya akan berhadapan
dengan negara.
“Badan boleh saja dipenjara, tapi pikiran kan tidak bisa,” tegasnya.
Taf Haikal mengatakan bahwa seiring
dengan dinamika politik di Aceh isu pemekaran sangat wajar timbul
tenggelam, tapi itu belum saatnya diwujudkan, namun karena kita hidup di
alam demokrasi maka diskusi-diskusi yang membahas tentang pemekaran
boleh saja dilakukan.
“Menurut saya orang-orang di
Pemerintahan Aceh sekarang itu adalah orang-orang yang dulu meminta
lebih dari apa yang sekarang diminta oleh mereka-mereka yang
menginginkan pemekaran, jadi no problem, tinggal direspon positif dan disikapi dengan bijak oleh pemerintah Aceh,” ujarnya.
Ia juga tidak membantah adanya pro dan
kontra dalam masyarakat tentang Qanun Lambang dan Bendera Aceh yang
sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang secara
resmi akan digunakan sebagai simbol-simbol Aceh.
“Sesuai dengan temuan di lapangan, ada
sebagian kecil masyarakat secara psikologis melihat lambang yang
ditawarkan hari ini mempunyai masa lalu yang gelap, punya trauma
psikologis melihat lambang-lambang seperti itu, ini juga harus
dipahami,” ungkapnya.
Hal tersebut menurut Taf Haikal karena
demokrasi tidaklah selalu dilihat dari suara terbanyak, siapa yang
paling dominan atau siapa yang paling kuat, tapi harus dilihat bahwa
dalam proses perdamaian di Aceh ada masyarakat yang heterogen.
“Tapi kalau semua sudah sepakat kita mau bilang apa dan kita ikut-ikut saja, lain pun tidak berani kita,” pungkas Taf Haikal. (zamroe)
http://atjehlink.com/kpbs-pemekaran-belum-saatnya-namun-jika-dimusuhi-akan-menjadi-besar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar