Banda Aceh, (Analisa)
Status hukum kepemilikan terhadap tanah yang di atasnya telah dibangun ribuan unit rumah bantuan bagi korban bencana alam gempa bumi dan tsunami di Aceh setelah dilakukan relokasi, hingga kini ternyata masih banyak yang belum ada kejelasannya.
Jika persoalan ini terus dibiarkan berlanjut tanpa ada kepastiannya, maka dikhawatirkan akan memunculkan masalah besar di kemudian hari setelah berakhirnya program rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca bencana.
Karenanya, pihak Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh meminta kepada pihak terkait khususnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD–Nias dapat segera mencari solusi terhadap persoalan ini sebelum berakhirnya masa tugas pada 16 April 2009 mendatang.
“Kami meminta kepada BRR, Pemerintah Aceh dan pihak terkait lainnya untuk memperjelas soal kepemilikan rumah dan status hukum tanah korban tsunami yang direlokasi,” ujar Juru Bicara KPBS, TAF Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Senin (2/3).
Menurutnya, status tanah yang di atasnya berdiri rumah bantuan juga menjadi hal krusial di kemudian hari bagi masyarakat yang menempati rumah tersebut, baik yang dibangun oleh Non Goverment Organitation (NGO) maupun yang dibangun BRR.
Penegasan status tanah rumah yang mereka tempati terutama yang relokasi sangat penting untuk jangka panjang jangan sampai para ahli waris yang ditinggalkan di kemudian hari menjadi resah.
“Menurut kami, ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi korban tsunami yang selama ini mendiami rumah bantuan tersebut. Korban tsunami tersebut resah karena belum memiliki sertifikat tanah,” terangnya.
Ia mencontohkan, sebanyak 42 Kepala Keluarga (KK) korban tsunami Desa Ujung Serangga Padang Baru, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang direlokasi ke Desa Ladang resah akibat belum memiliki sertifikat tanah.
“Kami butuh kepastian terhadap tanah yang saat ini kami tempati, agar anak cucu kami tidak terkatung-katung di masa mendatang,” kata seorang warga korban tsunami, Muntari (51) di Blangpidie.
Hak Pakai
Menurutnya, status tanah yang ditempati warga di pesisir pantai Bali Kecamatan Susoh itu masih hak pakai.
Lebih lanjut TAF Haikal menambahkan, dirinya juga merasa sedih melihat para korban tsunami yang belum mendapatkan haknya yakni rumah. Triliunan dana mengalir ke Aceh. Namun, sangat mahal harga untuk sebuah rumah korban tsunami bagi mereka.
“Kami mendorong BRR dan Pemerintah Aceh untuk mencari solusi bagi korban tsunami yang belum memperoleh rumah. Sebelum BRR bubar di Aceh, Pemerintah Aceh harus menyusun strategi untuk menyelesaikan ‘PR’ rekonstruksi di Aceh,” harapnya.
Ditambahkan, BRR hampir selesai menjalankan mandatnya, dan baru saja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan beberapa mega proyek BRR hasil rehab rekon. Banyak mata terkagum-kagum melihat prestasi yang telah dilakukan BRR dan berbagai lembaga donor internasional dan nasional dan ini harus diakui sebuah prestasi.
“Akan tetapi tidak bisa dipungkiri betapa miris hati korban tsunami melihat peresmian tersebut. Sementara mereka belum mendapatkan haknya sebagai korban tsunami,” ungkap Haikal. (mhd)
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7986:korban-tsunami-resah-ribuan-rumah-bantuan-belum-jelas-status-hukum-tanah&catid=42:nad&Itemid=112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar