Wed, Nov 24th 2010, 10:35
Utama
BANDA ACEH - Berulangnya problem di lintas Lamno-Calang karena tak kunjung tuntasnya persoalan kubangan lumpur di “jalur neraka” itu menjadi indikasi tak seriusnya Pemerintah Aceh mengurus kepentingan rakyat terkait transportasi untuk menjamin lancarnya pasokan barang kebutuhan pokok. “Memalukan, urusan membebaskan lumpur jalan saja tak tuntas-tuntas,” kata Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal.
Dalam pernyataannya kepada Serambi, Selasa (23/11), Haikal mengatakan, penderitaan masyarakat di pesisir barat-selatan Aceh tampaknya belum juga berakhir. Pemandangan layaknya negeri tak bertuan tersaji setiap hari di lintas Lamno-Calang, Kecamatan Jaya (Lamno), Kabupaten Aceh Jaya, ketika ratusan truk pengangkut barang kebutuhan rakyat berjibaku di kubangan lumpur bahkan ada yang terbenam berhari-hari. “Selama jalur itu tak bisa dilintasi, selama itu pula barang kebutuhan pokok rakyat di sejumlah kabupaten pesisir barat-selatan krisis. Problem ini berdampak langsung terhadap masyarakat di wilayah itu,” ujar Haikal.
Kasus Meudang Ghon, menurut Haikal, adalah contoh kecil dari sekian banyak hambatan transportasi ke wilayah barat-selatan Aceh, baik yang menempuh jalur pesisir, jalur tengah maupun selatan. Akses menuju ke zona tersebut masih penuh hambatan, tantangan bahkan pertaruhan nyawa.
“Setiap musim hujan akan terjadi longsor di banyak titik, kubangan lumpur di badan jalan (seperti di lintas Lamno-Calang), rakit yang tak berfungsi karena air sungai meluap, atau banjir yang merendam badan jalan. Ini bukan permasalahan baru, tetapi herannya tak pernah ada upaya penanganan yang serius dan permanen. Masyarakat terus mewarisi permasalahan itu secara turun-temurun,” tandas Haikal.
Bentuk satgas
Menyikapi berulangnya permasalahan transportasi ke wilayah barat-selatan, KPBS menawarkan solusi agar Pemerintah Aceh membentuk Satgas (Satuan Tugas) Jalan Banda Aceh-Meulaboh yang notabene adalah jalan yang hancur dihantam bencana tsunami hampir enam tahun lalu yang hingga kini belum tuntas dibangun kembali.
Satgas Jalan Banda Aceh-Meulaboh, menurut Haikal, diberi tanggung jawab untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang terus berulang, seperti truk barang yang tersangkut di lintas Lamno-Calang atau lumpuhnya transportasi akibat badan jalan digenangi banjir luapan. Satgas juga harus disigakan di titik-titik rawan longsor seperti pada jalur Geumpang-Tutut. “Biasanya masing-masing pihak yang bertanggungung jawab terhadap jalan saling melempar tanggung jawab ketika terjadinya masalah. Tapi kalau tanggung jawab diserahkan kepada satgas, tentu mereka tak bisa mengelak. Kalau permasalahan sudah dapat teratasi--dengan selesainya jalan Banda Aceh-Meulaboh-- maka tugas satgas ini berakhir,” demikian TAF Haikal.
Masalah banjir
Haikal juga mengkritisi persoalan banjir yang rutin terjadi di wilayah barat-selatan. Musibah ini pun, kata Haikal, bukan hal langka bagi masyarakat di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Abdya. “Anehnya, perhatian dan upaya kesiapan yang dilakukan oleh pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten masih saja belum maksimal,” katanya.
Bencana, lanjut Haikal, memang tidak bisa dibendung serta merta. Akan tetapi, upaya pencegahan terhadap dampak yang lebih buruk masih mungkin untuk disiapkan. Misalnya, kesiapan dari sarana pendukung seperti perahu karet sebagai alat evakuasi, alat berat yang dibutuhkan untuk menangani jalan yang longsor serta sarana pendukung lainnya harus sudah disiapkan sebelum bencana datang. Di samping itu, kesiapan logistik harus tersedia di lokasi-lokasi yang rawan bencana banjir. Kondisi seperti ini akan dapat terwujud jika pemerintah dari awal membangun koordinasi dengan semua pihak dan kelompok-kelompok masyarakat. Partisipasi dan dukungan semua pihak akan sangat membantu untuk mengurangi dampak buruk dari bencana,” kata TAF Haikal.
Bencana banjir yang rutin melanda barat-selatan, katanya, tidak datang begitu saja. Kondisi alam yang sudah rusak akibat eksploitasi hutan diduga menjadi penyebab utama banjir setiap tahun, meski tak lepas dari faktor lain yang disebabkan perubahan iklim dan tingginya curah hujan. Haikal mencontohkan, akibat dari ek,ploitasi hasil hutan terjadi pendangkalan beberapa sungai yang selama ini menampung debit air ketika musim hujan datang. Karena semakin dangkal, sungai gampang meluap dan banjir tidak dapat dihindari.
KPBS mendesak pemerintah melakukan pembangunan dengan memperhatikan risiko bencana. Misalnya, ke depan akan ada upaya pembersihan dan pengerukan sungai-sungai yang semakin dangkal. “Langkah ini akan mengurangi durasi banjir yang setiap tahun menghampiri masyarakat,” demikian Haikal.
Disesalkan
Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar Aceh Jaya (Ipelmaja) Banda Aceh, Nasrizal menyayangkan pernyataan Kadis BMCK Aceh, Muhyan Yunan yang dia nilai kontroversial. Sebab, realitas selama ini Pemerintah Aceh tak mau tahu serta lepas tanggung jawab terhadap penderitaan warga di pantai barat selatan Aceh akibat buruknya kondisi jalan tersebut pascatsunami.
“Bila ditangani sejak dulu tidak akan separah itu. Sekarang, meski sudah sangat terlambat, kita meminta Pemerintah Aceh cepat merespons dan segera menanggulangi persoalan jalan berlumpur itu,” ujar Nasrizal.
Tokoh muda Nagan Raya, Nurchalis menambahkan, terganggunya lintas Calang-Banda Aceh membuat warga pantai barat selatan kini resah dan cemas. Padahal, jalan itulah yang semestinya paling mendesak ditangani, tapi itu pula yang selama ini dibiarkan. Parahnya lagi, dalam beberapa hari ini, jemaah haji akan pulang melintasi jalan ini, tapi Pemerintah Aceh masih terkesan tak tanggap, sehingga wajar kalau banyak menuai kritik.
Faktor cuaca semata
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yang ditanyai di Banda Aceh kemarin mengatakan, belum ditanganinya kemacetan di lokasi Geudang Ghon, bukan karena kurang pedulinya pemerintah dan Ssangyong, melainkan semata-mata karena kondisi cuaca dan medan jalan pada waktu musim hujan saat ini memang sangat potensial menyebabkan macetnya mobilitas truk-truk barang.
Begitupun, kata Irwandi, pihaknya telah meminta Kadis BMCK Aceh, Muhyan Yunan untuk terus memantau kondisi di lapangan dan berkoordinasi dengan Pemkab Aceh Jaya serta Ssangyong untuk mengatasi kemacetan truk barang yang terjadi di lintas Lamno-Calang. Dia maklum, apabila kemacetan lalu lintas truk barang tidak segera diatasi, maka konsekuensinya Calang dan Meulaboh akan mengalami krisis sembako dan material bangunan.
Sembako terganggu
Amatan Serambi kemarin, pasokan sembako di Aceh Jaya dan Aceh Barat memang mulai terganggu. Harga mulai naik, sehingga bila kondisi seperti ini terus berlarut-larut, dipastikan harga akan terus melonjak.
“Ini ekses dari tidak lancarnya pasokan barang, karena truk yang membawa kebutuhan pokok tertahan lagi di Meudang Ghon,” ujar Sofyan, pedagang di Pasar Calang, Selasa (23/11).
Hal yang sama diutarakan Harun, pedagang di Pasar Bina Usaha Meulaboh. Menurutnya, selama truk kerap tertahan harga barang di daerah itu jadi tak menentu. Keadaan ini malah dimanfaatkan oleh segelintir pedagang yang nakal untuk menimbun barang, sehingga harga sembako dan bahan bangunan jadi melonjak.
Siagakan alat berat
Asisten Pembangunan Pemkab Aceh Jaya, Ir Nurman DS menjawab Serambi di Calang Selasa kemarin mengatakan, jalan Meudang Ghon masih dikepung lumpur dan jalan masih digenangi air. Ini menyababkan sangatlah sulit untuk dilakukan upaya penanggulangan. Diharapkan air di badan jalan segera kering, baru penanganan bisa dilakukan. “Kita sudah minta pihak PT Ssangyong yang selama ini menyiagakan alat berat di Meudang Ghon segera menanggulanginya,” ujar Nurman.
Menurut Nurman, problema jalan Meudang Ghon selama ini terus menjadi perhatian pemerintah. Cuma Pemkab Aceh Jaya terbatas biaya dalam menanggulangi pengaspalannya. Pemkab dia harapkan dibantu dana oleh Pemerintah Aceh, sebab jalan itu selama ini merupakan jalan alternatif yang digunakan warga pantai barat-selatan Aceh sambil menunggu rampungnya jalan yang dibangun USAID.
Nurman mengatakan, ekses jalan Meudang Ghon yang berlumpur itu berdampak pula pada pengguna jalan, sehingga mereka terpaksa menggunakan jalan yang berakit. Implikasinya, di rakit terjadi antrean sangat panjang. “Yang khawatir kita bila debit air sungai di Kuala Unga tinggi, sehingga rakit terganggu, maka dipastikan jalan ke pantai barat-selatan akan terganggu total,” ujar Nurman. (nas/c45/riz)
http://m.serambinews.com/news/view/43394/problem-meudang-ghon-indikasi-tak-seriusnya-pemerintah-aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar